Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Pergi Kak !!
"Pasti kakak enggak marah ke Mbak Gendhis. Aku udah tau jawabannya," cicit Lintang lirih terdengar sendu, setelah ia menunggu beberapa menit namun bibir Alan masih bungkam.
Bagi Lintang, diamnya Alan adalah jawaban jika sang suami tidak marah sedikitpun pada Gendhis ketika wanita itu menyentuh ponselnya.
"Lin,"
"Adek ngantuk. Adek mau tidur," ucap Lintang yang memilih memejamkan kedua matanya kembali sembari memeluk erat gulingnya. Bukan guling hidup, tapi guling buatan pabrik.
"Lin,"
"Pergi, Kak! Aku malas lihat muka kakak! Hiks...hiks..." usir Lintang setengah berteriak sembari terisak.
Lintang sendiri tak habis pikir mengapa malam ini dirinya tak bisa mengendalikan amarahnya pada Alan, pria sekaligus suami yang sangat dicintainya itu. Bahkan Lintang menyalahkan dirinya sendiri karena berusaha tak menangis di depan Alan, tapi justru air matanya berkhianat.
Denyut jantung Alan mendadak berdetak cukup kencang. Hatinya begitu mencelos usai mendengar kalimat dari Lintang barusan yang begitu menohok.
Alan sendiri pun tak tau. Biasanya ia lebih sering cuek dengan sikap Lintang padanya. Tapi, malam ini entah mengapa ia begitu perasa.
Jika Lintang bersikap menggemaskan, ia selalu tersenyum. Jika Lintang menunjukkan marahnya dengan sikap dingin, biasanya ia cuek.
Tak berselang lama, Lintang merasakan pergerakan dari Alan jika suaminya itu turun dari ranjang. Detik selanjutnya...
Ceklek...
Derit pintu kamar utama dibuka oleh Alan. Lalu, tak lama terdengar pintu menutup rapat.
Setelah dirasa sang suami pergi, Lintang membuka kedua matanya yang sudah basah oleh air matanya. Lintang menatap nanar pintu kamarnya yang sudah tertutup.
"Hiks...hiks...hiks..."
Lintang pun semakin menangis pilu. Lalu, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Punggungnya bergetar hebat menandakan sang empunya masih terisak.
☘️☘️
Satu jam kemudian.
Setelah cukup mereda tangisnya, Lintang baru tersadar bahwa ia bersalah pada Alan.
Ya, semarah apapun seharusnya sebagai istri ia tak mengusir suaminya. Terlebih sang suami sudah meminta maaf padanya.
Ingatlah, bahwa dominan para wanita adalah makhluk yang mudah memaafkan. Namun wanita juga adalah pengingat yang sejati. Terlebih dalam hal mengingat kesalahan pasangannya.
"Kenapa kakak enggak masuk ke kamar ini lagi? Apa kakak beneran pergi?" batin Lintang yang giliran resah.
Seketika Lintang turun dari ranjangnya. Ia menyeka air matanya secara asal.
BRAKK !!
Lintang membuka secara kasar pintu kamarnya.
"Kakak," panggil Lintang karena tak melihat Alan di depan kamar mereka.
Kemudian Lintang pergi ke depan yakni ruang tamu juga tidak ada. Lintang membuka kamar tamu yang ada di samping kamarnya, juga nihil. Alan tidak ada di sana. Kamar tamu dalam kondisi masih rapi dan tak berpenghuni.
Tap...tap...tap...
Derap langkah kaki Lintang terdengar seram_pangan. Ia bergegas pergi ke arah dapur.
"Kakak," panggil Lintang kembali.
Tidak tampak batang hidung Alan di sana. Namun saat tubuhnya hendak berbalik, Lintang melihat pemandangan tak biasa di meja makan. Perlahan, Lintang pun mendekatinya.
Tampak sepiring spaghetti carbonara yang lezat tersaji di meja makan. Ini adalah makanan kesukaan Lintang yang biasa dipesannya di restoran.
Lintang beberapa kali pernah mencoba untuk memasaknya, namun hasilnya tidak sesuai ekspektasinya. Rasa yang tersaji menurut Lintang masih kurang pas di lidahnya. Bahkan pernah awal-awal ia mencoba membuatnya, justru spaghetti nya lengket.
Hanya Alan yang bisa membuatkan rasa yang cocok dan pas di lidah Lintang. Ya, pernah sekali Alan membuatkan Lintang spaghetti carbonara dan rasanya begitu lezat.
Bahkan sewaktu Alan memasaknya kala itu, ia juga memberikan beberapa tips memasak spaghetti yang benar pada Lintang.
Ketika merebus spaghetti tak lupa juga untuk mencampurkan satu sendok makan minyak dan seperempat sendok teh garam. Dengan tujuan agar spaghetti nya tak lengket dan garam bisa menambah kelezatan masakan tersebut.
Lintang pun tersenyum dan semakin terharu menatap masakan kesukaannya tersebut di atas meja makan yang ia yakini dimasak oleh Alan untuknya. Puzzle-puzzle kenangan indah itu masih tersemat baik di benaknya dan takkan terlupa.
Ada secarik catatan kecil di dekat piring spaghetti tersebut berikut ponsel pribadi Alan dalam kondisi off alias mati.
Jari-jemari Lintang pun mengambil catatan tersebut, lalu membacanya.
Jangan lupa makan.
Kakak pasti sedih kalau kamu sampai sakit. Kata orang, marah itu butuh tenaga. Jangan lupa dihabiskan ya spaghetti buatanku ini biar ada tenaga lebih buat pukul kakak. Supaya kamu nyaman dan enak memakannya, kakak pergi sesuai keinginanmu.
Ponsel, kakak tinggalkan di rumah. Satu hal yang perlu kamu tau, kamu boleh pegang atau buka ponsel kakak.
Maaf...
Lintang meletakkan catatan kecil itu kembali di atas meja. Seketika ia membalikkan tubuhnya dan berlari ke pintu utama hendak ke luar rumah.
"KAKAK !!" teriak Lintang.
Ia berusaha mencari keberadaan Alan. Berharap suaminya itu belum pergi jauh.
Sungguh, ia memang marah dan kecewa pada Alan. Akan tetapi, ia tak berniat mengusir Alan secara sungguh-sungguh. Lisannya mendahului pikiran dan hatinya. Ia tak ingin Alan pergi dari hidupnya.
Air mata yang sudah mengering, kini perlahan kembali mengucur di wajah Lintang tanpa permisi.
Dilihatnya di garasi masih tampak semua kendaraan ada di sana baik mobil, motor Alan, motor Lintang dan dua sepeda angin couple an.
"Apa kakak pergi naik taksi atau ojek?" batin Lintang.
Seketika pagar rumah Lintang buka dengan cepat. Setelah terbuka, Lintang pun segera berlari keluar menuju jalan raya. Tanpa sadar ia sama sekali tak memakai alas kakinya ketika keluar rumah.
Pikiran dan hatinya sedang kacau. Lintang tak mampu berpikir dengan jernih. Yang ia inginkan saat ini hanya melihat dan menemukan Alan, suaminya.
"KAKAK JANGAN PERGI !! ADEK SAYANG KAKAK. HUHU..."
Bersambung...
🍁🍁🍁
gemes sm si lintang jdnya