JURUS TERAKHIR TUANKU/ TUANGKU
Ribuan tahun lamanya, daratan Xianwu mengenal satu hukum: kekuasaan dipegang oleh pemilik teknik bela diri pamungkas.
Tuanku —seorang pewaris klan kuno yang tersisa—telah hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Ia tidak memiliki bakat kultivasi, tubuhnya lemah, dan nyaris menjadi sampah di mata dunia persilatan.
Namun, saat desakan musuh mencapai puncaknya, sebuah gulungan usang terbuka di hadapannya. Gulungan itu hanya berisi satu teknik, satu gerakan mematikan yang diwariskan dari para pendahulu: "Jurus Terakhir Tuanku".
Jurus ini bukan tentang kekuatan, melainkan tentang pengorbanan, rahasia alam semesta, dan harga yang harus dibayar untuk menjadi yang terkuat.
Mampukah Tuanku, dengan satu jurus misterius itu, mengubah takdirnya, membalaskan dendam klannya, dan berdiri sebagai Tuanku yang baru di bawah langit Xianwu?
Ikuti kisah tentang warisan terlarang, kehormatan yang direbut kembali, dan satu jurus yang mampu menghancurkan seluruh dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
NOVEL: JURUS TERAKHIR TUANKU IV: KORPS KESEIMBANGAN
BAB 30: ANCAMAN INTERNA DAN GODAAN KESEMPURNAAN
Setelah sukses menetralkan Dimensi Yang Mutlak (Matahari) dan Dimensi Logika Mutlak (Mesin Gila), Korps Keseimbangan kembali ke Daratan Xianwu, membawa serta artefak yang diresapi oleh filosofi mereka: Tongkat Lin Kai yang kini dilapisi lapisan tipis Qi Yang yang Tenang dan Logika yang Berempati. Dua dimensi ekstrem kini menjadi stabil, disematkan sebagai jangkar kosmis yang lebih jauh dari pengaruh Qian Yu.
Namun, kedamaian abadi yang seharusnya terjamin justru melahirkan ancaman yang jauh lebih halus dan berbahaya: Godaan Internal.
Putra Angin, Guru Keseimbangan, merasakan adanya pergeseran dalam denyut nadi Qi di Daratan Xianwu. Qi memang bersih dan stabil, tetapi di kalangan murid dan Tetua yang baru, muncul gelombang kesombongan spiritual yang terselubung.
"Kita telah menaklukkan tirani kemurnian di tiga dimensi," bisik seorang Tetua kepada murid-muridnya. "Qi kita adalah yang paling seimbang di Kosmos. Kita adalah yang terkuat, karena kita adalah yang paling sempurna."
Filosofi Tuanku—bahwa kekuatan sejati terletak pada kerentanan dan penerimaan kelemahan—mulai terdistorsi. Keseimbangan bukan lagi dilihat sebagai proses yang rentan, tetapi sebagai status yang superior.
Putra Angin menyadari bahwa ancaman terbesar bukan lagi Qian Yu yang terkunci, melainkan benih Qian Yu yang tumbuh subur di dalam hati mereka sendiri—keinginan untuk menjadi sempurna dan mengeliminasi ketidaksempurnaan.
Korps Keseimbangan sendiri tidak luput dari godaan ini. Setelah keberhasilan berturut-turut, keahlian mereka menjadi terlalu tajam. Kuro, sang insinyur, mulai merancang perangkat yang terlalu efisien, yang secara tidak sengaja meminggirkan aspek keacakan manusia. Liena, ahli spiritual, mulai mengkristalkan emosi menjadi Qi yang terlalu teratur, takut pada gejolak perasaan yang tidak terduga.
"Kita menjadi apa yang kita lawan," kata Putri Keseimbangan, yang Qi-nya yang stabil mulai terasa tertekan oleh kesempurnaan di sekitarnya. "Kita mencari keseimbangan yang sempurna, padahal Tuanku mengajarkan bahwa keseimbangan adalah ketidaksempurnaan yang diterima."
Putra Angin memutuskan bahwa ia harus melakukan misi terakhir, yang paling sulit: menghadapi diri sendiri. Ia harus mencari Kelemahan Terakhir yang ditinggalkan Tuanku—sebuah artefak atau petunjuk yang akan mengingatkan generasi baru bahwa mereka harus selalu menjadi fana dan rentan.
Ia kembali ke Puncak Keseimbangan, tempat Tuanku dan Jin dikebumikan. Di sana, ia menemukan sebuah panel batu kecil di bawah akar pohon tua, yang ditanam Fatimah. Panel itu berisi tulisan tangan Tuanku sendiri: Kunci terakhir bukanlah Qi, melainkan yang paling sedikit.
"Yang paling sedikit? Apa itu?" gumam Putra Angin.
Putri Keseimbangan, yang juga berada di sana, melihat tulisan itu. "Tuanku tidak meninggalkan harta, pedang, atau kitab teknik. Ia hanya meninggalkan satu hal yang paling sedikit, yang selalu mendampinginya."
"Jin," bisik Putra Angin.
Mereka menyadari bahwa artefak terakhir dan terpenting adalah Warisan Jin: Keacakan Murni, Kebahagiaan Tak Terencana, dan Kebutuhan Sederhana. Ini adalah kebalikan dari kesempurnaan yang dicari oleh murid-murid mereka.
Putra Angin dan Putri Keseimbangan meluncurkan Pencarian Artefak Acak. Mereka harus mengumpulkan sepuluh benda paling sepele, paling tidak berharga, dan paling acak dari Tiga Benua, yang diyakini pernah disentuh atau disukai oleh Jin.
Mereka memulai perjalanan. Misi ini tidak melibatkan portal dimensi atau pertempuran sengit; hanya observasi yang sabar dan kerendahan hati.
Di Xianwu, mereka mencari mangkuk makan Jin yang retak, yang digunakan Tuanku untuk menyaring Air Mata Naga. Mangkuk itu, yang kini hanya potongan keramik yang kotor, diletakkan di lemari museum yang memajang Tongkat Lin Kai yang agung. Mangkuk itu diabaikan oleh semua orang, karena tidak memiliki Qi.
Di Benua Roh Timur, mereka mencari sarang burung yang ditinggalkan, tempat Jin pernah tidur saat mereka beristirahat dalam perjalanan. Sarang itu adalah anyaman ranting yang tidak sempurna, namun dipenuhi dengan aroma rumput liar.
Di Benua Teknologi Barat, dengan bantuan Zeta Enam, mereka mencari cacat program di Kristal Keseimbangan. Ternyata, Jin pernah berjalan di atas papan ketik Zeta saat ia mengkode Jantung Kristal, menyebabkan satu baris kode menjadi tidak efisien. Zeta Enam tidak pernah menghapusnya, menyebutnya Kode Keacakan Murni. Kode itu, yang tidak logis dan tidak sempurna, adalah yang paling menjamin Kristal tetap jujur.
Setiap benda yang mereka temukan adalah pelajaran filosofis:
Mangkuk Retak: Mengajarkan bahwa kegagalan dan ketidaksempurnaan (retakan) adalah wadah bagi hal yang paling berharga (Air Mata Naga).
Sarang Burung: Mengajarkan bahwa kehangatan dan kehidupan tidak membutuhkan struktur yang sempurna; keacakan adalah fondasi kebahagiaan.
Kode Keacakan Murni: Mengajarkan bahwa logika harus selalu meninggalkan ruang bagi hal yang tidak terduga; Kesempurnaan yang Mutlak adalah kebohongan.
Ketika mereka kembali, Putra Angin mengumpulkan semua murid dan tetua di Kuil. Ia tidak berbicara tentang pertempuran di dimensi lain. Ia hanya membentangkan sepuluh benda acak itu di hadapan mereka.
"Kalian mencari kesempurnaan. Kalian mencari status Keseimbangan Abadi," kata Putra Angin, suaranya kini dipenuhi kesedihan. "Inilah Kunci Keseimbangan yang ditinggalkan oleh Guru kita. Bukan tongkat agung ini, bukan Kristal yang bersinar itu, melainkan sepuluh benda yang paling acak, paling sepele, dan paling tidak sempurna."
Ia menceritakan kisah di balik setiap artefak. Ia menjelaskan bahwa Qi Yang Murni Jin—Qi yang paling stabil dan paling kuat—berasal dari ketidaksempurnaannya: cintanya pada makanan, tidurnya yang tidak produktif, dan keacakan gerakannya.
"Jika kalian mencari Keseimbangan yang sempurna, kalian akan menjadi Qian Yu yang lain, versi yang lebih pintar dan lebih sombong," tegas Putra Angin. "Keseimbangan sejati adalah perjuangan abadi untuk menerima ketidaksempurnaan dalam diri kalian, dalam teknologi kalian, dan dalam spiritualitas kalian."
Pelajarannya menusuk. Murid-murid itu, yang begitu fokus pada penguasaan teknik, kini melihat betapa mereka telah mengabaikan esensi dari filosofi Tuanku. Mereka telah mengubah ajaran tentang Kerentanan yang Berani menjadi ajaran tentang Kekuatan yang Sempurna.
Putra Angin, dengan kerendahan hati yang baru, membubarkan Korps Keseimbangan. Ia menyuruh mereka kembali ke rumah, hidup sebagai orang biasa selama satu tahun, mencari ketidaksempurnaan dalam hidup mereka sendiri.
Kuro kembali ke labnya dan secara sadar memperkenalkan cacat pada desainnya untuk menciptakan teknologi yang lebih intuitif dan manusiawi. Liena kembali ke Roh Timur dan membiarkan emosinya mengalir tanpa memurnikannya, menemukan Qi Spiritual yang lebih kaya.
Ancaman internal telah diatasi. Warisan Tuanku teruji. Ia tidak hanya mengalahkan tirani Kemurnian, tetapi ia juga mengajarkan generasi penerusnya untuk selamanya menghindari godaan kesempurnaan. Jurus Terakhir Tuanku telah menjadi hukum abadi: Kerendahan hati adalah senjata paling ampuh di Kosmos.