Cerita ini hanya fiktif semata, hanya karangan belaka dari penulis, mohon maaf jika ada ke samaan nama & tempat.
Kisah seorang anak manusia yang mempunyai kelebihan dari anak-anak yang lain yang berjuang bertahan hidup setelah kematian yang tragis kedua orang tua nya yang menjadikan nya seorang penguasa dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GANGGUAN DARI PARA PREMAN LOKAL
Di suatu hari yang cerah, Gerhana, Angel, Lyra, Isa, dan Pak Adi Cokro tengah berkumpul di ruang makan untuk sarapan pagi bersama. Kebetulan, hari ini Isa tidak ada kegiatan apa pun, termasuk pergi ke luar kota. Isa telah memutuskan untuk lebih fokus mengurusi usahanya yang ada di dalam kota saja agar bisa lebih dekat dengan Lyra. Sementara, usahanya yang di luar kota sepenuhnya ia percayakan kepada keempat temannya yang juga anggota The Badboy Geng (Unyil, Nico, Boby, dan Jery).
Setelah selesai sarapan, mereka pun segera berkumpul di ruang keluarga. Angel kembali ke kamarnya untuk melihat dan mengajak anaknya, Muhammad Ghazi, untuk berkumpul bersama. Saat ini, Angel memang sengaja tidak menggunakan jasa baby sitter karena ingin lebih fokus merawat dan menjaga anaknya sendiri, walaupun Gerhana sudah menyarankan Angel untuk menggunakan jasa baby sitter untuk membantunya mengurus dan merawat anak mereka.
Angel pun segera berkumpul kembali sambil menggendong anaknya ke ruang keluarga. Tidak lama setelah Angel berkumpul di ruang keluarga, datanglah Mat Gondrong berkunjung ke rumah mereka untuk melihat cucunya, Angel dan Gerhana, sekaligus bersilaturahmi dengan besannya, Pak Adi Cokro.
"Assalamualaikum," sapa Mat Gondrong kepada mereka semua.
"Waalaikumsalam," jawab Pak Adi Cokro.
"Waalaikumsalam," jawab Gerhana, Angel, Lyra, dan Isa secara bersamaan.
Pak Adi Cokro menyambut hangat kedatangan besannya tersebut, sambil berjabat tangan dan memeluk hangat besannya sembari berkata, "Apa kabar, Pak Mat Gondrong?"
"Alhamdulillah, saya baik-baik saja," jawab Mat Gondrong kepada Pak Adi Cokro.
Gerhana pun segera menghampiri Mat Gondrong, menyambut kedatangan ayah mertuanya dan segera mengambil tangan kanan Mat Gondrong serta mencium punggung tangan kanannya, lalu diikuti oleh Angel, Lyra, dan Isa. Kemudian, Pak Adi Cokro pun mempersilakan Mat Gondrong untuk duduk bersama-sama di ruang keluarga.
"Kebetulan sekali kita semua dapat berkumpul bersama-sama di ruangan ini," ucap Pak Adi Cokro membuka pembicaraan. "Sebenarnya, saya ada rencana mau mengajak Gerhana ke Kota Bandung untuk melihat usaha saya yang ada di sana sekaligus menyelesaikan masalah yang tengah terjadi di sana," jelas Pak Adi Cokro kepada mereka semua.
"Hore... Asyik... Asyik... Jalan-jalan ke Bandung. Hore... Hore..." teriak Lyra kegirangan.
"Memangnya kakak mau mengajakmu ke sana apa?" goda Gerhana kepada Lyra sambil mengedipkan matanya ke arah Pak Adi Cokro.
"Ih, lihat tuh, Pi, Kak Gerhana jahat, gak mau ajak Lyra jalan-jalan ke Bandung," rengek Lyra kepada Pak Adi Cokro dan sontak saja membuat mereka semua tertawa melihat tingkah lakunya Lyra.
"Jika memang keadaan di sana sangat urgent, Gerhana siap, Pak, untuk berangkat ke sana," jawab Gerhana kepada Pak Adi Cokro. "Sebenarnya, di sana ada sedikit gangguan dari beberapa preman yang meminta secara paksa sejumlah uang kepada orang kepercayaan Bapak yang Bapak tugaskan di sana. Orang kepercayaan Bapak sebenarnya sudah menuruti permintaan mereka, tetapi mereka terus-menerus meminta uang setiap minggunya, bahkan beberapa minggu terakhir ini mereka meminta uang dengan jumlah yang sangat besar," terang Pak Adi Cokro kepada mereka semua.
"Wah, ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi, Pak. Ini namanya sudah pemerasan," kali ini Mat Gondrong yang berbicara.
"Terus, apa yang dilakukan oleh aparat keamanan setempat, Pak?" tanya Angel kepada Pak Adi Cokro.
"Mereka seolah-olah menutup mata dan membiarkan para preman itu berbuat seenaknya, meskipun sudah beberapa kali orang kepercayaan Bapak melaporkan tindakan mereka ke kantor polisi terdekat, namun tidak ada tindakan apa pun dari pihak berwajib."
"Baiklah, Pak, besok kita akan berangkat ke Kota Bandung untuk menyelesaikan masalah ini," jelas Gerhana kepada Pak Adi Cokro.
"Hore, kita jalan.... kita jalan... ke Kota Bandung," teriak Lyra kegirangan.
"Bro, bagaimana dengan urusanmu di sini jika kalian ikut berangkat ke Kota Bandung?" tanya Gerhana kepada Isa.
"Untuk sementara waktu, bisa aku handle dari jarak jauh, Bro, dan aku bisa meminta bantuan Jery untuk mengatasinya," jawab Isa kepada Gerhana.
"Baiklah kalau begitu tidak ada masalah, kalian juga akan ikut ke Kota Bandung sekalian kalian honeymoon di sana," terang Gerhana kepada Isa dan Lyra.
Mendengar ucapan Gerhana, muka Lyra pun menjadi merah seperti udang rebus karena malu dan berkata, "Kakak jahat deh, bikin Lyra malu aja," sambil memasang muka cemberut dan mereka pun tertawa melihat perilaku Lyra.
"Pak Mat Gondrong, apa Bapak mau ikut?" tanya Gerhana kepada ayah mertuanya.
"Bapak akan ikut, Nak, sekalian untuk menjaga Angel dan cucu Bapak," ucap Mat Gondrong kepada Gerhana. Dan tak lupa Gerhana mengajak Paman Mat Codet dan juga Paman Naga Bonar.
Tepat pukul 08.00, mereka semua sudah siap di depan rumah hanya menunggu kedatangan Mat Gondrong saja dan mereka pun langsung berangkat ke airport untuk segera menaiki pesawat menuju Kota Bandung. Gerhana sendiri memutuskan untuk menggunakan jalur transportasi udara daripada jalur transportasi darat mengingat Angel dan bayinya juga ikut pergi ke Kota Bandung. Gerhana tidak ingin istrinya, Angel, dan anaknya merasa kelelahan karena menempuh perjalanan jauh. Sesuai tiket pesawat yang sudah mereka booking, pesawat pun terbang tepat pukul 09.00 pagi dan pukul 08.45 mereka sudah berada di airport menunggu keberangkatan mereka.
Akhirnya, pesawat yang mereka tumpangi sudah siap lepas landas menuju Kota Bandung dan mereka pun sudah berada di dalam pesawat tersebut. Kurang lebih empat puluh lima menit, mereka pun telah sampai di airport Kota Bandung dan mereka pun langsung disambut oleh orang kepercayaannya Pak Adi Cokro yang telah menunggu kedatangan mereka semua.
Mereka pun segera menuju vila milik Pak Adi Cokro yang tak jauh dari lokasi usahanya untuk segera membersihkan diri dan beristirahat sejenak. Pada siang harinya, Pak Adi Cokro, Gerhana, Isa, Mat Gondrong segera pergi menuju lokasi usahanya, hanya Paman Mat Codet dan Paman Naga Bonar yang sengaja tidak diikutsertakan Gerhana guna untuk menjaga Angel dan anak beserta Lyra.
Sesampainya di lokasi, mereka menunggu kedatangan para preman lokal tersebut. Sehari sebelum mereka berangkat ke Kota Bandung, kelima preman tersebut telah datang ke lokasi usahanya Pak Adi Cokro, namun mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan karena orang kepercayaan Pak Adi Cokro mengatakan kepada para preman tersebut untuk datang kembali keesokan harinya.
Tak lama berselang, datanglah beberapa orang lebih kurang 5 orang dengan perawakan tubuh yang kekar dan muka yang seram. Mereka datang untuk meminta sejumlah uang kepada orang kepercayaannya Pak Adi Cokro.
Ketika mereka hendak masuk ke dalam, mereka pun segera dicegat oleh Gerhana. "Maaf, Paman, ada keperluan apa ya, Paman berlima datang kemari?" tanya Gerhana dengan sopan.
"Kami ingin meminta jatah uang keamanan kepada pemilik tempat ini," jawab salah satu dari kelima orang tersebut.
"Oh, jadi begitu niatan paman-paman semua, apakah paman-paman ini bisa menjamin keamanan di tempat ini?" tanya Gerhana kepada kelima preman tersebut.
"Iya, tentu saja kami bisa menjamin keamanan tempat ini."
"Baiklah, Paman, berapa nominal yang Paman inginkan untuk menjaga keamanan tempat ini?" tanya Gerhana lagi kepada kelima preman tersebut.
"Bos kami meminta jatah keamanan lima puluh juta setiap minggunya," jelas salah satu dari kelima preman tersebut.
"Lima puluh juta setiap minggunya, artinya dua ratus juta untuk satu bulannya, besar sekali Paman nominal yang harus kami berikan kepada bosnya Paman? Apa kami bisa bertemu dengan bosnya Paman?" terang Gerhana kepada kelima preman tersebut.
"Anda ini siapa ingin bertemu dengan bos kami?" ucap salah satu preman tersebut.
"Saya adalah anak pemilik lokasi ini, Paman," jawab Gerhana kepada salah satu preman tersebut.
"Baiklah jika itu keinginan Anda, mari kami antar menemui bos kami," jawab salah satu preman tersebut.
"Baik, Paman, kami akan ikut bersama Paman untuk bertemu bosnya Paman," jawab Gerhana kepada salah satu preman tersebut dan mereka pun segera pergi menuju markasnya para preman untuk mempertemukan mereka (Gerhana, Pak Adi Cokro, Isa, dan Mat Gondrong) dengan bosnya para preman.
Setelah sampai di markasnya para preman, mereka (Gerhana, Pak Adi Cokro, Isa, dan Mat Gondrong) pun langsung dipertemukan dengan bosnya para preman. "Bos, ada yang ingin bertemu dengan Anda," lapor salah satu preman kepada bosnya.
"Siapa yang ingin bertemu denganku?" jawab Kala Gondang.
"Pemilik salah satu pengusaha yang kita mintai uang keamanan, Bos," jawab salah satu preman kepada bosnya.
MENARIK.
"Baiklah, aku akan segera menemui mereka."
Sesampainya Kala Gondang di hadapan Gerhana, Kala Gondang merasakan ada aura yang sangat kuat dari ketiga orang yang ada di hadapannya, hanya Pak Adi Cokro-lah yang tidak memiliki aura apa pun (karena memang Pak Adi Cokro tidak memiliki kekuatan atau ilmu kanuragan) seperti Gerhana, Isa, dan Mat Gondrong. Namun, tatapan mata Kala Gondang tertuju tepat ke arah Gerhana karena dia merasakan auranya jauh lebih kuat dari kedua orang lainnya.
"Assalamualaikum, Paman. Apa Paman bosnya para preman ini?" sapa Gerhana sembari bertanya kepada bosnya preman tersebut.
"Anda siapa?" jawab Kala Gondang.
"Saya adalah anak dari pemilik yang anak buah Anda mintai uang keamanan lima puluh juta setiap minggunya," jawab Gerhana kepada bos para preman.
"Oh, jadi Anda adalah anak dari pemilik tersebut," ucap Kala Gondang kepada Gerhana.
"Benar, Paman, saya adalah anaknya dan ini adalah ayah saya," jawab Gerhana sembari memperkenalkan Pak Adi Cokro kepada bosnya preman tersebut.
"Apa tujuan Anda datang kemari?" tanya Kala Gondang.
"Tujuan kami kemari untuk menolak memberikan pembayaran uang keamanan yang Paman minta," jawab Gerhana kepada bos para preman tersebut.
"Ha... Ha... Ha...."
"Besar juga nyalimu, anak muda. Kalian sudah datang ke markas Kala Gondang untuk menolak permintaanku? Apa kalian sudah bosan hidup, hah?" jawab Kala Gondang kepada Gerhana.
"Paman tidak bisa menentukan mati dan hidupnya seseorang karena Paman hanya manusia biasa, yang bisa menentukan mati dan hidupnya seseorang hanya Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT). Baiklah, jika kamu ingin mati terlebih dahulu akan aku kabulkan keinginanmu," ucap bosnya preman kepada Gerhana.
"Bapak, Pak Mat Gondrong, dan Isa, tolong kalian mundur dan carilah tempat yang aman dan, Bro Isa, tolong kamu jaga Pak Adi Cokro."
"Siap, Bro," jawab Isa kepada Gerhana, dan mereka pun segera mundur untuk mencari tempat yang lebih aman.
"Majulah kamu, anak muda, jika kamu ingin mati sekarang," ucap Kala Gondang.
"Paman, sudah kukatakan tadi mati dan hidupnya manusia bukan ditentukan oleh sesama manusia itu sendiri melainkan Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT) yang menentukannya," jawab Gerhana sembari tersenyum kepada Kala Gondang.
"Kurang ajar, rupanya kau meremehkan aku, anak muda, matilah kau sekarang," teriak bosnya preman sembari maju menyerang Gerhana. Dengan santai, Gerhana pun mampu menghindari setiap serangan-serangan Kala Gondang tersebut, hingga pada akhirnya bosnya para preman tersebut menjadi murka dan mengeluarkan sebuah sinar seperti laser di telapak tangannya dan mengarahkannya langsung ke hadapan Gerhana.
Bukan hanya satu sinar seperti laser yang mengarah ke Gerhana, tetapi lima sinar seperti laser. Dengan tenang dan santai, Gerhana mengangkat tangan kanannya, mengarahkan telapak tangan ke arah kelima sinar itu, dan menyerapnya. Gerhana sebenarnya bisa saja menghindari kelima sinar itu, tetapi ia takut salah satu dari sinar itu mengenai ayahnya, Pak Adi Cokro. Maka dari itu, Gerhana memutuskan untuk menyerap kelima sinar tersebut. Kemudian, seolah dipantulkan, Gerhana mengeluarkan kembali kelima sinar itu satu per satu ke arah Kala Gondang.
Melihat serangannya dapat diserap dengan mudah dan seolah dipantulkan kembali oleh Gerhana, kelima sinar itu langsung menyerang ke arah Kala Gondang, membuatnya terkejut bukan kepalang dan segera menghindar.
Duaaarrr.... Duaaarrrr.... Duaaarrr... Duaaarrr.... Duaaarrrr....
Suara sinar seperti laser itu mengenai barang-barang di markas, seperti meja dan kursi, hancur seketika. Bahkan, tembok pun langsung jebol.
"Siapa anak ini sebenarnya? Kenapa dia begitu mudahnya mengembalikan semua seranganku?" gumam Kala Gondang dalam hati.
"Saya hanya manusia biasa, Paman," jawab Gerhana kepada Kala Gondang.
Sekali lagi, Kala Gondang terkejut oleh perkataan Gerhana. "Ternyata anak ini juga bisa membaca isi hatiku," ucap Kala Gondang.
"Apa sudah cukup, Paman?" tanya Gerhana dengan santainya kepada Kala Gondang.
"Kurang ajar! Kau benar-benar meremehkan aku, anak muda! Kali ini aku tidak akan main-main lagi denganmu!" maki Kala Gondang kepada Gerhana.
"Matilah kau, anak muda!" teriak bos para preman itu kepada Gerhana, sambil mengeluarkan sinar seperti laser dari telapak tangannya. Namun, kali ini hanya satu sinar, tetapi jauh lebih besar tiga kali lipat dari sinar sebelumnya. Dengan tenang dan santai, Gerhana kembali mengangkat telapak tangan kanannya dan menyerap sinar itu.
Tanpa disadari oleh Kala Gondang, Gerhana sudah berada di hadapannya sambil tersenyum dan berkata, "Paman, saya bisa saja menghabisi Paman saat ini juga, tetapi saya tidak akan melakukannya. Saya hanya ingin Paman jangan lagi mengganggu tempat usaha orang tua saya. Jika Paman masih melakukannya, saya tidak akan segan-segan lagi kepada Paman."
Tanpa berkata-kata, Kala Gondang langsung menyerang Gerhana dengan serangan mendadak. Ia mengeluarkan senjata dari dalam telapak tangannya dan mengarahkannya ke perut Gerhana. Namun, dengan cepat dan mudah, Gerhana memegang pergelangan tangan Kala Gondang dan merebut senjatanya.
"Paman ternyata keras kepala juga, ya?" ucap Gerhana kepada Kala Gondang. "Baiklah, Paman, jika Paman tidak bisa diajak bicara baik-baik, maka saya pun tidak akan berbaik hati lagi." Setelah berkata demikian, Gerhana langsung menyerang Kala Gondang dengan menotok tubuhnya dan mengeluarkan cahaya putih dari telapak tangan kanannya, lalu mengarahkannya ke tubuh Kala Gondang. Seketika, tubuh Kala Gondang menggeliat hebat dan mengeluarkan seteguk darah berwarna hitam segar dari mulutnya akibat serangan tersebut, lalu terjatuh ke lantai.
"Maafkan saya, Paman, terpaksa saya melakukan ini karena Paman yang memaksa saya," ucap Gerhana kepada Kala Gondang.
"Ampuni aku, Tuan Muda. Aku berjanji tidak akan mengganggu usaha ayahmu dan akan tunduk serta patuh kepadamu, Tuan Muda," ucap Kala Gondang kepada Gerhana.
"Baiklah, Paman, untuk kali ini saya memaafkan Paman dan saya akan memegang ucapan Paman," jawab Gerhana kepada Kala Gondang. Dengan cepat, Gerhana melepaskan totokan serta membantu Kala Gondang untuk berdiri.
"Terima kasih, Tuan Muda," ucap Kala Gondang kepada Gerhana.
"Baiklah, Paman, saya harap Paman bisa memegang ucapan atau menepati janjinya. Sekarang, kami pamit undur diri," jelas Gerhana kepada Kala Gondang.
"Siap, Tuan Muda. Saya, Kala Gondang, beserta seluruh anak buah saya akan patuh dan tunduk kepada Tuan Muda serta tidak akan mengganggu dan melindungi tempat usaha orang tua Tuan Muda," jawab Kala Gondang.
Gerhana pun langsung mendekati Isa beserta ayah angkatnya, Pak Adi Cokro, dan Mat Gondrong, ayah mertuanya.
"Tuan Muda, izinkan saya untuk mengantarkan Tuan Muda kembali ke tempat Tuan Muda berada," pinta Kala Gondang kepada Gerhana.
"Baiklah, Paman Kala Gondang," jawab Gerhana kepada Kala Gondang. Mereka pun segera berangkat kembali ke vila Pak Adi Cokro.
Sesampainya di vila Pak Adi Cokro, Kala Gondang segera pamit undur diri kepada Gerhana beserta Pak Adi Cokro, Mat Gondrong, dan Isa. "Jika Tuan Muda ada perlu apa-apa, segera hubungi saya," ucap Kala Gondang kepada Gerhana.
"Baiklah, Paman Kala Gondang," jawab Gerhana kepada Kala Gondang.
Keesokan harinya, Gerhana, Angel, dan anak mereka, serta Pak Adi Cokro, Mat Gondrong, Lyra, Isa, Mat Codet, dan Naga Bonar berjalan-jalan di kota Bandung sebelum mereka pulang kembali ke Sumatera. Mereka semua berkeliling kota Bandung dengan diikuti oleh Kala Gondang sebagai pendamping. Setelah puas berjalan-jalan serta berbelanja, mereka kembali lagi ke vila untuk beristirahat dan memutuskan untuk segera pulang kembali ke Sumatera.
Hanya Lyra dan Isa yang tidak pulang ke Sumatera karena mereka memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi di Bandung, sekalian berbulan madu. Pada hari ketiga, barulah mereka (Gerhana, Angel dan anak mereka, Pak Adi Cokro, Mat Gondrong, Mat Codet, dan Naga Bonar) pulang kembali ke Sumatera.
Maaf ya, Guys, Author agak lama update bab terbarunya, dikarenakan Author akhir-akhir ini banyak sekali yang harus Author kerjakan jadi kurang ada waktu untuk update bab terbaru.
Mohon dukungannya, Guys, dengan cara klik tombol like-nya ya dan kalau tidak keberatan klik juga tombol hadiahnya buat Author-nya, agar Author-nya bisa tambah semangat dalam meng-update bab-nya.