NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 34: Rise of the Fractured Crown III

Benteng Air Mata, malam hari.

Petir menyambar reruntuhan tua dengan amarah yang seperti sadar. Batu-batu yang telah retak berabad-abad mulai bersinar, dan udara menjadi kental dengan sihir yang nyaris menyakitkan kulit. Di pusat semua itu, Orin berdiri di depan Pintu Kedua, yang kini telah terbuka separuh.

Di balik celah pintu, cahaya ungu berdenyut perlahan seperti jantung makhluk raksasa.

"Eris," ujar Orin, tanpa menoleh. "Kau tahu ritual selanjutnya?"

Eris Velharn, dengan mata secerah kristal hitam, mengangguk. "Kita perlu tiga pengikat darah. Satu dari kerajaan lama, satu dari penyegel sebelumnya, dan satu dari garis sihir murni."

Orin menghela napas pelan. "Darah kerajaan sudah kutemukan… pada diriku sendiri."

"Lalu penyegel lama?"

Orin menatap jauh ke utara. "Ash."

Sementara itu di Ravennor, Ash meneliti kembali catatan kuno di ruang bawah observatorium. Tangannya berhenti pada satu lembar yang hampir hancur, namun simbolnya jelas: Segel Umbra. Ia baru sadar, hanya tiga orang tersisa yang memiliki sihir cukup murni untuk mengunci atau membuka pintu itu kembali—dirinya, Seraphine, dan... Orin.

"Kita seperti lingkaran kutukan," gumamnya.

Seorang pembantu masuk terburu-buru. “Utusan dari timur. Mereka menemukan sesuatu di Kuil Tertutup.”

Kuil Tertutup, Timur Ravennor.

Seraphine dan Caelum tiba sebelum fajar. Di sana, para penjaga naskah tua menyambut mereka dengan gugup.

"Kami… menemukan Akar Tertua," ujar kepala kuil. "Satu-satunya yang bisa menghentikan kekuatan dari balik Pintu Ketiga."

"Akar ini… berasal dari pohon pertama yang ditanam oleh penyihir pendiri Ravennor," jelasnya sambil menunjukkan akar tipis yang menyala lembut dalam warna hijau keemasan. “Tapi ia hanya bereaksi pada satu hal.”

Seraphine mengangkat alis. "Apa?"

“Ketulusan. Tidak bisa dimanipulasi.”

Di Benteng Air Mata, Lyenne—si peramal buta—berjalan pelan ke altar. Ia menggenggam lengan Orin.

“Aku lihat jalanmu, Orin,” bisiknya. “Tiga jalan bercabang dari sini… tapi semuanya menuju darah.”

"Aku tidak takut pada darah," jawab Orin.

"Tapi kau takut pada dirimu sendiri," sahut Lyenne, “karena kau tahu: semakin banyak yang kau buka… semakin sedikit yang bisa kau kembalikan.”

Di Ravennor, pertemuan mendadak Dewan digelar.

Ash berdiri dan melempar gulungan peta ke meja utama. “Tiga titik. Tiga jalur menuju kehancuran. Dan Orin mencoba membuka semuanya.”

"Apa kau ingin kita berperang lagi?" tanya salah satu anggota, lelah.

Ash menggeleng. "Aku ingin kita memilih."

"Antara duduk diam dan dibakar hidup-hidup… atau bergerak sebelum semuanya terlambat."

Malam itu, Seraphine berdiri di tepi Danau Dalam. Ia menatap permukaan air yang memantulkan cahaya langit berwarna merah pucat.

"Aku bisa mendengarnya lagi," gumamnya. "Suara masa lalu. Suara ibu."

Caelum mendekat, pelan. "Apa kau yakin ingin pergi ke Benteng Air Mata sendirian?"

Seraphine menoleh. "Aku tidak sendirian. Aku bawa ketulusan. Dan… jika Orin masih punya sedikit bagian lamanya di dalam dirinya, mungkin... itu cukup."

Di Benteng, Orin menerima surat. Ditulis tangan, tanpa tanda.

Aku tidak datang untuk menghancurkanmu, Orin. Aku datang untuk mengingatkanmu siapa kamu sebenarnya. Aku masih percaya, bahkan jika dunia tidak. – S

Ia memegang surat itu lama, lalu berkata lirih:

“Persiapkan altar.”

Langkah-langkah Seraphine menyusuri koridor reruntuhan Benteng Air Mata seperti gema dari masa lalu. Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran yang tampak seperti menangis—jejak sihir lama yang menyimpan kesedihan mendalam.

Caelum berjalan di belakangnya, tenang namun siaga. Di balik mantel lusuhnya, tersembunyi belati dari era Penyatuan Lama—senjata yang hanya dikeluarkan saat benar-benar dibutuhkan.

“Aku bisa merasakan sihirnya,” gumam Seraphine. “Denyut itu… seperti jantung yang sedang menunggu.”

“Tapi jantung siapa?” tanya Caelum.

Mereka berdua tidak tahu: Orin telah melihat mereka datang. Dari menara tertinggi, ia berdiri bersama Eris. Mata Orin kini memiliki semburat ungu samar, cahaya dari pintu yang telah terbuka.

“Dia datang,” kata Orin.

“Dengan akar dan harapan,” sahut Eris tajam. “Tapi dunia tidak dibangun dengan harapan. Dunia dibangun dengan pilihan yang kejam.”

Di tempat lain, Ash memimpin ekspedisi kecil ke reruntuhan Menara Pendeta Tertua, tempat dimana dahulu para penyegel pertama mengikat roh-roh dari Umbra Mortem.

Tapi tempat itu tidak lagi mati.

Saat mereka mendekat, tanah berguncang, dan makhluk-makhluk bayangan mulai bangkit dari tanah seperti uap hitam.

“Kita terlambat,” gumam Ash. Ia mengangkat tongkat sihirnya—kristal merah di ujungnya menyala terang, memancarkan gelombang cahaya yang memukul mundur kegelapan.

Namun dari balik kabut, sebuah suara muncul:

“Kau yang terakhir dari pengikat. Kami mencium darahmu… dan kami lapar.”

Ash menghela napas. “Lalu mari kita akhiri rasa lapar itu.”

Kembali ke Benteng Air Mata, Seraphine dan Caelum tiba di aula utama. Pintu batu besar yang dulu tersembunyi kini terbuka lebar. Dan di ujung lorong itu—Orin menunggu.

“Seraphine,” katanya.

Ia tak terlihat seperti musuh. Hanya seseorang yang letih. Mata mereka bertemu—dua jiwa yang dulu satu jalan, kini berseberangan oleh takdir.

“Aku tak datang untuk bertarung,” ujar Seraphine. Ia meletakkan Akar Tertua di tanah. Cahaya hijau keemasan menyebar, menggetarkan udara.

“Kau membawa kebenaran,” sahut Orin, “dan aku… membawa pilihan.”

Ia mengangkat tangannya. Di belakangnya, Pintu Ketiga—belum sepenuhnya terbuka, namun berdenyut lebih kuat dari sebelumnya. Dari celahnya, suara-suara mulai terdengar. Tangisan. Tawa. Bisikan yang bukan milik siapa pun.

“Apa kau tahu apa yang kau bebaskan?” tanya Seraphine.

“Aku tahu apa yang dikurung,” jawab Orin. “Tapi aku juga tahu siapa yang memenjarakannya. Mereka adalah orang-orang yang memimpin dengan kedok cahaya, tapi bersandar pada kebohongan.”

Seraphine melangkah maju. “Kau tidak membalas luka masa lalu dengan memecah dunia lagi. Kau menyembuhkan dunia dengan menyatukannya.”

Orin tertawa kecil. “Kalau dunia ini memang bisa disatukan… mengapa kita semua terus patah, Seraphine?”

Sementara itu, di puncak barat Ravennor, Ash menatap ke langit yang mulai retak ungu. Ia telah menghentikan makhluk-makhluk bayangan—untuk sementara. Tapi tanda-tanda kehancuran sudah mulai terlihat.

Ia menoleh ke pengikutnya. “Kita butuh waktu.”

“Tapi waktu sedang habis,” jawab salah satu penyihir muda.

Ash menatap langit yang kini berdenyut seperti luka terbuka. "Maka kita ciptakan waktu dengan sihir terakhir kita."

Di dalam benteng, saat ketegangan antara Seraphine dan Orin memuncak, Caelum melangkah ke depan.

"Aku tidak pernah percaya pada raja, atau pada dewa. Tapi aku percaya pada orang yang melindungi dunia, bahkan saat dunia membencinya," katanya pada Orin.

Orin menatapnya dalam. "Dan kau pikir aku tidak melindungi dunia?"

"Kau mencoba. Tapi dengan cara yang akan menghancurkannya."

Orin menunduk… dan tersenyum pahit.

"Kadang, dunia harus hancur... agar bisa lahir ulang."

Ia menengadah, dan dengan gerakan kecil, Pintu Ketiga mulai terbuka lebih lebar.

Dunia bergetar. Suara jeritan—ribuan sekaligus—menggema dari baliknya.

Seraphine mengambil langkah cepat, dan meletakkan tangan pada akar. Cahaya hijau meledak, menyentuh tepi pintu, mencoba menahannya.

“Jangan, Orin… tolong. Ini bukan jalannya.”

Orin berdiri diam. Lalu, ia berjalan ke arahnya. Menyentuh akar itu. Cahaya ungu dan hijau beradu—berdengung, melingkar, saling tarik.

“Kalau kau bisa menahan kekuatan ini... maka kau pantas menyegelku lagi.”

Seraphine menatapnya. Mata mereka terkunci.

“Dan kalau tidak?” tanyanya.

Mata Orin bersinar tajam.

“Maka biarkan dunia terbakar.”

Hening.

Terlalu hening.

Udara di Benteng Air Mata berubah dingin, seperti tulang-tulang zaman purba yang mencicit di bawah tanah. Seraphine berusaha menahan kekuatan dari Pintu Ketiga, tapi setiap detik, kekuatan di baliknya mengikis tubuh dan pikirannya.

Orin berdiri diam. Cahaya ungu di sekelilingnya semakin pekat, seperti mendung yang tak pernah menjanjikan hujan—hanya kehancuran.

“Kau memanggil mereka, Orin,” desis Seraphine. “Kau memanggil sesuatu yang bahkan para dewa pun enggan sebut namanya.”

“Karena para dewa pengecut,” jawab Orin. “Mereka bicara tentang harmoni, tapi membungkam mereka yang berbeda. Mereka menyegel waktu, menyegel sihir, menyegel kebenaran.”

Caelum menyiapkan belatinya.

“Kalau kau buka pintu itu sepenuhnya,” katanya lirih, “kau bukan hanya menghancurkan dunia ini, Orin… Kau membunuh semua yang mempercayaimu.”

Orin menatap mereka berdua. Lalu berkata, pelan tapi tajam:

“Kalian tidak tahu apa yang pernah kulihat. Apa yang kudengar dari balik pintu itu.”

Ia mengangkat tangannya. Lalu berbisik dalam bahasa yang telah lama terkubur di tanah para raja.

“Istur'na vel'khar. Othar neth varuun.”

Dunia berguncang. Pintu Ketiga retak sepenuhnya. Dari balik celah, keluar sebuah tangan—panjang, berbentuk asap pekat, dan memiliki jari-jari berkilau seperti logam cair.

Caelum mundur. Seraphine menjatuhkan diri, mencoba menahan akar agar tetap bercahaya. Tapi kekuatan itu… terlalu besar. Terlalu tua.

Di pusat Ravennor, Dewan baru yang dibentuk setelah revolusi sedang kacau. Rakyat berkumpul di alun-alun, sebagian menuntut sistem pemilihan, sebagian menyerukan agar Orin dikembalikan ke posisi pemimpin sihir.

Di tengah keributan itu, Eris muncul.

Mengenakan jubah abu-abu tua. Tidak menyamar. Tidak mencoba sembunyi.

“Rakyat Ravennor,” katanya lantang.

Suara-suara langsung terdiam.

“Aku tidak datang sebagai pembawa kehancuran. Tapi sebagai satu-satunya yang berani bicara jujur. Sistem ini—revolusi ini—adalah ilusi.”

Para penjaga bersiaga. Tapi Eris tetap tenang.

“Kalian pikir kalian bebas? Kalian pikir kalian memimpin dunia sekarang? Tidak. Kalian hanya mengganti mahkota tua dengan wajah baru. Kekuasaan tetap dipegang oleh segelintir.”

“Dan apa solusimu?” teriak seseorang.

Eris tersenyum tipis. Lalu mengangkat gulungan emas—sebuah kontrak tua dari zaman para penyihir kerajaan. Di dalamnya terikat tiga nama besar, darah pertama dari tiga jalur sihir asli.

“Solusiku?” katanya, “Kembalikan dunia ini pada tiga darah pertamanya. Yang satu dengan akar, satu dengan api, dan satu dengan kehampaan.”

“Seraphine, Ash, dan Orin,” bisik salah satu penonton.

Eris mengangguk.

“Biarkan mereka yang menyusun ulang dunia ini. Dengan kehendak mereka—bukan kalian.”

Kembali ke Benteng, Orin kini setengah terserap oleh cahaya ungu. Tangan yang keluar dari Pintu Ketiga mulai membentuk tubuh: tinggi, tak punya wajah, tapi memiliki suara-suara ribuan bisikan yang saling bertabrakan.

Seraphine berteriak, “ORIN! HENTIKAN INI!”

Orin mengatupkan matanya.

“Ini… bukan lagi tentangku.”

Lalu, tiba-tiba—suara dari langit terdengar.

“ORIN!”

Ash.

Dengan wajah berdebu dan tongkat merah menyala, ia muncul dari pusaran sihir. Ia melompat di antara bayangan dan cahaya, menghantam tangan makhluk itu dengan segel kuno.

Terdengar suara jerit. Bukan dari satu makhluk, tapi seperti seluruh dimensi yang menjerit sekaligus.

“Aku pikir kau mati di Menara Pendeta,” kata Orin lirih.

Ash hanya tersenyum. “Aku hanya mati sebagian. Tapi bagian yang keras kepala masih hidup.”

Ia berdiri di antara Orin dan Pintu Ketiga, dan melirik Seraphine dan Caelum.

“Kita bertiga,” kata Ash, “kita satu jalur. Dan kalau kita tidak setuju, maka dunia ini tidak akan menuruti siapa pun.”

Orin menghela napas dalam-dalam. Tubuhnya mulai bergetar. Ada pertarungan di dalam dirinya sendiri—antara kemauan lama dan cahaya baru.

Tapi sebelum ia bisa memilih, makhluk dari pintu itu bergerak cepat. Menyerang Seraphine.

Caelum berteriak. Ash memblokir dengan sihir api, tapi terlambat. Tubuh Seraphine terlempar, menghantam pilar batu.

“SERAPHINE!” teriak mereka bersamaan.

Orin menatap tubuhnya yang tergeletak. Dan untuk pertama kalinya… ia terlihat takut.

“Ini… bukan yang kuinginkan…”

Dan di saat itu, dari tubuh Seraphine, akar tertua mulai tumbuh liar.

Membungkus seisi ruangan.

Mata Seraphine terbuka perlahan. Suaranya serak, tapi penuh kuasa:

“Kalau kau masih punya jiwa, Orin… Maka bantu aku menutup pintu ini.”

Orin menatap tangannya. Ia berbalik menatap celah yang telah terbuka sepenuhnya. Makhluk itu menatapnya juga—tidak dengan mata, tapi dengan ribuan suara yang memohon dan mencemooh.

“Pilih, Pewaris Kosong,” bisik makhluk itu.

“Kehancuran… atau pengkhianatan.”

Orin menggenggam akar di depannya. “Kalau aku harus mengkhianati kalian… Maka aku akan.”

Ia menyerap cahaya ungu itu kembali. Membiarkan tubuhnya menjadi segel terakhir.

Seraphine, Ash, dan Caelum berdiri membantunya.

Tiga darah.

Tiga jalur.

Satu segel terakhir.

Dan pintu itu…

tertutup.

Tapi dunia… tidak lagi sama.

To be continued...

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!