Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35.
Pagi itu di PT Gilvy Indonesia. Ketika jam kantor sudah dimulai, para pekerja segera beraktifitas seperti biasanya. Mereka terlihat sibuk dengan berkas, mengecek dokumen di komputer dan sejumlah agenda pekerjaan padat lainnya.
Sementara di ruangan bos Gilang, Cyra sudah menceritakan kronologis ke bosnya itu apa yang sedang dia hadapi.
Bos Gilang menyimak cerita Cyra. “Dia mengancammu? Melecehkanmu? Apa perlu kita batalkan saja kerja sama proyek berikutnya dengan PT Maxwell?”
Cyra menggeleng. “Sampai saat ini belum, tapi tidak tahu ke depannya pak Andri seperti apa? Jangan sampai saya dilecehkan, amit-amit deh Bos.”
“Mengenai kerja sama dengan PT Maxwell. Selama orang yang mewakili bukan pak Andri, tidak masalah bagi saya Bos.”
“Tak lama syuting iklan waktu itu, mereka masih di wakili pak Andri. Saya minta Dina saja yang meneruskannya sampai selesai,” tambah Cyra.
Bos Gilang menepuk kedua tangannya di lutut. “Kita lihat dulu saja Cyra. Jika pak Andri tidak puas atau mengancam kita membatalkan proyek iklan berikutnya biarkan saja. Nanti saya yang akan bertanggung jawab sepenuhnya.”
“Satu lagi. Jika pengawal itu demi keselamatanmu, saya tidak keberatan. Kamu cari dan pilih saja area terdekat dengan ruanganmu itu.”
Cyra mengangguk sambil senyum. “Baik Bos. Terima kasih sudah mengerti keadaan saya. Satu permintaan lagi boleh tidak?”
“Apa lagi Cyra?”
“Sore ini saya mau ke Bandung menyusul suami. Seninnya saya cuti boleh Bos?”
“Kamu ini! Ada saja tambahannya. Ada pekerjaan yang mendesak atau meeting dengan klien tidak untuk hari senin nanti? Jika tidak ada, boleh saja.”
Cyra tersenyum senang. “Seingat saya tidak ada sih. Terima kasih Bos Gilang. Cuti saya untuk bulan madu nanti jangan dikurangi, ya?”
“Hei kamu! Terus saja minta lagi,” gerutu si Bos tapi tertawa setelahnya.
Keduanya pun tertawa, mencairkan suasana yang sempat kaku tadi. Cyra tak lama pamit ke ruangannya.
Kini Cyra sudah berada di mejanya. Tangannya cepat meraih ponsel dan menelepon Bima. Tapi panggilannya tak kunjung dijawab. Cyra memilih mengiriminya pesan.
Cyra: Mas Bima. Nanti minta diantar sama resepsionis ke ruangan saya, ya? Bos sudah mengizinkan tadi.
Pesan sudah terkirim dan sekarang Cyra menelepon suaminya dengan nomor yang baru dibelikan papanya semalam.
Tiga kali panggilannya belum dijawab juga oleh Fandy. Saat Cyra menghubunginya lagi akhirnya dijawab juga.
Fandy terdengar menguap saat menjawabnya. “Hoamm… iya halo? Maaf ini dengan siapa?
Cyra lupa mengiriminya pesan dulu tadi kalau ia sudah ganti nomor baru.
Cyra: “Halo Bang. Ini aku… Cyra. Maaf lupa bilang kalau ini nomor baruku.”
Fandy yang baru bangun kaget tak percaya, yang menghubunginya pagi ini adalah istrinya.
Fandy: “Halo Cyra. Maaf tadi lama angkatnya, aku baru bangun. Semalam selesai melukis jam satu malam.”
Cyra sempat heran awalnya. Tak ada sapaan halo cantik atau istriku cantik seperti biasanya, tapi dia berpikir positif mungkin Fandy baru bangun tidur.
Cyra: “Ya. Tidak apa-apa, aku paham Bang.”
Fandy: “Kamu sudah tak marah lagi denganku? Sudah baca pesanku? Aku beneran jujur padamu Cyra.”
Cyra: “Masih sedikit sih marahnya, tapi kalah sama besarnya rinduku padamu Bang. Iya, aku tahu dan sudah baca pesanmu tadi.”
Fandy: “Maafkan aku Cyra. Sungguh… sangat menyesalinya dan akupun selalu merindukanmu.”
Cyra: “Aku maafkan kok Bang. Tunggu aku, ya? Nama hotelnya apa dan kamar berapa?”
Fandy: “Di Favehotel Braga. Nomor kamar nanti aku kirim via whatsapp. Mau langsung ke hotel sendiri? Tidak mau kujemput?
Cyra: “Tidak usah Bang. Aku dari Bandara langsung saja, kebetulan ada pengawal papa mengantarku.”
Fandy terdiam lalu bertanya. “Pakai pengawal sekarang? Laki-laki atau perempuan?”
Cyra: “Laki-laki. Bima namanya. Nanti aku jelasin semuanya saat kita bertemu, oke?”
Fandy yang semakin penasaran, tapi tak ingin bertanya lebih jauh.
Fandy: “Baik cantik. Aku tunggu kamu, ya? Hati-hati istriku di jalan nanti.”
Cyra: “Iya suamiku. Kamu lanjut sarapan atau tidur saja lagi. Aku mau lanjut kerja. Bye ganteng.”
Telepon pun berakhir. Cyra mulai fokus dengan laptopnya. Beberapa laporan dan tawaran kerja sama baru proyek iklan mulai dia kerjakan satu persatu.
Dia hanya ingin, semua pekerjaan yang bisa diselesaikan hari ini bisa tuntas semuanya sebelum dia ke Bandung.
Sejenak dia melupakan insiden video call dengan Fandy kemarin. Dia yakin suaminya itu tak akan mengkhianatinya.
“Aku harus belajar mempercayai Fandy, meski ada jarak dan waktu memisahkan saat ini. Aku yakin rasa sayang kami akan semakin bertumbuh setiap saat dan tak mudah goyah, jika kami saling menjaganya,” batin Cyra optimis.
Sementara itu, Bima membawa Andri ke suatu tempat tak jauh dari kantor Cyra. Awalnya Andri menolak ikut, tapi karena diancam Bima akhirnya terpaksa mengikutinya.
Di dalam suatu ruangan khusus, Andri dipaksa duduk di sebuah kursi yang disiapkan Bima. Ada beberapa televisi di depan mereka. Bima lalu berdiri di dekat televisi.
Andri terheran dibuatnya. “Untuk apa semuanya ini?” batinnya.
Bima menatap Andri tajam. “Bapak lihat semuanya sekarang!” perintah Bima yang langsung menyalakan semua televisi yang berjumlah delapan buah.
Andri tercengang melihatnya. Semua rekaman kejadian saat dia membuntuti Cyra dari kantor hingga ke rumahnya, bahkan saat menunggu di minimarket tempo hari juga ada.
Ada yang lebih membuat dia lebih tercengang, beberapa foto dan video Cyra yang diambilnya diam-diam diputar juga. Andri berkali-kali menahan napas dan menelan ludah saking gugupnya.
“Bagaimana Pak Andri sudah jelas semua buktinya sekarang, kan? Jika anda masih ingin berbuat lebih nekat lagi. Jangan salahkan saya main hakim sendiri, sebelum menyerahkan anda ke polisi.”
“Silahkan Bapak coba saja, jika masih punya nyali” tantang Bima.
Andri tidak terima kalau semua rahasianya sudah terbongkar, langsung berdiri dan memukul Bima di perutnya.
Buughhh!
Bima yang tak sempat mengelak, menerima pukulan yang cukup keras dari Andri sempat merintih. “Ughhh!”
Tangan kekar Bima langsung menahan tangan Andri yang berniat memukulnya lagi. “Jika memang anda ingin bukti anda bertambah lagi, silahkan saja pukul saya lagi!”
“Ruangan ini ada CCTV. Saya pastikan anda mendapatkan pasal berlapis nanti,” ancam Bima.
“Siapa anda? Ada hubungan apa dengan Cyra? Dari mana anda mendapat semua bukti tadi?”
“Saya sudah bilang tadi, siapa saya bukan hal penting. Bukti kejahatan seseorang sangat mudah diperoleh jika didukung oleh tim ahli.
“Saya beri anda waktu 1x24 jam untuk pergi dari kota ini. Jika boleh saya sarankan, ke luar negeri saja itu lebih baik.”
“Jika anda mengabaikan peringatan terakhir ini, saya pastikan hidup anda tidak aman lagi.”
Andri mendadak ciut nyalinya, lelaki di depannya tidak main-main dengan ancamannya, tapi dia tak ingin terlihat takut.
“Baik saya ikuti mau anda. Tapi saya juga tidak akan tinggal diam. Jika semua bukti ini tersebar atau sampai ke tangan polisi, anda akan tahu akibatnya! Saya juga bisa melaporkan anda ke polisi” Andri balik mengancam.
Bima senyum menyeringai. “Laporkan saya sekarang silahkan! Kita lihat dan buktikan saja nanti, anda atau saya yang akan berurusan duluan dengan polisi?”
sudah nolak malah di biarkan ada2 saja nih Fandy😩