NovelToon NovelToon
Pembalasan Anak Korban Pelakor

Pembalasan Anak Korban Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Cerai / Keluarga / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

"Aku akan menghancurkan semua yang dia hancurkan hari ini."
Begitulah sumpah yang terucap dari bibir Primordia, yang biasa dipanggil Prima, di depan makam ibunya. Prima siang itu, ditengah hujan lebat menangis bersimpuh di depan gundukan tanah yang masih merah, tempat pembaringan terakhir ibunya, Asri Amarta, yang meninggal terkena serangan jantung. Betapa tidak, rumah tangga yang sudah ia bangun lebih dari 17 tahun harus hancur gara-gara perempuan ambisius, yang tak hanya merebut ayahnya dari tangan ibunya, tetapi juga mengambil seluruh aset yang mereka miliki.
Prima, dengan kebencian yang bergemuruh di dalam dadanya, bertekad menguatkan diri untuk bangkit dan membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesetiaan Pak Yusuf

"Mama, aku pulang."

Suara teriakan Primordya memecah keheningan rumah Anita sore itu. Prima yang baru sampai di rumah dari pulang sekolah berlari sambil berteriak memanggil ibunya.

"Mama, Papa!!"

"Loh, loh non, jangan teriak-teriak begitu di dalam rumah, pamali."

Asih yang menyambutnya dari arah dapur ikut berlari menghampiri Prima yang hendak naik ke lantai 2. Dengan sikap ia menangkap tas sekolah prima yang dilemparkan ke arahnya.

"Tangkap bi Asih!"

"Haduh, haduh. Non, kok dilempar."

"Bi, mama mana? Papa pulang ya katanya?"

"Mama di ruang kerja, lagi siap-siap mau ketemu klien katanya. Kalau papa Non, tadi pergi ke kantor sama pak Yusuf."

"Yaah, kok papa gak nunggu Prima pulang sekolah dulu sebelum ke kantor?"

"Wah, bi Asih gak tau tuh non."

"Hih sebel!"

Prima merajuk kesal menghentak-hentakkan kaki di anak tangga menuju ke lantai 2. Sambil terus menggerutu ia menuju kamar kerja ibunya.

"Mama."

"Eh, anak mama sudah pulang sekolah? Kenapa kok mukanya cemberut gitu?"

Anita yang sedang memasukkan berkas-berkas ke dalam tas kerjanya menoleh sejenak ke arah Prima yang mengambil duduk di samping meja kerja ibunya. Tangannya terlipat di depan dada dengan wajah kesal.

"Papa kok baru pulang udah maksud berangkat kerja nggak mau nungguin Prima dulu. Prima kan kangen sama papa."

"Loh, bukannya papamu jemput kamu ke sekolah tadi?"

"Enggak. Papa gak jemput. Yang jemput cuma pak Yusuf aja."

"Tapi tadi papamu bilang mau jemput kamu sama pak Yusuf, katanya mau ngasih kamu kejutan."

"Tapi beneran Bapak Yusuf jemput Prima sendirian ma."

Prima merajuk manja.

"Ya sudah, ya sudah. Mungkin papamu ada banyak kerjaan di kantor. Kan sudah satu minggu kantornya ditinggal Papa pergi ke Swiss."

"Ih, papa kalau udah sama. Kerjaannya selalu lupa sama aku."

"Nggak ada yang lupa sama kamu sayang, masa iya papa lupa sama Putri mahkota kesayangan satu-satunya. Papa cuma lagi sibuk sama kerjaan, Jangan marah. Nanti malam kita minta Papa aja makan malam bersama oke?"

Anita membelai rambut Prima yang panjang terurai. Mencoba menghibur hatinya yang dongkol karena merasa diabaikan oleh ayahnya. Si anak tunggal ini memang paling tidak suka jika diabaikan, terlebih oleh kedua orang tuanya.

"Sekarang ganti bajumu dan makan lah dulu. Mama ada janji penting dengan klien sore ini. Mama janji setelah urusan mama selesai, Mama akan jemput papa dan meminta Papa mengajakmu makan malam di luar. Kamu boleh menentukan mau makan malam apa dan di mana nanti."

"Tapi beneran ya nanti malam kita makan bersama."

"Iya sayang, sudah sana ganti bajumu dan makan dulu."

Dengan wajah yang masih ditekuk kusut Prima berjalan keluar kamar kerja Anita. Anita menatapnya dari belakang sambil geleng-geleng kepala.

"Dasar anak papa. Kalau sudah kangen sama papanya pasti marah-marah."

Gumam Anita sambil melanjutkan kembali pekerjaannya.

Sejenak Anita berpikir, lalu kemana suaminya pergi. Iya ingat betul bahwa Pramudya berjanji akan menjemput Prima pulang sekolah.

Anita mengambil ponselnya lalu menghubungi pak Yusuf.

"Halo, pak. Bapak dimana?"

"Halo Nyah, saya digarasi Nyah. Nyonya mau saya antar kemana?"

"Tidak usah Pak Yusuf saya pergi sendiri saja. Tolong siapkan saja mobil saya. Oh iya pak Yusuf, ke mana Tuan Pram?"

"Tuan Pram tadi saya antar ke kantor, Nyonya. Lalu Tuan Pram menyuruh saya untuk menjemput Nona Prima. Ada apanya nyonya?"

"Oh begitu, tadi siang tuan Pram bilang katanya mau jemput Prima bareng sama pak Yusuf."

"Eh, nggak Nyonya, Tuan tidak ikut jemput nona Prima."

"Oh, ya sudah kalau begitu. Mungkin banyak kerjaan di kantor. Ya sudah pak Yusuf, minta tolong siapkan mobil saya."

"Baik Nyonya."

Telepon terputus. Menyisakan perasaan tidak enak pada Pak Yusuf. Iya lalu menghubungi Samuel untuk memastikan apakah Tuan Pram ada bersamanya. Tidak bermaksud untuk mencampuri urusan Pramudya, tetapi Pak Yusuf merasa punya kewajiban untuk menjaga keluarga ini dari hal-hal yang bisa saja merusaknya.

"Tuan Sam, apa tuan sedang bersama Tuan Pram sekarang?"

"Gak pak Yusuf. Tuan Pram pergi sama Burhan."

"Tuan tau, pergi kemana?"

"Eh,"

Suara Samuel mengambang, seperti ragu untuk mengatakan sesuatu. Samuel tidak yakin, apakah pertanyaan Pak Yusuf memang benar-benar pertanyaan yang dilontarkan karena mencari keberadaan Tuan Pramudya. Ataukah itu hanya pertanyaan jebakan dari Pak Yusuf saja, yang ingin mengujinya, apakah ia tahu apa yang sedang dilakukan oleh Tuan Pram.

"Tuan?"

"Eh, maaf pak Yusuf. Saya tidak tau tuan Pram dan Burhan pergi kemana. Saya sedang banyak pekerjaan di kantor. Maaf ya pak Yusuf."

Tanpa memberi kesempatan Pak Yusuf untuk menjawab, Samuel menutup saluran telepon. Hal ini justru membuat kecurigaan Pak Yusuf semakin besar. Ia yakin betul bahwa sebetulnya Samuel tahu ke mana perginya Tuan Pram dan Burhan, rekan kerja Samuel.

Pak Yusuf tidak berhenti sampai di situ. Ya lantas menghubungi Burhan dengan ponselnya.

"Tuan Burhan, apa tuan bersama Tuan Pram?"

"Erm, untuk saat ini tidak pak Yusuf. Ada apa?"

"Maksud Tuan untuk saat ini, apa?"

"Ya maksudnya, sekarang saya tidak sedang bersama Tuan Pramudya."

"Tapi Tuan tahu, di mana Tuan Pramudya sekarang?"

"Sebetulnya ini ada apa Pak Yusuf? Kalau memang Pak Yusuf ada perlu dengan Tuan Pram, lebih baik Pak Yusuf langsung menghubungi Tuan Pram saja."

"Saya hanya perlu tahu dari tuan Burhan, di mana Tuan Pram sekarang berada."

"Pak Yusuf, sa-"

"Tuan Pram bersama perempuan itu kan? Nyonya Julia?"

"Pak Yusuf, bapak-"

Suara Burhan tercekat. Iya sedikit terkejut karena ternyata bukan hanya dirinya dan Samuel saja yang mengetahui tentang hubungan Tuan Pram dengan Nyonya Julia. Tetapi bahkan Pak Yusuf, sopir pribadi keluarga Tuan Pram juga mengetahui skandal tersebut.

Apakah ini berarti bahwa Nyonya Anita juga mengetahui perselingkuhan ini, batin Burhan cemas.

"Berati benar, Tuan Pram sedang bersama dengan Nyonya Julia?"

"Pak Yusuf, alangkah baiknya jika kita tidak terlalu ikut campur dengan urusan Tuan Pram. Bagaimanapun kita hanyalah pegawai biasa. Kita tidak punya hak untuk mengatur Tuan Pram, tentang apa yang harus dilakukan dan yamg tidak boleh dia lakukan."

"Tuan Burhan, boleh jadi saya memang hanya pegawai biasa bagi Tuan Pram. Tapi bagi saya, keluarga Tuan Pram adalah keluarga saya juga. Saya punya kewajiban untuk menjaga hal-hal yang bisa menghancurkan keluarga ini. Saya berharap, Tuan Burhan dan Tuan Samuel juga memiliki pemikiran yang sama dengan saya, untuk bisa sama-sama menjaga keluarga Tuan Pram dari bahaya."

Pak Yusuf mematikan ponselnya. Sementara Tuan Burhan masih membeku, tercengang mendengarkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh pak Yusuf lewat saluran telepon. Kata-kata yang sederhana namun cukup menancap di hatinya.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!