Setelah kedua orang tuanya meninggal, Amy pindah ke Bordeaux -sebuah kota Indah di Prancis, dan berteman dengan Blanche Salvator yang ternyata merupakan anak dari seorang Mafia paling di takuti bernama Lucien Beaufort.
Dengan wajah yang karismatik, mata biru dan rambut pirang tergerai panjang, Lucien tampak masih sangat muda di usia 35 tahun. Dan dia langsung tertarik pada Amy yang polos. Dia mendekati, merayu dan menggoda tanpa ampun.
Sekarang Amy di hadapkan pilihan : lari dari pria berbahaya yang bisa memberinya segalanya, atau menyerah pada rasa yang terus mengusiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di cintai ugal-ugalan.
“Sudah, kau pulanglah… cepat! Sebelum ketahuan Blanche!” ucap Amy sambil menepuk-nepuk pintu mobil Lucien setelah mereka sampai tepat didepan asrama Amy.
“Tenanglah sayang, Blanche tau pun tak apa-apa, kan?” goda Lucien sambil tersenyum lebar.
Amy mendengus kesal.
Lucien tergelak, “baiklah.. baiklah, aku pergi. Nanti sore aku jemput lagi. Kita akan bertemu Jacques,” lanjut Lucien.
“Pulang kuliah nanti, mungkin aku akan ke rumah sakit lagi,” ucap Amy.
“Oh iya! Aku hampir lupa. Baiklah, aku akan menjemputmu selesai kuliah. Kita langsung ke rumah sakit-“
“Memangnya kamu nggak sibuk? Aku bisa sendiri kok, eh, aku nggak mungkin sendiri, aku akan pergi dengan Blanche!”
Lucien menggelengkan kepalanya, “non, sayang… aku tak sibuk sama sekali, asalkan itu bersamamu, aku akan tinggalkan semua pekerjaanku,” jawab Lucien dengan senyum penuh pesona dan memikat.
Amy mencibir, “dasar gombal!”
Lucien tergelak, namun tiba-tiba dia langsung terdiam karena Amy dengan cepat mengecup pipinya.
“Terima kasih, Luce. Untuk segalanya,“ ucap Amy sambil menatap Lucien penuh rasa terima kasih.
“Sama-sama, sweetheart…,“ jawab Lucien masih setengah sadar. Ciuman dari Amy benar-benar membuat jantungnya berdebar. Walaupun itu hanya sekedar ciuman di pipi, tapi Amy melakukannya karena keinginannya sendiri, bukan permintaan dari Lucien, dan itu tentu saja merupakan kemajuan yang sangat pesat. Sepertinya Lucien memang sudah benar-benar mendapatkan hati Amy.
Amy segera berlari menuju gedung kampusnya, berusaha agar tak terlambat. Namun saat sedang sibuk berlari, tiba-tiba panggilan dari Blanche terdengar, dan secara spontan Amy langsung menghentikan langkahnya, menarik napas dalam, memasang senyum senatural mungkin lalu menoleh ke arah Blanche -calon anak sambungnya. Seketika Amy memukul kepalanya sendiri, karena baru saja menghayalkan hal yang konyol dan tak masuk akal.
“Kenapa kamu lari-larian begitu, sih? Kaya yang rumahnya jauh saja. Asramamu kan Cuma beberapa meter saja dari kampus,“ cibir Blanche sambil melingkarkan tangannya di lengan Amy.
“Sebenarnya hari ini aku mau ke bagian administrasi untuk mengurus pembayaran uang semester, tapI aku malah kesiangan,” ucap Amy sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
“Hmmm, nanti sebelum istirahat makan siang, aku temani deh ke ruang administrasi…” ucap Blanche sambil menoleh ke arah jalanan. “Aku seperti nggak asing dengan mobil hitam di sana itu.. seperti mobil Papa…” gumam Blanche.
Amy terhenyak kaget. Gawat! Jangan-jangan Blanche sadar jika Lucien baru saja mengantarnya. “Oh iya! Astaga! Aku hampir lupa! Blanche, semalam Amanda masuk rumah sakit!” ucapnya cepat, mencoba mengalihkan perhatian Blanche.
Blanche membola, “kenapa dengan Amanda?”
Amy mengangkat kedua bahunya, “sepertinya dia overdosis… tapi entahlah, kita nanti kesana saja, dan mendengarkan penjelasan dari dokter,” ucap Amy.
"Astaga… Overdosis? Kenapa dia bisa sampai seperti itu…” gumam Blanche yang tampak terkejut dan tak percaya.
“Kau tau waktu aku bilang melihat Amanda dan Mateo berciuman?“ bisik Amy.
Blanche mengangguk sambil menatap Amy penuh focus.
“Setelah mereka berciuman, aku melihat Mateo memberikan beberapa butir obat pada Amanda. Dan kata Papa mu, Mateo dan Ayahnya memang pengedar yang meresahkan. Makanya Papa mu marah sekali saat tau kamu berada di rumah Mateo,” jelas Amy panjang lebar.
Blanche terdiam, dia menarik napas dalam, “aku benar-benar bodoh… seharusnya aku lebih percaya pada Papa dari pada orang lain yang baru aku kenal. Aku menyesal Amy…” Blanche memeluk Amy -merasa sangat bersalah pada Papanya. Apalagi dia sempat mengatakan membenci Papanya karena melarangnya bergaul dengan Mateo.
“Semua kan sudah selesai, Blanche. Kalian sudah berbaikan. Yang penting lain kali, jika terjadi hal seperti ini lagi, menurutlah pada Papa mu. Aku yakin dia pasti lebih tau yang terbaik buatmu dari pada orang lain,” ucap Amy sambil menepuk lembut punggung Blanche.
Blanche menganggukkan kepalanya beberapa kali, “Amy… aku senang sekali punya sahabat seperti kamu. Selamanya kita jadi sahabat ya! please jangan berubah, apalagi kalau kau jadi Mama ku. Aku nggak mau…” rengek Blanche sambil memeluk Amy dengan erat.
Mendengar ucapan Blanche, tentu saja jantung Amy langsung berdebar kencang. “Memangnya… ehm, kenapa kalau misal aku jadi Mama kamu…?“ tanya Amy lirih -sedikit ragu tapi dia terlalu penasaran.
Blanche melepaskan pelukannya, lalu mendengus sambil menatap Amy, “Papa ku itu… aslinya sangat kasar dan galak! Aku tidak mau, kamu menikah dengan Papa, lalu nggak kuat menghadapi sikap Papa yang arogan, akhirnya memutuskan berpisah. Setelah itu, hubungan kita pun pasti nggak akan kembali seperti semula, ya, kan? Aku nggak mau seperti itu!”
Amy menarik napas panjang, “yang terjadi padaku dan Papamu, aku pastikan nggak akan merubah persahabatan kita-“
“Maksudnya, kamu memang benar-benar mau menjadi istri Papa?!” kaget Blanche. Matanya bahkan terbelalak menatap Amy.
”Bu-bukan begitu maksudku… maksudku itu eh.. persahabatan kita tidak akan pernah berubah… apapun yang terjadi nanti… begitu…“ jawab Amy gagap.
Blanche memicingkan matanya ke arah Amy, menyelidiki sesuatu yang Amy sembunyikan darinya. “Kenapa… samar-samar aku mencium aroma Papa saat memelukmu? Apa kalian bertemu tanpa aku?“
“Ah! Kelas hampir di mulai! Ayo cepat masuk!” Amy melihat pergelangan tangannya seolah melihat jam, padahal dia tak memakai jam tangan sama sekali. Setelah itu dia berlari cepat meninggalkan Blanche -bergegas menuju gedung kampusnya yang sudah ada di depan mata.
“Ck! mencurigakan!" gumam Blanche sambil mencibir kesal.
…
“Biaya kuliah Amy Agustina Atmaja… sudah lunas,“ ucap seorang administrator yang berumur sekitar lima puluh tahun. Dia menatap layar komputernya dan Amy yang berdiri di seberang meja kerjanya -bergantian.
Jari-jari panjangnya yang sedikit keriput, menari-nari di atas tuts keyboard, lalu dia mendekatkan wajahnya ke layar komputer dan kembali bicara, “ya, semuanya sudah lunas. Sampai tiga tahun ke depan. Kau tinggal kuliah saja tak perlu memikirkan uang kuliah lagi,” lanjutnya sambil menekan tombol enter dengan keras.
Amy terbengong-bengong tak percaya. Bagaimana mungkin uang kuliahnya sudah lunas? Mana mungkin Tante Siska membayar uang kuliahnya, tapi kalau bukan dia, siapa lagi yang mau membayar?
“Maaf, apakah anda tidak salah lihat, Miss? Saya merasa belum membayar sama sekali…” tanya Amy yang masih tak percaya.
“Ya! absolutely! Ini sudah dibayar semuanya, Lunas! Oleh Monsieur Beaufort…” si administrator tampak terkejut, lalu menatap Amy. Begitu banyak pertanyaan terlihat jelas di wajahnya, tapi dia tak berani mengungkapkannya. Dia hanya tersenyum sambil menatap Amy yang tampak sangat terkejut.
“Mo-monsieur Beaufort?” ulangnya tak percaya.
“Ya! sudah di lunasi beberapa hari yang lalu…” jelasnya.
“A… ba-baiklah… te-terima kasih…” Amy bergegas keluar dari ruang administrasi. Amy merasa sangat canggung, karena semua staff di kantor itu, langsung menatap dirinya saat nama Lucien disebutkan telah melunasi semua biaya kuliahnya.
“Bagaiman? Beres?“ tanya Blanche yang menunggu Amy di luar ruang administrasi.
“Eh, Ache…hmm, aku- aku harus menelpon seseorang. Kita bertemu lagi di kelas, ya?” ucap Amy masih dengan perasaan gugup.
“Oke… tapi kamu nggak apa-apa, kan?“ tanya Blanche yang khawatir karena melihat wajah Amy yang terlihat gugup dan panic.
“Nggak, nggak apa-apa, kok.. A-aku mau telpon dulu,“ Amy menunjukkan ponselnya pada Blanche, lalu bergegas menuju bangku panjang yang ada di dekat taman yang terletak di depan kantor administrasi.
“Hallo, ma cherie? Ada apa?” suara Lucien terdengar begitu hangat saat mengangkat panggilan telepon dari Amy.
“Lu-Luce… apa kau membayar biaya kuliahku?” tanya Amy dengan suara lirih.
“Ya, sayang… kamu nggak perlu memikirkan uang kuliah lagi sekarang. Fokuslah belajar dan cepatlah lulus supaya kita bisa menikah secepatnya,” jawab Lucien dengan nada ceria yang tak ditutupi sama sekali.
Amy menghela, “kenapa? Kenapa kamu membayar uang kuliahku… ini mahal sekali…”
“Tidak, sayang. Tidak mahal sama sekali. Bukankah kau adalah calon pemilik kebun anggur Beaufort? Uang segitu nggak ada harganya sama sekali.“ ada kehangatan yang keluar dari suara Lucien yang entah kenapa membuat mata Amy memanas dan digenangi air mata.
"Kenapa… kenapa kau begitu baik padaku, Luce… padahal saudaraku saja bersikap sangat jahat padaku… kita baru kenal… tapi kenapa kau sebaik ini… dan juga… belum tentu semua kebaikanmu ini bisa ku balas… bagaimana jika kamu sudah mengeluarkan uang sebanyak ini, tapi aku tetap menolakmu sampai akhir? Kau pasti kecewa, kan?” tanya Amy dengan suara lirih, air mata sudah mengalir deras di pipinya. Dia benar-benar terharu. Setelah kematian kedua orang tuanya, Amy baru sadar jika semua orang yang selama ini sangat baik padanya hanya memakai topeng kebohongan! Mereka semua langsung menunjukkan wajah asli mereka setelah kedua orang tua Amy meninggal, dan itu rasanya sangat menyakitkan.
Tapi di negeri antah berantah ini, Amy justru bertemu dengan orang yang sangat baik padanya.
“Amy… sayang… Kamu adalah malaikatku… kamu adalah penyelamatku, uang tak seberapa ini hanyalah bentuk rasa syukurku karena aku masih hidup sampai sekarang berkatmu. Dan sejak hari itu, aku sudah memutuskan akan menyerahkan hidupku padamu, sayang… jadi jangan merasa terbebani. Bagiku sekarang kebahagiaanmu adalah segalanya untukku.”
Amy menggigit bibirnya -kencang, berusaha keras menahan tangis yang hampir saja meledak. “Lalu.. jika aku tak menerima perasaanmu? Apakah kau bakal menarik kembali semua uang ini?” tanyanya dengan nada setengah bercanda.
“Jika kau menolakku? Hmmm...,” Lucien tampak menarik napas panjang, “Aku akan berikan uang lebih banyak lagi! Aku akan membuatkan istana untukmu, aku akan melimpahkan semua perhatian dan kasih sayangku padamu, sampai kau muak dan akhirnya mau menerima cintaku!”
Amy tergelak, tapi tak bisa di pungkiri, hatinya merasa hangat. Dia benar-benar bahagia.
“Luce…“
“Ya? sayang…?“
“Terima kasih…“ ucap Amy dengan sangat tulus.
“Dengan senang hati, Cintaku…."
👍👍👍👍👍
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
❤️❤️❤️❤️❤️
🤔🤔🤔🤔🤔
Semua akan indah pada waktunya..
Karma tidak akan salah tempat..
❤️❤️❤️❤️❤️
Jangan beri kesempatan pada lintah penghisap darah!!!
💪💪💪💪💪❤️❤️❤️❤️❤️