NovelToon NovelToon
Pertemuan Dua Hati Yang Terluka

Pertemuan Dua Hati Yang Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor / Romansa
Popularitas:53.9k
Nilai: 5
Nama Author: Favreaa

Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32

Elena baru saja keluar dari ruangan Alvaro dan hampir bertabrakkan dengan seorang pria paruh baya berparas kebule-bulean yang akan masuk.

"Ma-maaf pak. Anda ingin bertemu dengan pak Alvaro?"

Lelaki itu menatap tajam Elena dari ujung kepala sampai ujung kaki. Wajahnya tak menampakkan keramahan sedikitpun.

"Kamu yang bernama Elena?"

Gadis itu mengangguk dan merasa heran.

"Setelah bertemu putra saya, saya ingin bicara sama kamu!" katanya dengan nada tak ingin dibantah.

Baru saja Elena akan buka mulut, tiba-tiba dari arah belakangnya terdengar suara seorang perempuan.

"Om, maaf ya aku terlambat."

"Alesha, syukurlah kamu sudah datang. ayo masuk!"

Tanpa memperdulikan adanya Elena di situ, Alesha masuk ke dalam ruangan Alvaro bersama laki-laki yang dia sebut om.

"Apakah dia papinya mas Alvaro? Sepertinya iya, dari wajahnya ada kemiripan dan sama-sama kebule-bulean. Ada apa ya? Mana sama Alesha lagi."

Sambil melangkah ke mejanya, Elena terus berpikir dan bertanya-tanya. Tapi dia tak ingin memikirkannya terlalu jauh. Masih banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikannya.

Sementara itu di dalam ruangan Alvaro tengah terjadi ketegangan. Adu urat leher dan perdebatan sengit berkumandang di seluruh penjuru ruangan yang luas itu.

"Sudah saya katakan, saya tidak akan menikahi Alesha!" teriak Alvaro, membalas tekanan ayahnya.

"Tapi ini jalan satu-satunya untuk keluar dari masalah di perusahaan kita."

"Itu perusahaan kalian, bukan perusahaanku. Karena aku memiliki usaha sendiri."

"Tapi kamu bagian dari keluarga ini. Apa kamu tega menghancurkan perusahaan yang sudah dibangun dari nol oleh kakekmu? Dari awal, kakekmu dan kakeknya Alesha sudah melakukan perjanjian atas dasar saling percaya sebelum mereka membangun usaha bersama. Mereka juga melakukan perjanjian di atas materai dan dilindungi undang-undang. Kerjasama itu akan terus berlangsung selama waktu yang sudah ditentukan. Syaratnya, harus ada ikatan yang lebih kuat diantara keluarga Aryantha dan keluarga Haven, kakeknya Alesha. Agar kerjasama itu semakin kuat dan kokoh, harus ada pernikahan untuk menyatukan 2 keluarga. Karena anak kakekmu dan kakeknya Alesha semuanya laki-laki, jadi tidak mungkin menikah. Sebagai gantinya adalah cucu-cucu mereka. Tapi jika kamu menolak dinikahkan dengan Alesha, maka kakek kamu akan kehilangan 25 persen saham dari bagianya. Itu berarti saham kakekmu yang 50 persen akan jadi tinggal 25 persen. Kamu paham itu?"

"Tapi kenapa tidak sekarang aja saham mereka dibagi dua dan dipisahkan, beres kan?"

"Tidak semudah itu. mereka sudah terikat perjanjian dan ingat, perjanjian itu sudah hitam di atas putih. Sudah memiliki kekuatan hukum yang tak bisa dilanggar begitu saja."

Alvaro terdiam, tapi sebaliknya senyum kemenangan tersemat di bibir Alesha dan laki-laki itu melihatnya.

Alvaro menghela napas panjang. Ia tak menyangka perjanjian konyol yang dibuat kakeknya puluhan tahun lalu akan menghantuinya hingga saat ini. Menikah dengan Alesha, wanita yang sama sekali tak ia cintai? Itu Mustahil! Ia harus menemukan jalan keluar. Senyum licik Alesha semakin membuatnya geram.

"Baiklah," kata Alvaro akhirnya, suaranya tenang namun tegas.

"Dimana surat perjanjian itu? Saya akan membacanya terlebih dahulu."

"Ada, sudah papi simpan baik-baik saat kakekmu meninggal."

"Kalau begitu, saya akan memberi keputusan setelah membaca surat perjanjian itu."

Haidar mengangguk dan menatap tajam wajah putranya. "Kamu harus menerima Alesha, Varo! Karena jika dia menikah dengan sepupumu, maka saham-saham itu akan menjadi milik sepupumu." batin Haidar.

"Pih, hello" Alvaro menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan wajah Haidar yang masih termenung, hingga lamunannya buyar.

"Hah? Apa?"

"Tolong tinggalkan ruangan saya, karena saya masih banyak kerjaan." Pinta Alvaro dengan suara tegas. Bukan berarti dia mengabaikan kesopanan terhadap ayahnya, tapi memang dia sedang sibuk. Apalagi dia sudah sangat muak dengan keberadaan Alesha di situ.

"Al, aku akan beli cincin pertunangan kita ya? Gak apa-apa kalau kamu sibuk, aku bisa sendiri kok. Ya kan om?"

Haidar mengangguk dan tersenyum lembut pada gadis itu. sementara Alvaro hanya bisa mendengus kesal dan tak mau menjawab pertanyaan Alesha yang sebenarnya pertanyaan itu sudah Alesha ketahui jawabannya.

"Ayo kita keluar!"

Haidar melangkah ke pintu diikuti Alesha. Tapi sebelum pergi, dengan genitnya gadis itu memberikan ciuman jarak jauh pada Alvaro, membuat laki-laki itu merasa mual seketika.

Tiba di depan meja Elena, Haidar menghentikan langkahnya.

"Elena, saya ingin bicara sama kamu!"

Gadis itu mengangkat kepalanya. Dia melihat Haidar dan Alesha sudah berdiri di depan mejanya. Raut wajah kedua orang itu sama-sama tak bersahabat. Elena pun segera berdiri.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Elena sopan.

"Jauhi Alvaro dan jangan bermimpi untuk menjadi kekasih putraku. Kamu harus sadar diri, siapa dirimu dan siapa Alvaro!"

Elena menghela napas panjang. Tapi dia tetap tenang meski mendapatkan tekanan dari laki-laki yang merupakan ayah dari bosnya itu.

"Maaf pak, saya tidak pernah bermimpi ingin menjadi kekasih dari putra anda. Takdirlah yang membawa kami bersama."

"Pintar sekali kamu menjawab. Tapi saya tahu, bagaimana gadis-gadis sepertimu yang terobsesi mendapatkan lelaki seperti putra saya hanya karena apa yang dimilikinya."

"Saya memang punya obsesi dalam hidup saya. Tapi bukan seperti yang anda sebutkan yang menjadi obsesi saya. Kalau masalah jodoh, saya masih mempercayai pilihan Tuhan. Jika saya dijodohkan Tuhan dengan mas Alvaro, kenapa tidak? Tapi kalau mas Alvaro bukan jodoh saya, saya pun tak akan memaksakan diri. Karena cinta itu tidak bisa dipaksakan." Elena mengerling pada Alesha. Andai saja otak mereka tidak dipenuhi dengan tumpukkan harta, pasti perkataannya akan lebih mudah dicerna oleh mereka.

"Bagus, saya akan pegang kata-katamu! Saya yakin, Alvaro tak akan pernah tertarik pada gadis sepertimu. Kamu bukan levelnya dia!"

Alesha nampak sumringah mendengar perkataan Haidar. Memang dirinyalah yang lebih selevel dengan Alvaro. Apalagi keluarga mereka sudah menjodohkan. Seperti itulah pemikirannya yang dangkal. Padahal barusan Elena sudah mengatakannya, kalau masalah hati tak bisa dipaksakan.

"Kamu jangan coba-coba menggoda calon suamiku, Elena! minimal kamu tahu diri ya!" Ujar Alesha. Tatapannya sangat merendahkan Elena.

"Tenang saja mbak, jika mas Alvaro memang menyukaimu, wanita manapun tak akan bisa menggodanya. Apalagi saya, kan tidak selevel. Tapi jika mas Alvaro sendiri yang memilih saya, mbak bisa apa? Sampai mbak nangis kejer pun, mas Alvaro tak akan menjatuhkan pilihannya pada mbak, jika dia tidak menyukaimu."

"Om dengar? Wanita ini sangat kurang ajar!" adu Alesha. Tangannya sudah mengepal kuat demi bisa menahan diri untuk tidak menampar Elena di depan Haidar. Dia tak ingin meninggalkan kesan kalau dirinya seorang yang kasar.

"Sudah, tidak usah diladenin, yang penting kita sudah memperingatkannya." Kata Haidar. Lalu mengajak wanita itu pergi. Jika tadi Alesha memberikan ciuman jauh pada Alvaro sebelum dia keluar dari ruangannya, kini dia malah mengacungkan tinjunya pada Elena sebelum dia berlalu mengikuti langkah Haidar.

Elena sampai geleng-geleng kepala.

Ternyata usia matang tak bisa mencerminkan kedewasaan seseorang.

***

"Lena, ayo pulang!"

Alvaro sudah keluar dari ruangannya dan kini duduk di ujung meja Elena, menunggu gadis itu yang masih membereskan barang-barangnya.

"pak Alvaro duluan saja, saya harus ke rumah sakit. Tadi saya dikabarin kalau tante saya masuk rumah sakit." Kata Elena dengan wajah cemas. Tadi memang Adam mengabarkan kalau Intan dilarikan ke rumah sakit karena darah tingginya kumat.

"Tidak apa-apa, saya antar."

"Tapi pak__"

"Lena, kamu sudah janji tidak memanggil saya pak!" sambar Alvaro, memotong ucapan Elena.

"Tapi ini kan di kantor."

"Tapi di sini hanya ada kita berdua!"

Elena melengos, menyembunyikan senyumnya. Hatinya berdebar saat Alvaro menarik tangannya dan membawakan tasnya.

Lalu membawanya masuk ke dalam lift yang dikhususkan untuk para eksekutif.

"Kenapa kamu tidak tinggal dengan tantemu kalau ternyata mereka pun ada di Jakarta?" tanya Alvaro saat mereka sudah berada di mobil dan sama-sama duduk di jok belakang.

"Ke rumah sakit Cempaka, Win!"

"Siap pak boss."

Erwin langsung menyalakan mesin mobil dan perlahan mulai melaju.

"Kamu belum jawab pertanyaan saya."

"Kan sudah pernah saya jawab, kalau saya tidak ingin terus merepotkan mereka. Saya sudah tinggal di situ semenjak ayah meninggal, saat saya masih duduk di kelas 2 SMA mau naik kelas 3. Sekarang saya sudah bekerja, sudah sepantasnya kan saya keluar dari rumah mereka?"

Alvaro mengangguk. "Lalu ibumu?"

Elena menolehkan wajahnya ke luar jendela. Dia bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia mengambil sikap tutup mulut

"Ibu__"

"Mas, tolong jangan tanyakan tentang ibu! Saya belum siap menjawabnya." Alvaro mengangguk. Suasana pun menjadi hening.

Alvaro tak lagi bertanya-tanya. Dia menghormati keinginan gadis itu. Dirinya juga tak akan suka ditanya-tanya jika ada hal yang tidak ingin dia bahas.

Sebelum sampai di rumah sakit, Elena meminta berhenti dulu di toko buah, untuk membelikan tantenya buah-buahan. Dia meminta dibuatkan parcel buah pada pedagangnya. Setelah itu, barulah mereka melanjutkan perjalanan, hingga tak lama sudah tiba di rumah sakit.

"Mas mau ikut atau tunggu di sini?" tanya Elena menatap bosnya.

"Tentu saja saya mau ikut, sekalian ingin berkenalan dengan keluargamu."

Alvaro segera membuka pintu, sementara Amir langsung membukakan pintu untuk Elena. Lalu keduanya melangkah bersisian menuju gedung rumah sakit. Elena sudah diberi tahu di ruangan mana tantenya dirawat.

Dan mereka langsung menuju ke sana.

"Ini ruangannya." Gumam Elena. Dia mengetuk pintu di depannya dan keluarlah seorang wanita yang sedang dalam keadaan hamil besar.

"Elena" katanya, menyapa gadis itu. Lalu tatapannya beralih pada Alvaro.

"Siapa Nad?" suara lain terdengar di belakang Nadia. Itu suara laki-laki. "Elena?" sapa laki-laki itu lirih. Dia tak lain adalah Rian.

Sementara Alvaro menyorot tajam pada lelaki itu. Dia masih ingat kalau laki-laki inilah yang dulu datang ke kantornya dan bertengkar dengan Elena.

1
Rani Setiawati
Koreksi nama tokoh
Baper kusut
semoga kisah elena gk kaya ibu nya ya, carline.. karena keegoisan org tua gk perduli anaknya depresi
Siti Sa'adah
jatuh cinta jg boleh kok,, alvaro malh suka pakai bgt
Wiwin niasari
lanjuut thor...
Wiwin niasari
ok
Sri Endang
cuss
Karlina Darsih
sip
Sri Endang
lanjutt
Arbaati
mantap elena...
Arbaati
menarik dan makin seru
Ulfah Fafi
lanjut please...
Azwan Ramhan
lanjut
Meryrostiti Titi
pasti mamax elena
Pa Muhsid
nah kan nah kan😄😄😄 kira kira siapa yang akan jilat ludah sendiri duluan ya😏😏😏
Yong Chel
up lg..
Yong Chel
up lg..
echa purin
/Good/
inna
mantap
Azwan Ramhan
lanjut
A F I S ❀
lanjutt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!