Mata elang Layla mengamati pria yang akan menjadi suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tindikan di telinga, tato di lengan, dan aura berbahaya yang terpancar, adalah definisi seorang badboy. Layla mendesah dalam hati. Menikahi pria ini sepertinya akan menjadi misi yang sangat sulit sepanjang karir Layla menjadi agen mata-mata.
Tapi untuk menemukan batu permata yang sangat langka dan telah lama mereka cari, Layla butuh akses untuk memasuki keluarga Bagaskara. Dan satu-satunya cara adalah melalui pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Keesokan harinya...
Matahari terbit dengan cahaya yang sama seperti biasanya, tapi Layla tidak bisa merasakan kehangatan itu. Layla masih merasa penasaran dengan apa yang dilihatnya kemarin.
Nadin bersama dengan seorang pria tua yang tidak dikenalnya di hotel, genggaman tangan mereka sangat mesra layaknya sepasang kekasih yang tengah memadu cinta. Bahkan pria itu tak sungkan memeluk pinggang Nadin di tempat umum. Layla curiga kalau Nadin punya hubungan dengan om-om, dan itu membuat hatinya terasa sesak.
Setelah kerja hari ini, rencananya Layla akan pulang ke rumah orang tuanya hanya untuk menanyakan hal tersebut langsung kepada Nadin. Tentunya setelah mendapat izin dari Adrian, sang suami tercinta.
***
***
Layla tiba di rumah keluarga Budiman tepat di waktu makan malam. Pintu terbuka, tapi kedatangan Layla di rumah keluarga Budiman di sambut sinis oleh semua orang. Papa Indra hanya menatap sebentar tanpa adanya senyuman, mama Mita memalingkan wajah seolah tidak ingin melihat Layla, dan adik tirinya Nadin tak menyapa Layla sama sekali karena terlalu sibuk dengan ponselnya.
"Sepertinya kau punya penciuman yang tajam, Layla. Kau datang tepat di waktu makan malam." ucap mama Mita dengan nada sindiran, seolah kedatangan Layla ke rumah sederhana itu hanya untuk numpang makan malam saja.
"Aku datang ke sini bukan untuk ikut makan malam kok. Aku hanya ingin menanyakan kabar kalian saja." balas Layla diiringi dengan senyuman.
"Mama tahu kamu sudah menjadi menantu di keluarga kaya, tentunya masakan mama sudah bukan seleramu lagi. Tapi kamu tidak usah terang-terangan menolak memakan masakan mama seperti itu Layla. Di mana hati nuranimu?" cicit mama Mita seoalah Layla telah menghina masakan buatannya.
"Bukan itu maksudku mah. Baiklah, aku akan ikut makan malam dengan kalian." ucap Layla yang tak ingin semuanya semakin salah paham.
Mama Mita tak menanggapi ucapan Layla lagi, ibu satu orang anak itu melangkah menuju meja makan, dan Layla mengikutinya dari belakang.
Layla menarik kursi agar ia bisa duduk dengan lebih nyaman, namun Nadin menduduki kursi itu lebih dulu.
"Maaf, tapi ini tempat dudukku. Kakak duduk di tempat lain saja ya." ucap Nadin tanpa rasa bersalah.
Layla tak ingin mempermasalahkan hal sepele seperti itu, Layla memilih untuk duduk di kursi paling ujung tepat di sebelah Nadin.
"Jangan makan yang itu Layla, itu makanan kesukaan Nadin. Mama memasak makanan ini khusus untuk adikmu." cegah mama Mita ketika Layla akan mengambil salah satu menu makanan yang tersaji di atas meja makan.
"Maaf mah, tapi di atas makanan ini tidak tertulis makanan ini diperuntukan untuk siapa? Jadi aku tidak tahu." ucapan Layla membuat mulut mama Mita bungkam.
Layla memilih untuk minum air putih saja untuk mencari aman.
"Badanmu semakin kurus akhir-akhir ini, wajahmu juga terlihat pucat. Makanlah yang banyak sayang."
Papa Indra dan mama Mita sibuk mengisi piring Nadin dengan makanan lezat dan bergizi, nasi putih yang wangi, ikan bakar, sayuran yang segar, dan sup bening yang hangat.
Mereka berbicara dengan lembut kepada Nadin, menanyakan bagaimana harinya, memastikan putri kesayangan mereka makan cukup. Sedangkan Layla hanya bisa menggigit bibir bawahnya saja kala melihat semua ketidakadilan itu terjadi pada dirinya.
Tidak ada yang menawarkan Layla tempat duduk, tidak ada yang menanyakan ia mau makan apa? Namun Layla mencoba untuk bersabar dan tetap fokus pada tujuannya datang ke rumah ini.
"Mah, Pah, aku tidak akan sanggup menghabiskan semua makanan ini. Bagaimana jika sisa makanan ini diberikan pada kak Layla saja? Supaya tidak mubazir. Lagi pula aku lupa kalau malam ini aku sudah ada janji makan malam dengan Daffa pacarku, jadi tidak bisa makan terlalu banyak. Sebentar lagi Daffa juga akan datang menjemputku." ucap Nadin dengan maksud untuk menghina Layla.
"Apa pacarmu Daffa anak pengacara terkenal itu?" mama Mita memastikan, Nadin menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Kau hebat dalam mencari pasangan sayang, tidak seperti seseorang yang menikah dengan pria kasar dan reputasinya sangat buruk di kota ini." ucap mama Mita. Mama Mita memang tidak terang-terangan menyebut nama Adrian, tapi Layla yakin kata-kata itu ditujukan untuk menyindir suaminya.
"Apa kabarmu Layla? Apa suamimu memperlakukanmu dengan baik?" tanya mama Mita penuh selidik, berharap ada luka lebam di tubuh sang anak tiri. Tapi kulit putih Layla terlihat baik-baik saja, malah semakin glowing.
"Kalian tenang saja, Adrian dan keluarganya memperlakukan aku dengan baik kok." balas Layla diiringi dengan senyuman.
"Halah, kau pasti malu mengatakan yang sebenarnya, jadi mengarang cerita kalau Adrian memperlakukanmu dengan baik kan?" mama Mita tidak percaya begitu saja dengan kata-kata Layla.
"Sudahlah mah, jangan cari masalah dengan kakak. Hidupnya pasti sudah berat karena memiliki suami kasar seperti Adrian, lebih baik mama berikan sisa makanan ini pada kakak saja." Nadin menyarankan. Nadin masih merasa trauma membayangkan sikap kasar Adrian saat ia menemuinya di kantor beberapa waktu yang lalu.
"Tidak usah, kebetulan aku sedang diet. Jadi tidak makan makanan yang berlemak." Layla menolak tawaran Nadin secara halus.
"Ck, sombong sekali kau ini Layla. Sebagai seorang tamu harusnya kamu mau makan makanan yang disuguhkan oleh tuan rumah. Tidak sopan!" cibir mama Mita.
Mulut Layla sudah terbuka, bersiap untuk membalas ucapan mama Mita ketika suara bell pintu berbunyi.
"Itu pasti Daffa." seru Nadin dengan wajah antusias.
"Mah, pah, aku pergi dulu ya." pamit Nadin pada kedua orang tuanya. Wanita itu bangkit dari duduknya kemudian berlari menuju arah pintu utama untuk menemui sang kekasih.
"Hati-hari sayang." pesan mama Mita pada sang putri.
"Layla, kau tidak boleh menolak. Kau harus mau menghabiskan makanan sisa Nadin." mama Mita meletakan piring Nadin yang masih penuh dengan makanan kehadapan Layla.
"Maaf mah, tapi aku harus pergi sekarang. Aku baru ingat kalau aku ada janji dengan seseorang." pamit Layla pula.
Layla belari menuju mobilnya, tujuannya hanya satu sekarang, yaitu mengikuti kemana Nadin pergi.
"Tunggu Layla, kau tidak bisa pergi begitu saja! Siapa yang akan menghabiskan semua makanan ini sekarang?" Teriak mama Mita, namun tak dihiraukan oleh Layla yang sudah lebih dulu pergi meninggalkan kediaman keluarga Budiman.
Mita menatap ke arah sang suami yang sedari tadi irit dalam berbicara dan hanya sibuk mengunyah makanan.
"Papa sudah kenyang mah, papa tidak akan sanggup menghabiskan semua makanan ini. Mama berikan pada para pelayan saja." ucap papa Indra yang seakan paham dengan arti dari tatapan sang istri. Ayah dua orang anak itu buru-buru menyelesaikan makan malamnya, kemudian pergi karena tak ingin di paksa menghabiskan masakan mama Mita yang sebenarnya tidak enak.
"Enak saja! Daripada diberikan pada pelayan, lebih baik semua makanan ini aku buang saja!"
Bersambung...