Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.
Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.
Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.
Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?
Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35. VOTING.
Melihat kedatangan kedua orang itu, seorang pria bertubuh gembul dengan kepala botak yang tak lain adalah ketua panitia segera berdiri dari kursinya. Dengan wajah cemas, ia cepat-cepat menghampiri mereka lalu membawa keduanya sedikit menjauh dari meja dewan juri.
Namun, tatapan beberapa dewan juri mengikuti gerak-gerik mereka. Ada sesuatu yang mencurigakan, terlihat jelas dari wajah serius Pak Anis yang beberapa kali mengusap keningnya dengan saputangan, seolah ada ketakutan besar yang di sembunyikan oleh pria paruh baya itu.
Sesampainya di sudut ruangan, Pak Anis menarik napas panjang.
“Kalian tidak perlu khawatir. Semua sudah diatur dengan baik. RAYMOND Grup akan keluar sebagai pemenang dalam lomba ini,” suara pak Anis begitu kecil seolah-olah sedang berbisik.
Salah satu pria berjaket hitam mengangguk singkat, namun tatapannya menusuk tajam.
“Kami percaya padamu, tapi jangan coba-coba berkhianat. Jika sampai berani membohongi kami, jangan salahkan bila hidupmu bahkan keluargamu akan kami buat menderita.”
Ancaman itu membuat wajah Pak Anis seketika pucat. Tangannya yang memegang saputangan bergetar halus, meski ia berusaha tersenyum untuk menyembunyikan ketakutannya itu.
“Tenang… tenang saja. Saya tahu taruhannya terlalu besar untuk main-main. Kemenangan ini sudah pasti menjadi milik RAYMOND Grup,” jawabnya terbata, lebih untuk menenangkan dirinya sendiri.
Salah satu dari pria berjaket hitam merogoh ke balik jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah amplop tebal lalu menyerahkannya kepada Pak Anis.
Sebelum mengambil amplop itu Pak Anis menoleh ke Kanan dan kiri, memastikan tidak ada yang melihatnya, Dirasa aman dengan senyum sumringah pak Anis mengambil amplop itu dan buru-buru menyembunyikan di balas jasnya.
Sebelum keluar ruangan, salah satu pria berjaket itu menepuk pundak Pak Anis, terlihat biasa saja, tapi tekanan nya cukup kuat, seolah-olah sebuah peringatan tak terucap.
Pak Anis kembali ke tempat duduknya, berusaha bersikap tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Senyumnya dipaksakan, tangannya merapikan jasnya.
Namun, sebagian dari dewan juri yang berada di ruangan itu sebenarnya sudah menyadari apa yang baru saja terjadi. Mereka melihat jelas bagaimana Pak Anis melakukan transaksi dengan kedua pria berjaket hitam tadi. Meski tak ada yang berani langsung menegurnya.
Rapat kembali dilanjutkan untuk menentukan siapa yang layak menjadi pemenang lomba ini. Penilaian para juri berfokus pada dua hal utama, kualitas presentasi dan bukti nyata pencapaian perusahaan.
Dalam aspek presentasi, TERATAI Grup berhasil meraih poin lebih tinggi dibanding para pesaingnya. Namun, saat penilaian beralih ke bukti nyata di lapangan, mereka masih tertinggal jauh dari RAYMOND Grup, perusahaan yang sudah berulang kali memenangkan tender, meski sebagian besar masih dalam skala kecil.
Para dewan juri menghadapi dilema besar, memilih TERATAI Grup ataukah RAYMOND Grup sebagai perusahaan yang berpeluang memenangkan tender kali ini.
Salah satu juri kemudian mengusulkan agar keputusan dilakukan melalui voting. Usul tersebut akhirnya disetujui oleh semua dewan juri.
Untuk memberi kesempatan menjernihkan pikiran sekaligus mempersiapkan diri sebelum proses voting dimulai, Pak Anis memutuskan memberikan waktu istirahat selama sepuluh menit. Namun, keputusan itu tampaknya bukan tanpa alasan, ada sesuatu yang tersirat di balik sikapnya, seolah ia menyimpan rencana lain.
Satu per satu dewan juri bangkit dari tempat duduknya. Dengan tatapan penuh perhitungan, Pak Anis memanggil beberapa orang di antara mereka untuk mengikutinya. Bukan tanpa alasan ia memilih keempat juri tersebut, pak Anis tahu, mereka adalah pihak yang cenderung berpihak pada TERATAI Grup. Sedangkan sisa dewan juri lainnya, ia yakin masih bisa ia kendalikan. Tanpa menaruh curiga, keempat juri itu mengikuti langkahnya, berjalan di belakang menuju sebuah gudang yang tampak sunyi.
Sesampainya di sana, Pak Anis menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan situasi aman, Lalu segera menutup pintu rapat-rapat.
Pak Anis mengeluarkan sebuah amplop yang sejak tadi disembunyikannya di balik jas. Keempat dewan juri saling berpandangan, lalu mengedikkan bahu seakan sudah bisa menebak isinya.
Dengan gerakan perlahan namun pasti, Pak Anis membuka amplop itu. Dari dalamnya tampak beberapa lembar uang merah yang tebal.
Tanpa banyak bicara, ia membagikan satu ikat kepada masing-masing juri.
“Dalam voting nanti, kalian harus memilih RAYMOND Grup. Jangan sampai TERATAI Grup yang keluar sebagai pemenang dalam tender kali ini.”
Dengan wajah pucat, salah satu dewan juri berbisIk.
“Tapi… bagaimana jika Tuan Bram tahu? Kita bisa celaka… bahkan kehilangan pekerjaan.”
Pak Anis menarik napas panjang, lalu mendekat sambil menatap tajam mereka satu per satu.
“Tenang saja. Selama kalian diam dan mengikuti arahan, tak akan ada yang tahu. Kemenangan RAYMOND Grup sudah diatur, dan itu bukan sesuatu yang bisa diganggu gugat.”
Seorang juri lain menelan ludah, suaranya bergetar.
“Kalau TERATAI Grup benar-benar lebih unggul… bagaimana kita bisa menutupi hasil aslinya?”
Pak Anis menyeringai tipis.
“Biarkan aku yang mengurus sisanya. Tugas kalian hanya satu, duduk manis saat voting, dan pastikan suara kalian jatuh pada RAYMOND Grup. Uang yang kalian pegang itu adalah jaminan… sekaligus peringatan.”
Keheningan sejenak menyelimuti ruangan. Para juri saling pandang, rasa takut bercampur dengan ambisi.
Pak Anis kembali memasukkan amplop itu ke dalam saku jasnya, diikuti oleh yang lain. Perlahan, pria paruh baya itu mengintip dari celah pintu, lalu membuka sedikit demi sedikit hingga cukup lebar. Sama seperti saat mereka masuk, ia menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan keadaan aman. Baru setelah itu mereka melangkah keluar satu per satu.
Tanpa terasa sepuluh menit berlalu. Beberapa dewan juri sudah berada di dalam ruangan, menunggu kedatangan yang lain.
Begitu semua duduk di tempat masing-masing, Pak Anis memberi isyarat kepada salah seorang juri untuk membagikan lembar voting.
Suasana menjadi hening, hanya terpancar keseriusan dari wajah mereka. Saat itu, pilihan harus ditentukan, apakah TERATAI Grup atau RAYMOND Grup yang akan keluar sebagai pemenang tender kali ini.
Sepuluh dewan juri mulai menorehkan tinta di atas kertas, meninggalkan jejak keputusan yang akan menentukan nasib perusahaan TERATAI grup dan RAYMOND grup.
Satu per satu mereka mulai berdiri dan memasukkan kertas suara ke dalam kotak yang telah disediakan.
Senyum Pak Anis merekah, matanya menyapu setiap juri dengan penuh keyakinan. Ia begitu percaya diri kalau misinya memenangkan RAYMOND Grup kali ini akan berjalan mulus seperti biasa ia lakukan.
Satu per satu dewan juri keluar dari ruangan, sementara Pak Anis membawa kotak suara masuk ke aula. Ia merasa cemas, khawatir ada yang berusaha mengganti isi kotak suara.
Melihat para juri kembali, peserta dan penonton tampak tegang menunggu keputusan yang sebentar lagi di bacakan.
Setelah semua juri duduk, moderator maju ke depan lalu membuka penutup kotak suara yang sebelumnya digembok oleh Pak Anis, seolah isinya masih terjaga kerahasiaannya.
apa perlu Kania pergi jauh dulu baru menyadari perasaan nya, kan selalu seperti itu penyesalan selalu datang terlambat aseekk..
tapi aku juga penasaran sama kanaya yng mirip Kania apakah mereka kakak adek?
akhirnya ada second lead aku harap si Bram liat interaksi Dirga sama Kania
jangan sampe nanti Tuan Bram menyesal klo Kania pergi.