Rujuk

Naura menganga, mendengar ucapan jendral yang tak pernah ia duga. Rujuk, apa itu bisa? Sedangkan perasaannya masih berantakan.

Mereka saling tatap, waktu yang tadinya cepat kini serasa melambat. Kupu-kupu seolah beterbangan disekeliling mereka bersamaan dengan alunan musik yang terdengar syahdu.

" Jen aku_" jari telunjuk jendral membungkam bibir naura, sehingga wanita itu berhenti berkata.

" Aku mencintai kamu, ayu" ucap lelaki itu mengakui perasaan yang membelenggunya.

" Masih adakah namaku dihatimu?" tanya lelaki tersebut.

" Jen, aku sudah pernah bilang selesaikan dulu perceraianmu. Nanti kufikirkan " jawab naura.

" Aku tutup ya " tambah wanita itu menutup pintu dan menguncinya. Setelahnya tubuhnya bersandar pada pintu itu.

Takut, itu yang ia rasakan. Meski hatinya tak bisa berbohong tentang perasaannya. Namun, apa ia sudah benar-benar bisa menerima jendral kembali.

Sedangkan dibalik pintu itu, jendral diam dan masih berdiri. Hati nya terasa patah dan merasa ditolak, karena jawaban naura masih sama.

...****************...

Ditempat lain, bu vanya menatap foto wanita muda yang wajahnya hampir seperti naura. Ia mengusap gambar itu dengan jemarinya. Ingin ia mengusap wajahnya secara langsung, tapi ia tak bisa asal karena belum tentu mereka ibu dan anak.

Suaminya yang baru keluar pun heran melihat sikap sang istri. Ia mendekatinya dan duduk disampingnya sambil merangkul pundaknya.

" Mah, ada apa?" tanya pak wisnu yang melihat istrinya memeluk foto ibu mertuanya sambil meneteskan air matanya.

" Tadi ana bilang ' naura itu mantan istrinya jendral' pah " jawab bu vanya dengan suara serak.

Pak wisnu diam, lalu menghela nafas panjang. Ia sudah tahu sebelumnya tentang naura, namun belum siap untuk berbicara dengan istrinya.

" Sudahlah mah, gak usah difikirkan bisa saja naura bukan alisha " sahut pak wisnu.

" Iya sih, pah. Terus gimana dengan hasil tes DNA nya, apa sudah keluar?" tanya bu vanya dengan wajah penasaran.

" Belum, masih lama itu karena sampel rambut. Butuh waktu sekitar 3 minggu untuk mendapatkan hasil yang akurat" jawab pak wisnu.

Bu vanya mengangguk, " Ya sudah, kita tidur saja " ajak wanita paruh baya itu yang mendapat anggukan dari suaminya.

...****************...

Naura mengusap rambut gala, namun fikirannya melayang pada perkataan jendral. Masih jelas dalam ingatan tentang masa lalu yang menyakitkannya.

Meski sekarang ia tahu bahwa jendral dijebak malam itu, tapi semuanya tak bisa mengubah segala yang sudah terjadi.

" Mah" panggil gala menengadah pada ibunya.

" Iya, ada apa nak? " tanya naura menoleh.

" Kenapa mamah sama papa berpisah?" tanya gala menatap lekat ibunya.

" Gak cocok aja " jawab wanita itu singkat.

" Mamah sama papah bakalan nikah lagi gak ?" tanya anak laki-laki itu.

" Emang gala mau nya gitu?" tanya naura berbalik tanya tanpa menjawab pertanyaan gala.

" Kalo mamah bahagia aja, kalo gak ya gak apa-apa" sahut anak itu memasang wajah kecewa.

Naura menghela nafas berat, " Gala sejak kapan akur sama papa?" tanyanya.

" Saat papa main ke panti, dia cerita soal mamah ... Ups" gala menutup mulutnya segera membuat naura mengernyitkan dahinya.

" Papa cerita soal mamah, dia cerita apa saja ga?" tanya naura melebarkan mata.

Gala pura-pura tidur menghindari pertanyaan ibunya, dengan menarik selimut menutupi seluruh wajahnya.

" Ga! Jawab mamah" desak naura membuka selimut yang menutupi wajah anaknya.

" Gala!" panggilnya lembut, saat melihat gala memejamkan matanya dengan membuka sedikit matanya.

" Kata papa mamah itu 'jutek, susah dideketin ' jadi harus ekstra sabar ngadepin mamah " jawab gala akhirnya sembari tersenyum.

Naura hanya berdehem dan tersenyum menjawabnya, entahlah ia harus berkata apa pada anak lelakinya itu tentang jendral.

Rasanya, jika ia mengatakan tentang alasannya itu ia takut menyakiti hati gala. Mungkin untuk sekarang ia hanya bisa diam saja membiarkan kebersamaan ayah dan anak itu.

...****************...

Beberapa hari berlalu, Hasil tes DNA yang ditunggu pak wisnu akhirnya keluar. Pria paruh baya itu, membuka amplop berlogo rumah sakit yang di percayakan olehnya.

Netranya begitu serius, membaca poin demi poin yang tertera dalam selembar kertas tercetak itu. Setelah selesai ia baca, matanya terpejam mengingat waktu yang begitu lambat mempertemukannya dengan anak yang ia anggap meninggal karena sebuah musibah.

Tertulis disana angka 99,9 % hubungan darahnya dengan wanita muda bernama Naura ayu. Fikirannya melayang pada perkataan sang istri beberapa hari lalu.

" Naura itu mantan istrinya jendral pah" begitulah yang terngiang ditelingannya malam itu.

Ia tak menyangka semuanya harus seperti ini, hancur hatinya melihat anak kembarnya yang ternyata dinikahi pria yang sama dan dilukai hatinya oleh pria itu juga.

Ayah mana yang tega melihat anaknya menderita, bukan. Pak wisnu yang masih sibuk dengan lamunannya, terhenyak oleh kehadiran wanita muda dihadapannya.

" Maaf pak, tadi saya sudah mengetuk pintu berkali-kali dan gak ada sahutan. Jadi, saya masuk saja. Hanya ingin memberikan ini dari bu fera" ucap naura dengan nada sopan, sambil membungkukkan tubuhnya menyerahkan map ditangannya.

" Katanya, ini penting dan harus segera diberikan pada anda. Kalo begitu saya pamit, permisi pak" tambahnya lagi hendak pergi, namun pak wisnu segera berujar.

" Maukah kamu makan siang dengan saya?" ajak pak wisnu membuat naura terkejut.

" Ma-maaf pak saya tak bisa" tolak naura dengan sopan.

" Begitu, baiklah ... Silahkan kembali" ucap pak wisnu mempersilahkannya.

Naura hanya menurut, dan berjalan pergi dengan fikiran yang dipenuhi pertanyaan.Sementara pak wisnu, hanya menatap punggung wanita muda itu hingga menghilang dibalik pintu.

Saat jam makan siang, naura masih memikirkan ajakan pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Tak biasanya seorang bos mengajak pegawainya makan siang.

Reva yang menyadari keterdiaman temannya, segera melambaikan tangannya didepan wajahnya.

" Kenapa lo ? Diem bae" tanya reva, sembari mengaduk minumannya menatap naura lekat.

" Eh re, menurut kamu aneh gak seorang bos ngajak karyawannya makan siang?" tanya naura dengan wajah serius.

" Emang bos mana yang ngajakin elo makan siang, kok gue gak diajak" ujar reva menatap naura dengan menyidik.

" Jawab ajalah napa" geram naura.

" Aneh juga sih, tapi kalo bos nya ganteng seperti lee min ho ... Artinya dia naksir dan gue mau kalo dia ngajak maksi" jawab reva dengan senyum-senyum sendiri, mengkhayal akan makan siang dengan pria tersebut.

Naura memutar bola matanya, sebal. Bukan itu jawaban yang ia harapkan. Namun, ia juga segera menepis segala fikiran buruk di kepalanya.

...****************...

Ditempat lain, disebuah rumah sakit besar dikota ini. Seorang pria akhirnya membuka matanya, setelah beberapa hari tak sadarkan diri karena luka pukul yang dideritanya.

Dia ingat, saat terakhir kali dirinya sadar. Seorang laki-laki memukulnya habis-habisan, karena dia menculik mantan kekasihnya.

" Aaahh sss" desisnya ketika kepalanya terasa begitu berat karena benturan.

" Jendral sialan! Bisa-bisanya ia membuatku begini" ujarnya mengumpat orang yang sudah memukulnya itu.

Ia melirik kiri dan kanan, mencari sesuatu yang mungkin bisa membuatnya lari dari hukuman. Namun sayang, tangannya diborgol menempel pada brangkar tempatnya tidur.

" Aku harus kabur" gumam lelaki tersebut mencoba bangkit.