Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Lin Hua tersentak dan langsung membuka matanya lebar-lebar. Di hadapannya, berdiri sosok yang sangat familiar namun terasa asing, Pangeran Han Yuan. Tidak, bukan Pangeran Han Yuan yang sering ia lihat dengan tatapan kosong dan senyum misterius, melainkan Putra Mahkota Han Xuan yang berwibawa dan penuh aura kekuasaan. "Yang Mulia..." gumamnya terkejut, suaranya nyaris tak terdengar.
Di depannya, Putra Mahkota Han Xuan tersenyum tipis, senyum yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. "Apakah kehadiranku mengejutkanmu, Nona Wei?" tanyanya lembut, suaranya sangat pelan namun menusuk indra pendengaran Lin Hua, membuatnya merinding.
Lin Hua membeku di tempatnya, otaknya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jika itu Pangeran Han Yuan, Lin Hua masih bisa memakluminya, menganggap pria itu memang sudah tidak waras. Tapi ini Putra Mahkota! Pewaris tahta!
"Ya... Yang Mulia..." Lin Hua merasakan tekanan yang tidak kasat mata menghimpitnya, membuatnya sulit bernapas dan tubuhnya terasa kaku, tidak bisa digerakkan. Aura Putra Mahkota Han Xuan begitu kuat, membuatnya merasa kecil dan tidak berdaya.
"Ini kali keduanya aku melihatmu mandi dalam keadaan seperti ini, apakah kau masih tidak ingin meminta pertanggungjawaban dariku, Nona Wei?" bisiknya menggoda, tangan Putra Mahkota Han Xuan terangkat perlahan, mengelus pipi Lin Hua yang terasa panas membara. Sentuhan itu lembut namun terasa membakar kulitnya.
"Ya... Yang Mulia..." Lin Hua seketika gagap, kehilangan semua kata-kata yang ingin ia ucapkan. Wanita cerdas dan penuh perhitungan itu benar-benar menjadi bodoh saat dihadapkan pada situasi seperti ini.
Putra Mahkota Han Xuan mencubit dagu Lin Hua dengan lembut, memaksanya untuk menatap langsung ke dalam mata gelapnya yang menyimpan misteri. "Aku menunggumu di istana, Nona Wei. Jangan membuatku menunggu terlalu lama," ucapnya dengan nada memerintah namun terdengar seperti janji manis, lalu sebuah kecupan singkat namun penuh makna mendarat di bibir Lin Hua yang bergetar.
Mata wanita itu membola, terkejut dengan keberanian Putra Mahkota. Namun, belum sempat ia bereaksi, Putra Mahkota Han Xuan menghilang begitu saja, seolah ditelan oleh kegelapan. Meninggalkan Lin Hua yang terpaku di dalam bak mandi dengan jantung berdebar kencang.
"Argh! Sial! Kakak beradik sialan!" teriak Lin Hua frustrasi, meluapkan semua kekesalan yang ia rasakan. Ia merasa dirinya dipermainkan oleh Putra Mahkota Han Xuan dan Pangeran Han Yuan, dijadikan pion dalam permainan mereka yang rumit.
Lin Hua menenggelamkan seluruh tubuhnya di dalam kolam air dingin itu, berharap dapat menenangkan diri. 'Sialan! Bagaimana bisa aku terjebak dalam permainan kedua pria itu! Apa yang sebenarnya mereka inginkan dariku?' umpatnya dalam hati, giginya gemeretak menahan amarah.
'Tapi tunggu!'
Lin Hua langsung menyembulkan dirinya kembali ke permukaan, air menetes dari rambutnya yang basah. "Kedua kalinya? Bukankah ini kali pertama Putra Mahkota mengintipku?" gumamnya bingung, keningnya berkerut dalam. Ada sesuatu yang janggal di sini, sesuatu yang tidak ia pahami. Mungkinkah ada rahasia lain yang disembunyikan oleh Putra Mahkota Han Xuan?
Lin Hua kini berada di ruang kerjanya, setelah menghabiskan satu jam berendam di dalam air dingin untuk menjernihkan pikiran. Wanita itu duduk di balik meja besar yang dipenuhi tumpukan dokumen, memeriksa laporan dari anak buahnya dengan teliti. "Berapa jam perjalanan ke sana?" tanya Lin Hua dengan nada serius, setelah mendapatkan informasi mengenai identitas penyewa jasa pembunuh bayaran yang menargetkan Jenderal Chen beberapa waktu lalu.
"Setidaknya dua hari perjalanan dengan kuda tercepat," jawab Yunpeng, salah satu tangan kanannya yang selalu setia mendampinginya.
Lin Hua mengusap wajahnya kasar, merasa lelah dengan semua masalah yang datang silih berganti. "Tiga hari lagi kita akan pergi ke wilayah selatan untuk ekspansi bisnis. Persiapkan diri kalian semua, jangan sampai ada kesalahan sekecil apapun," ujar Lin Hua dengan nada tegas, matanya menatap tajam setiap anggota Lotus yang berada di ruangan itu.
Yunpeng dan beberapa anggota Lotus lainnya yang berada di sana mengangguk serempak, menunjukkan kesiapan mereka. "Baik, Nona," jawab mereka dengan penuh hormat.
Tiba-tiba, pintu ruang kerja Lin Hua terbuka, dan Yuwen masuk dengan tergesa-gesa, membawa sebuah pesan dari kediaman Wei. "Nona, Ayah Anda dipanggil oleh Kaisar Han Ruo Xun untuk menghadap ke istana," ujar Yuwen dengan nada khawatir.
Lin Hua mengerutkan dahi, merasa tidak senang dengan berita tersebut. Namun, tak lama kemudian ia menghela napas berat, mencoba menenangkan diri. "Apakah aku tidak bisa beristirahat barang sebentar saja? Benar-benar merepotkan," ujar Lin Hua dengan nada kesal, karena ia merasa undangan dari Kaisar Han Ruo Xun bukanlah sekadar undangan biasa untuk seorang investor. Ia yakin, ada sesuatu yang kembali menyulitkannya, sebuah masalah baru yang akan menguji kesabarannya.
Yuwen terkekeh kecil melihat ekspresi kesal Lin Hua. "Dan Yang Mulia Kaisar meminta Anda untuk ikut serta dengan Tuan Wei untuk menghadap ke istana," ujarnya lagi, menambahkan beban di pundak Lin Hua.
"Haish... Sudahlah, kalian pergilah. Aku ingin beristirahat," usir Lin Hua dengan nada lelah, mengisyaratkan agar semua anggota Lotus meninggalkan ruangannya.
Mereka dengan patuh meninggalkan ruangan Lin Hua, memberikan ruang bagi wanita itu untuk menenangkan diri. Sedangkan Lin Hua kembali memeriksa laporan dari salah satu anak buahnya yang menemukan sesuatu yang aneh di tempat kejadian saat ia menyelamatkan Jenderal Chen dari ledakan bom.
"Jadi, benar-benar ada yang melintas waktu dari zaman modern ke sini?" gumam Lin Hua dengan nada terkejut, saat ia mendapatkan informasi yang sangat mengejutkan. Menurut laporan tersebut, ada seorang wanita asing yang terkurung di tempat target mereka, dan wanita itulah yang dikatakan telah merancang benda yang bisa meledak tersebut. Benda yang tidak mungkin ada di zaman ini.
Keesokan harinya, keluarga Wei bersiap untuk melakukan perjalanan ke istana sesuai dengan undangan Kaisar Han Ruo Xun. Lin Hua, yang biasanya lebih memilih pakaian sederhana dan praktis, kini sedikit lebih memperhatikan penampilannya. Ia mengenakan hanfu berwarna biru laut dengan sulaman perak yang halus, serta hiasan kepala dari perak yang berkilauan, menambah kesan anggun dan elegan pada penampilannya.
"Salam hormat, Kaisar," ucap Tuan Wei dengan suara lantang, diikuti oleh Lin Hua dan anggota keluarga Wei lainnya. Mereka membungkuk hormat di hadapan Kaisar Han Ruo Xun yang duduk megah di atas singgasananya.
"Silahkan berdiri," ujar Kaisar Han Ruo Xun dengan nada ramah, senyumnya mengembang di wajahnya yang tampan.
Keluarga Wei kemudian menegakkan tubuh dan berdiri menghadap Kaisar, mencoba menunjukkan sikap hormat dan tenang. Kaisar Han Ruo Xun memandang mereka satu per satu dengan tatapan menyelidik, namun senyumnya tetap terukir di wajahnya. Pria di atas singgasana itu terlihat sangat ramah dan bersahabat, memancarkan aura karisma yang memikat. Namun, tidak demikian dengan Lin Hua, yang terus memasang wajah datar dan lelah, menyembunyikan kewaspadaan dan kecurigaan yang berkecamuk di dalam hatinya.
"Kudengar, hubungan Pangeran Kedua dan Nona Muda keluarga Wei semakin erat, ya?" ujar Kaisar Han Ruo Xun dengan nada menyelidik.