NovelToon NovelToon
Sebelum Segalanya Berubah

Sebelum Segalanya Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Dunia Masa Depan / Fantasi / TimeTravel
Popularitas:866
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."

Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.

Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.

Manakah yang akan di pilih oleh Rania?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#29

Happy Reading...

.

.

.

Rania membuka kedua matanya perlahan. Pandangannya masih buram, kepalanya terasa berat seolah ia baru saja melewati malam yang sangat panjang. Tangannya bergerak refleks meraba sisi tempat tidur di sampingnya. Kosong.... Dingin.... Dan tidak ada siapa pun.

Ia mengerjapkan mata berulang-ulang hingga penglihatannya benar-benar jelas. Langit-langit kamar apartemen itu kembali menjadi pemandangan pertama yang ia sadari. Rania menghela napas pelan, napas yang terasa penuh dengan kekecewaan yang tak ingin ia akui.

Ingatan tentang kejadian semalam perlahan menyusup ke benaknya. Tangisannya. Pelukan hangat itu. Suara rendah yang menenangkannya. Rania menelan ludahnya dengan susah payah, lalu memalingkan wajahnya ke sekeliling kamar.

Matanya tertuju pada sudut ruangan.

Koper.

Biasanya, koper hitam milik Arkana selalu berada di sana setiap kali lelaki itu hendak pergi atau baru saja kembali. Namun pagi ini, sudut itu masih kosong. Tidak ada koper. Tidak ada tanda-tanda bahwa Arkana benar-benar berada di kamar itu semalam.

Dada Rania terasa berdenyut.

“Apa aku hanya bermimpi...?” gumamnya lirih.

Ia kembali mengingat bagaimana Arkana memeluknya erat.. Bagaimana tangannya mengusap punggungnya dengan perlahan. Bahkan itu terlalu nyata untuk disebut mimpi, namun terlalu singkat untuk menjadi sebuah kenyataan. Rania menatap kosong ke depan, pikirannya berkecamuk.

“Apa ini hanya karena aku terlalu merindukannya?” bisiknya lagi, bahkan nyaris tak terdengar.

Rania menutup wajahnya dengan satu tangan. Ada perasaan bodoh yang menyelinap di hatinya. Ia merasa seperti orang yang menggenggam bayangan, berharap pada sesuatu yang bahkan belum tentu ada.

Karena matanya masih terasa berat dan tubuhnya pun enggan bergerak, Rania memutuskan untuk memejamkan kedua matanya kembali. Ia tidak peduli jika Sonya akan datang menjemputnya. Ia tidak ingin bekerja hari ini. Ia tidak ingin berpura-pura baik-baik saja.

Biarlah dunia menunggu.

Entah berapa lama ia kembali terlelap, hingga tiba-tiba ada sesuatu yang mengusik tidurnya. Sebuah sentuhan lembut di keningnya. Sangat pelan, usapan yang terasa menenangkan.

Rania mengernyit kecil. Ia mengerang pelan, lalu membuka kedua matanya perlahan.

Sesosok laki-laki duduk di sisi tempat tidurnya.

Rania terdiam.

Arkana.

Lelaki itu menatapnya dengan wajah datar namunmeskipun begitu  sorot mata itu terasa menenangkan. Tangannya masih berada di kening Rania, untuk memastikan perempuan itu benar-benar terbangun.

Beberapa detik berlalu tanpa ada satu kata pun. Mereka hanya saling memandang. Rania merasa dadanya bergetar, napasnya tertahan di tenggorokan. Ia takut. Takut jika ini kembali hanya ilusi seperti semalam.

Rania tersenyum miris.

“Ternyata masih sama..” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Ia memalingkan tubuhnya, mengubah posisi menjadi menyamping dan memunggungi Arkana. Ia menarik selimut sedikit lebih tinggi, seolah ingin bersembunyi.

Arkana mengerutkan kening melihat sikap Rania yang tiba-tiba memalingkan wajahnya. Ia tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran perempuan itu saat ini.

“Apa kamu masih ingin tidur lagi?” Tanya Arkana akhirnya.

Suara itu.

Nyata.

Rania membeku.

Matanya kembali terbuka lebar. Jantungnya berdegup kencang. Ia berbalik perlahan, menatap Arkana dengan sorot mata tak percaya.

“Kamu.. bicara?” Tanyanya ragu.

Arkana menghela napas pendek. “Lalu apa kamu mengharapkan aku diam saja dan melihat kamu kelaparan?"

Rania menatapnya lekat-lekat, seolah ingin memastikan bahwa lelaki di hadapannya bukan bayangannya saja. Tangannya perlahan terangkat, lalu menyentuh lengan Arkana. Hangat.

“Ini..” suara Rania bergetar. “Kamu benar-benar ada?”

Arkana terdiam sejenak, lalu menyingkirkan tangan Rania dengan lembut. “Aku kan sudah bilang.. aku disini.. Bersama kamu..” ucapnya pelan. “Aku hanya keluar sebentar.”

Rania menunduk. Matanya terasa panas. Ada perasaan lega yang bercampur dengan rasa malu dan takut. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang kembali naik.

“Aku pikir..” Rania berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lirih. “Aku pikir aku hanya bermimpi..”

Arkana menatapnya dalam-dalam. Untuk sesaat, ia ingin bertanya banyak hal. Tentang apa yang terjadi? Kenapa Rania menangis.. Tapi ia memilih diam.

“Bangunlah.” ucap Arkana akhirnya. “Kamu belum sarapan.”

Rania mengangguk pelan. Namun sebelum bergerak, ia kembali menatap Arkana.

“Untuk kali ini..” ucapnya hati-hati. "Aku mohon... jangan menghilang begitu saja.”

.

.

.

Selesai membersihkan dirinya, Rania bergegas keluar dari kamar. Langkahnya terdengar pelan di lantai apartemen yang masih sunyi. Ia berjalan menuju ruang makan, tempat dimana Arkana sudah lebih dulu berada di sana. Lelaki itu duduk dengan posisi santai, kedua lengannya terlipat di atas meja, pandangannya sesekali mengarah ke ponsel yang tergeletak di dekatnya.

Rania sempat berhenti sejenak di ambang pintu. Matanya menyapu meja makan yang sudah tertata rapi. Ada nasi goreng, telur mata sapi, sayur capcay, dan segelas air putih. Sederhana... Pemandangan seperti ini terasa.. hangat..

Tanpa disuruh, Rania melangkah mendekat lalu menarik kursi yang berada tepat di sisi Arkana. Ia duduk dengan gerakan tenang. Tangannya segera meraih piring kosong, membaliknya lalu mengisi dengan nasi goreng dalam porsi yang cukup banyak. Ia menambahkan telur mata sapi dan sayur capcay hingga piring itu tampak penuh.

Arkana yang sejak tadi memperhatikan tanpa suara akhirnya mengerutkan keningnya. Pandangannya tertuju pada piring Rania.

“Kamu yakin bisa menghabiskan itu?” tanyanya datar, meski nada suaranya terdengar lebih heran daripada melarang.

Rania menoleh sekilas, lalu mengangguk ringan. “Aku lapar.” jawabnya singkat.

Arkana memilih diam. Ia masih belum terbiasa dengan perubahan Rania yang sekarang.

Arkana tidak menambah komentar apa pun. Ia hanya duduk dan menunggu, memperhatikan Rania yang mulai menyuapkan makanannya dengan lahap. Tidak ada basa-basi. Tidak ada percakapan. Hanya suara sendok yang sesekali beradu dengan piring.

Waktu berlalu cukup lama hingga akhirnya Rania menghabiskan makanannya. Ia menghela napas puas, lalu berdiri tanpa berkata apa-apa. Rania segera membereskan meja makan, mengumpulkan piring-piring kotor dan membawanya ke dapur.

Sementara itu, Arkana berpindah ke ruang tengah. Ia duduk di sofa dan menyalakan televisi. Acara pagi diputar, namun pikirannya sama sekali tidak tertuju ke layar. Ia jarang sekali menonton televisi, terlebih di jam seperti ini. Namun hari ini, ia memilih bertahan di sana, menunggu Rania.

Tak lama kemudian, suara air dari dapur berhenti. Rania muncul dari arah dapur dengan langkah ringan. Ia menghampiri Arkana lalu duduk tepat di sisi lelaki itu. Jarak di antara mereka nyaris tidak ada. Lengan mereka bersentuhan.

Arkana menyadari itu, namun ia tidak bergeser. Ia juga tidak menoleh. Tatapannya tetap tertuju ke televisi, meski pikirannya kini sepenuhnya tertuju pada keberadaan Rania di sampingnya.

Lagi- lagi tidak ada percakapan. Hening kembali menyelimuti ruangan.

Arkana memang sengaja diam. Ia tidak ingin memulai pembicaraan, apalagi menanyakan kejadian kemarin. Ia ingin Rania sendiri yang membuka suara, jika memang perempuan itu siap.

Beberapa detik berlalu hingga Arkana merasakan sesuatu yang ringan menimpa bahunya.

Ia menoleh.

Rania menyandarkan kepalanya di bahu Arkana. Gerakannya pelan, seolah takut akan ditolak. Kedua tangannya kemudian memeluk salah satu lengan Arkana, menariknya sedikit lebih dekat. Rania mengatur ulang posisinya hingga terasa lebih nyaman, lalu diam.

“Apa seperti ini boleh?” tanya Rania pelan, tanpa mengangkat kepalanya.

Arkana terdiam.

Pertanyaan itu sederhana, namun terasa berat. Ia menatap Rania dari samping. Wajah perempuan itu tampak tenang, namun Arkana bisa merasakan ada keraguan dan ketakutan yang tersembunyi di balik sikapnya.

Beberapa saat Arkana tidak menjawab. Ia membiarkan Rania tetap bersandar sambil memeluk lengannya.

“Kamu tidak keberatan?” Rania kembali bertanya, kali ini sedikit lebih lirih.

Arkana menghela napas pelan. “Kalau aku keberatan..” ucapnya akhirnya. “Aku sudah menyingkirkan kepala kamu sejak awal..”

Rania tersenyum tipis. Senyum yang nyaris tak terlihat.

Ia mempererat pelukannya sedikit. “Aku hanya ingin seperti ini.. sebentar saja...”

Arkana tidak membalas dengan kata-kata. Namun ia membiarkan bahunya tetap menjadi tempat bersandar. Tangannya yang semula terlipat perlahan diturunkan agar Rania semakin merasa nyaman.

Hening kembali mengisi ruangan.

Namun kali ini, hening itu terasa berbeda. Tidak ada kecanggungan. Tidak dingin.. Tapi terasa hangat...

.

.

.

Bantu Ramaikan cerita satunya dong... CINTA YANG TAK SEHARUSNYA ADA..

.

.

.

Jangan lupa tinggalkan jejak...

1
Erni Kusumawati
semoga akan segera hadir cinta tulus utk Rania
Erni Kusumawati
nyesek bgt jd Rania😭😭😭😭
Puji Hastuti
Seru
Puji Hastuti
Masih samar
Puji Hastuti
Semakin bingung tp menarik.
Erni Kusumawati
masih menyimak
Puji Hastuti
Menarik, lanjut kk 💪💪
Erni Kusumawati
duh.. semoga tdk ada lagi kesedihan utk Rania di masa depan
Puji Hastuti
Masih teka teki, tapi menarik.
Puji Hastuti
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya, duh penasaran jadinya.
Puji Hastuti
Gitu amat ya hidup nya rania, miris
Erni Kusumawati
luka bathin anak itu seperti menggenggam bara panas menyakitkan tangan kita sendiri jika di lepas makan sekeliling kita yg akan terbakar.
Erni Kusumawati
pernah ngalamin apa yg Rania rasakan dan itu sangat menyakitkan, bertahun-tahun mengkristal dihati dan lama-lama menjadi batu yg membuat kehancuran untuk diri sendiri
Erni Kusumawati
mampir kk☺☺☺☺
chochoball: terima kasih kakak/Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Puji Hastuti
Carilah tempat dimana kamu bisa di hargai rania
Puji Hastuti
Ayo rania, jangan mau di manfaatkan lagi
Puji Hastuti
Bagus rania, aq mendukungmu 👍👍
chochoball: Authornya ga di dukung nihhh.....
total 1 replies
Puji Hastuti
Memang susah jadi orang yang gak enakan, selalu di manfaatkan. Semangat rania
Puji Hastuti
Kasihan rania
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!