Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan
Lidia kembali bersandiwara, ia meminta Beni mengantarkan pulang. Alasannya karena tidak ada taksi dan sopirnya sedang sibuk.
"Bisa gak lo jangan ganggu suami gue terus! Laki-laki lain di luar sana masih banyak yang single, masih saja goda orang!" marah Viola, ketika di depan Lidia pasti amarahnya memuncak.
"Sayang, Dika sudah datang. Ayo kita balik ke kantor," ajak Beni.
"Tunggu!" teriak Lidia, sambil menghentakkan kakinya.
Di dalam mobil, Viola masih kesal. Ia memalingkan wajahnya melihat ke arah luar kaca mobil, hendak bicara pun enggan.
"Tuan, bukannya Anda membawa mobil sendiri? Kenapa minta dijemput?" tanya Dika, penasaran.
"Daripada kamu gak ada kerjaan," jawab Beni, tersenyum mengejek.
Tumpukan berkas di ruang kerja masih menggunung, bisa-bisanya Beni berkata tidak ada pekerjaan. Padahal kalau tidak selesai, seperti biasanya akan ditegur. Untuk soal gaji, memang Dika tidak pernah mempermasalahkan.
Lebih mengejutkan lagi, Dika diminta mengantarkan Viola ke kantornya lebih dulu. Jalannya harus lewat putar balik, cukup jauh juga.
"Aku turun di sini saja," kata Viola, ketika sampai di depan gedung kantornya.
"Sayang, aku antar sampai dalam ya," ucap Beni.
"Tidak perlu, Ben. Nanti aku pulang lebih awal, mau ke rumah mama dulu," kata Viola, agar suaminya tidak menjemputnya nanti.
Beni sebenarnya ingin menemani Viola, tetapi ada lembur karena banyak meninggalkan pekerjaan. Apalagi kalau dirinya sudah merasa lelah, pasti tidak akan bekerja dengan baik.
Dari dalam mobil, Beni menatap punggung Viola yang berjalan menuju ke dalam kantor. Melihat bosnya seperti orang tidak rela, Dika langsung menjalankan mobilnya hingga membuat Beni langsung menegurnya.
"Tuan, kita langsung ke Jaya Grup. Tidak ada waktu lagi, untuk merebutkan proyek besar," kata Dika, mengalihkan pembicaraan agar tidak kena marah Beni lagi.
"Terserah kamu saja!" Beni tidak mau tahu urusan pekerjaan, saat ini dirinya masih fokus memikirkan Viola.
Pemilik perusahaan Jaya Grup ternyata seorang wanita, namanya Melinda. Seorang wanita cantik, tetapi janda beranak satu.
Melinda sangat senang melihat kedatangan Beni, sampai mengundang wartawan. Seketika kabar Beni tersebar ke seluruh sosmed, hingga terdengar di telinga Viola.
"Nyonya, kita hanya meeting membahas pekerjaan. Kenapa Anda mengundang wartawan tanpa izin saya?" tanya Beni ketika meeting sudah selesai.
"Maaf Tuan Beni, saya pikir Anda setuju. Berita ini akan menguntungkan perusahaan kita," jawab Melinda tersenyum penuh arti.
Beni langsung berpamitan, ia harus pergi ke kantornya sendiri. Ia justru merasa terjebak, bekerjasama dengan seorang wanita bernama Melinda yang ternyata sangat mengaguminya dari dulu.
"Dika, batalkan saja proyek kita dengan Melinda," pinta Beni.
"Tidak bisa, Tuan. Soalnya kita bisa rugi besar," kata Dika.
Beni sudah menyetujui sejak beberapa bulan lalu, tetapi baru bisa bertamu saat ini karena kesibukan Beni dan Melinda sendiri. Beni juga tidak menyangka, kalau pemilik perusahaan seorang wanita. Padahal di berkas tertulis nama seorang laki-laki.
Hanya kurang teliti, dan cepat mengambil keputusan. Akhirnya Beni menyesal sendiri, sudah membuat kesalahan. Dulu sebelum ada Viola, ia tidak peduli siapa pemilik perusahaan. Baginya yang penting bisa mendapatkan keuntungan banyak.
Di kantor Beni banyak menegur karyawan, kopi pahit dipermasalahkan juga. Padahal biasanya lebih suka memilih kopi pahit, dibandingkan dengan yang manis seperti mulut istrinya.
"Tuan, ada rekaman CCTV yang mencurigakan dari ruang kerja Anda." Safira memperlihatkan laptop yang menayangkan seorang karyawan sedang melakukan kecurangan.
"Siapa yang menyuruh cleaning servis masuk ke ruanganku? Sampai melakukan kecurangan, mengambil fotokopian berkas penting." Beni mengepalkan tangannya, merasa sangat geram.
Dika kemudian turun tangan menyelidiki semuanya, ternyata benar adanya kecurangan yang pastinya melibatkan orang luar juga. Namun, Dika mempunyai rencana untuk mencari tahu lebih dulu sebelum Beni marah.
"Panggil Resa ke ruangan ini!" pinta Beni.
"Baik, Tuan," sahut Safira.
Dika menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia merasa kalah cepat dari Beni. Baginya ini masalah perlu penyelidikan lebih dulu, sebenarnya apa motif pelaku.
"Dika, kenapa kamu diam saja? Jangan- jangan ada hubungannya dengan kamu," tuduh Beni.
"Tidak ada, Tuan. Saya hanya mendapatkan informasi kalau ibunya Resa sedang sakit keras dan sedang dirawat di rumah sakit," jelas Dika, dirinya memang tidak tahu menahu masalah ini.
Resa menundukkan kepalanya ketika memasuki ruang kerja Beni, ia tidak berani menatap ke arah orang-orang yang ada di dalam ruangan. Jantungnya berdegup kencang, tangannya bergetar hebat. Ia menyadari kalau dirinya sudah bersalah, sampai tidak berpikir lebih jauh soal masa depannya.
Saat ini Beni belum bertanya atau berkata sepatah katapun, ia masih duduk sambil menatap Resa yang nampak ketakutan.
"Tuan, maafkan aku," ucap Resa, air matanya mengalir di kedua pipinya.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Beni, sambil tersenyum penuh arti.
"Sebenarnya saya butuh uang untuk berobat ibu saya, Tuan. Tapi, hanya Viola yang bersedia membantu, Saya sudah berusaha mencari pinjaman ke orang, teman kantor. Tapi, semuanya tidak ada yang mau menolong. Maafkan saya, Tuan," ungkap Resa, sedikit menyesal.
"Viola!" kaget Beni.
Beni tidak percaya, ternyata istrinya sendiri yang menyuruh karyawannya untuk melakukan kecurangan. Ia merasa kecewa, dan menganggap Viola penuh drama.
"Pantas saja dia menolak tawaranku!" Beni tidak akan tinggal diam, ia akan membuat perhitungan dengan istrinya sendiri.
"Nyonya Viola memang berantusias mendapatkan proyek kita, Tuan. Mungkin beliau tidak sadar dengan resikonya, sudah melanggar aturan," timpal Dika, dari awal sudah curiga pelakunya orang terdekat.
Resa hanya bisa menangis, takut kehilangan pekerjaan dan juga kehilangan ibunya. Seandainya tidak butuh uang secara mendesak, Resa tidak akan pernah mau melakukan kecurangan sedikitpun. Ia juga baru kali ini melakukan kesalahan, padahal sudah lama bekerja dengan Beni.
Walaupun hanya sebagai kepala cleaning servis gajinya sudah tinggi, sehingga Beni sangat kecewa ketika mengetahui Resa melakukan kesalahan fatal.
Sementara Beni langsung menelpon Viola, menanyakan keberadaannya. Ia tidak ingin membuang banyak waktu, hari ini juga istrinya harus menanggung semua akibat dari kecurangannya.
Baru kemarin rasanya menjalin hubungan baik dengan istrinya, kini Beni harus merasakan kekecewaan yang begitu besar. Ia sangat tidak menyangka.
"Resa, kamu ambil cuti satu bulan. Aku tidak mau melihat mukamu!" marah Beni, masih berbaik hati memberikan kesempatan untuk Resa agar belajar atas kesalahannya.
"Tuan, tolong jangan seperti ini. Saya butuh pekerjaan," kata Resa, sambil bersimpuh di hadapan Beni.
"Aku tidak peduli! Dika, seret keluar wanita ini!" Beni menatap ke arah lain, agar hatinya tidak luluh dengan air mata wanita.
Sekarang tinggal mengurus masalah ini dengan Viola, ia akan memberikan pelajaran agar istrinya jera dan tidak melakukan kecurangan lagi.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳