Karena kesulitan ekonomi membuat Rustini pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia merasa heran karena ternyata setelah datang ke kota dia diharuskan menikah secara siri dengan majikannya.
Dia lebih heran lagi karena tugasnya adalah menyusui bayi, padahal dia masih gadis dan belum pernah melahirkan.
"Gaji yang akan kamu dapatkan bisa tiga kali lipat dari biasanya, asal kamu mau menandatangani perjanjian yang sudah saya buat." Jarwo melemparkan map berisikan perjanjian kepada Rustini.
"Jadi pembantu saja harus menandatangani surat perjanjian segala ya, Tuan?"
Perjanjian apa yang sebenarnya dituliskan oleh Jarwo?
Bayi apa sebenarnya yang harus disusui oleh Rustini?
Gas baca, jangan lupa follow Mak Othor agar tak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Bab 35
Ratih kini sedang marah-marah, dia merasa kesal setelah melakukan ritual untuk memberikan darahnya kepada tuyul tuyul itu. Bagaimana tak kesal, karena dirinya sudah memberikan darah untuk tuyul-tuyul itu, tetapi tuyul tuyul itu tidak senang karena dia datang bukan dengan Jarwo.
Tuyul peliharaannya itu bahkan mengamuk dan memukuli Beni, pria yang dulu merupakan mantan kekasihnya, kini pria itu kembali menjadi kekasihnya. Kekasih gelap karena dia sudah memiliki suami tapi masih berhubungan dengan pria itu.
Wajah dan juga seluruh tubuh pria itu kini memar, walaupun memang dia bisa mengatasi tuyul-tuyul itu dan membuat tuyul tuyul itu kembali tenang, tetapi tetap saja dia merasa kesal yang luar biasa melihat keadaan kekasihnya sekarang.
Ratih untungnya masih ingat cara menidurkan tuyul-tuyul itu, dia masih mengingat dengan baik mantra yang harus diucapkan. Karena dia sering mendengarkan Jarwo membaca mantra itu, alhasil tuyul itu kembali ditidurkan dan kini sudah disimpan di dalam kamarnya masing-masing.
"Aturan tadi kamu kabur," ujar Ratih sambil mengoleskan salep pada tubuh memar pria itu.
Sebenarnya dia bukan hanya kesal terhadap Beni saja, tetapi jujur dia juga merasa kesal terhadap Jarwo. Selain dia harus memberikan darahnya kepada tuyul-tuyul itu karena Jarwo tidak ada, dia juga harus melihat kekasihnya diamuk oleh para tuyul itu.
Ratih lupa, dulu dia diberitahukan oleh kuncen kalau dia tak boleh membawa orang luar saat ritual. Hanya boleh ada pasangan suami istri yang sah, entah itu sah secara agama, ataupun sah secara agama dan juga negara.
Namun, salahnya dia malah membawa selingkuhannya. Pria yang tentunya dianggap orang lain oleh para tuyul itu, pria yang tidak dikenali karena bapak dari tuyul-tuyul itu adalah Jarwo.
"Mana bisa kabur sih, Yang. Orang anak-anak kamu itu langsung menyerang aku tanpa ampun," jawab Beni.
"Udah jangan berisik, aku obatin kamu dulu. Abis itu kita tidur aja," ujar Ratih dengan perasaan kesal.
Harapan untuk mendapatkan uang dari pesugihan tuyul sirna sudah, malam ini dia hanya mendapatkan uang dari hasil pesugihan genderuwo saja. Biasa mendapatkan uang berkali-kali lipat, nyatanya Ratih merasa kecewa hanya mendapatkan dari satu bagian saja.
"Ck! Aku harus nyari solusi agar mas Jarwo mau pulang," ujar Ratih lirih.
"Ehm! Yang, malam ini kamu bisa kok minta tuyul kamu itu untuk mencari uang."
"Kamu gila! Mas Jarwo aja tidak ada, mana mungkin kamu yang ngajak tuyul aku buat nyari uang? Jangankan untuk nyari uang, baru menampakan muka saja kamu sudah mendapatkan amukan dari mereka."
Beni memeluk Ratih dari belakang, lalu dia mengecupi pipi Ratih sampai leher wanita itu. Doa bahkan mengulurkan tangannya untuk meremat kedua dada Ratih yang sekal tapi tak terlalu besar itu.
"Ada kamu, Sayang. Kamu ibunya, kamu bisa mencari uang dengan membawa tuyul itu. Tak perlu kamu bergantung pada Jarwo, karena tanpa dia kamu masih bisa."
Ratih terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan oleh Beni, karena pada kenyataannya dia juga pernah diberitahukan oleh sang kuncen, yang bisa mencari uang dengan tuyul itu adalah dirinya dan juga Jarwo.
Hanya saja selama ini dia tidak mau capek, makanya dia selalu melimpahkan semuanya kepada Jarwo. Baginya tugas mencari uang adalah bagian Jarwo, sedangkan dirinya adalah wanita yang bertugas untuk mengelola uang hasil pesugihan itu.
"Tapi aku belum pernah keluar untuk mengajak tuyul itu mencari uang," ujar Ratih.
"Kamu pasti bisa, Yang. Mintalah salah satu istri siri Jarwo itu untuk menyusui tuyulnya, biar malam ini kamu bisa mendapatkan uang juga dari tuyul itu."
Ratih menolehkan wajahnya ke arah jam yang bertengger cantik di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul dua malam, itu adalah waktu yang tidak memungkinkan untuk dia mencari uang bersama tuyul peliharaannya.
Karena biasanya istri siri Jarwo akan menyusui tuyul dari pukul sebelas malam, pukul satu atau pukul dua Jarwo akan pergi membawa tuyul itu untuk mencari uang.
"Sudah tak ada waktu, besok saja. Lebih baik malam ini kamu senangkan aku, karena suasana hatiku sedang tidak baik-baik saja."
"Yang, mungkin milik aku bisa bangun. Tapi, kamu tahu sendiri badan aku sekarang lagi babak belur."
"Ck!"
Ratih kesal sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Beni, tetapi dia tidak mau marah lagi. Dia cape, akhirnya Ratih memutuskan untuk merebahkan tubuhnya dan membelakangi pria itu.
"Yang, kamu marah?" tanya Beni sambil mengusap punggung Ratih.
"Nggak, aku mau tidur."
Ratih memejamkan matanya, Beni mau tak mau melakukan hal yang sama. Keduanya akhirnya tidur, mereka bahkan bangun saat siang hari tiba. Selepas makan siang, Beni diminta pergi oleh Ratih.
Selepas kepergian Beni, Ratih merenung sendirian. Dia ingin mencari Jarwo tapi gengsi, alhasil dia hanya diam saja sampai malam hari tiba. Setelah berpikir dengan begitu keras, malam ini akhirnya Ratih memutuskan untuk pergi mencari uang dengan anak peliharaannya.
Dia meminta salah satu istrinya Jarwo untuk menyusui tuyulnya, lalu pukul dua malam dia pergi keluar untuk mencari uang dengan anaknya itu.
"Kita pergi ke mana ya, Nak?"
Ratih menyetir sambil menolehkan wajahnya ke kiri dan juga ke kanan, tak lama kemudian dia memberhentikan mobilnya tidak jauh dari perumahan mewah.
Ratih lalu mengajak anaknya itu untuk turun dari mobil, dia menggendong tuyul itu dan melangkahkan kakinya menuju perumahan mewah itu.
"Seharusnya sih kamu bisa dapat uang yang banyak dari rumah-rumah mewah itu," ujar Ratih.
Ratih lalu menurunkan tuyulnya dan meminta tuyul itu untuk mencari uang, tentu saja tuyul itu menurut dan mulai masuk ke dalam rumah. Selama tuyul itu masuk ke dalam rumah-rumah mewah itu, Ratih diam di mobil sambil memperhatikan pendapatan dari peliharaannya.
"Bagus! Dia sepertinya sudah mendapatkan mangsa," ujar Ratih ketika melihat uang mulai berjatuhan di jok belakang mobilnya.
Ratih tersenyum-senyum, karena tanpa adanya Jarwo juga dia tetap bisa mencari uang. Namun, senyum itu tiba-tiba saja luntur dan berubah menjadi hal yang mengagetkan ketika ada orang yang menggedor pintu mobilnya.
"Anda siapa?" tanya Ratih.
Ratih keluar dari dalam mobilnya, lalu dia menutup pintu mobilnya itu dengan rapat.
"Saya penjaga keamanan di sini, maaf. Anda punya keperluan apa malam-malam di sini? Kenapa bisa di sini dan berdiam diri terus di mobil?"
ntar kamu ngamuk gak liat Jarwo bahagia dengan Tini