Bagaimana rasanya tinggal seatap dengan mantan istri, tapi dengan status yang berbeda?
Sisa trauma pengkhianatan sang Istri membawa Bara bertemu Rea, gadis yang menurutnya sangat manis dalam hal apapun. Namun, Bara harus kembali menelan kekesalan saat mamanya bersikeras kembali menjodohkannya?
SEASON 2
Pengkhianatan Galen di malam sebelum pernikahan membuat Alesya Damara Alnav trauma. Video 19 detik membuat geger dan menghantam habis cintanya, hingga seorang duda menawarkan diri menjadi pengantin pengganti Galen untuk Alesya.
Akankah pernikahan mereka bahagia? Bagaimana cara Abberico Reivander mengobati luka hati seorang Alesya? sedang sifat sama-sama dingin membuat keduanya tersekat jarak meski raga berdampingan.
Happy Reading💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Pengakuan Bara
"Mas, kamu tau apa yang lebih menyakitkan dari pada patah hati?"
Bara sontak menatap Rea mengernyit, kini keduanya telah sampai di apartemen setelah mengambil ponsel juga beberapa barang milik Rea.
"Pengkhianatan." singkat Bara.
Rea terdiam.
"Aku mungkin terlalu egois jika terus menerus bersamamu," batin Rea.
"Aku akan mengurus perceraianku," ucap Bara tiba-tiba, mungkin Rea harus tau.
"Aku rasa kau tidak perlu melakukannya, Mas."
Bara terbahak, "tidak perlu? Seandainya kamu berada di posisiku, mungkin jawabanmu bukan seperti itu."
"Kenapa? Apa aku salah bicara?"
"Bagaimana dengan pernikahan yang berlandaskan perjodohan? Di saat kamu susah payah berusaha mencintai pasanganmu, di saat rasa itu mulai ada kamu malah melihat sendiri dia mengkhianatimu, bagaimana?" Bara menatap Rea, dua mata itu bertemu.
"Bagaimananya aku tidak tahu? Mungkin aku akan menangis sepuasnya, tapi setelah itu aku tidak akan memaafkan. Karena pantang bagiku menerima pengkhianatan apalagi di depan mata."
Bara memegang tangan Rea hingga gadis itu tersentak.
"Aku tidak bisa menjanjikan pernikahan, karena aku belum bisa melakukannya. Aku butuh waktu bukan hanya sehari dua hari memutuskan, bahkan bisa jadi setahun dua tahun atau bertahun-tahun menyembuhkan luka yang baru saja menganga. Sementara aku tak mau memberimu status asal-asalan," aku Bara akhirnya.
Rea terpaku, entah hal apa yang sudah dilewati laki-laki ini hingga membuatnya merasa kasian untuk menuntut.
"Aku akan kembali ke kosan, kamu tinggalah disini, dan untuk soal kebutuhan kamu bisa menggunakan uang yang aku berikan tadi pagi sementara waktu."
"Terima kasih, tapi aku masih ada uang."
Bara menghela napas, mungkin Rea tak nyaman menggunakan uang milik suami orang, pikir Bara.
"Hanya itu Rea, pakailah untuk membeli apapun."
"Baiklah." Rea akhirnya mengalah, lalu menanyakan sandi apartemen ini kepada Bara.
"Sandinya XXXXXX, kita tukar nomor ponsel, kalau ada apa-apa langsung beritahu. Oh ya, aku akan sering ke luar kota, jika ada wanita kesini mencariku, bilang saja kamu kekasihku."
"Hah?" Mata Rea membulat sempurna demi mendengar pesan-pesan Bara. Mengaku kekasih? Bukankah sama saja ia mencari mati jika yang datang kesini adalah istrinya.
"Hm."
"Jaga diri baik-baik sugar," ucap Bara kemudian berlalu.
Sugar?
Hah, apa dia menganggapnya sugar baby? Mendadak Rea emosi, sayang sekali Bara sudah pergi.
***
"Hallo, Ra? Kamu besok pagi berangkat ke kantor, papa ada tugas buat kamu mengawasi proyek di Bandung selama seminggu." Tegas Aron di sambungan telepon.
Sebenarnya proyek itu sudah berjalan lancar tanpa Bara kesana. Namun, ia ingin menghindarkan Bara dari Najira sementara waktu. Aron tak ingin, putranya termakan sandiwara air mata palsu, meski Aron yakin kali ini Bara akan sulit diluluhkan.
"Bandung, Pa? Seminggu?" tanya Bara tak percaya, Aron mengiyakan.
"Kamu harapan Papa," ujar Aron menyakinkan, padahal ia memiliki niat terselubung.
"Baik, Pa."
Bara menghela napas kasar, ia harus ke Bandung seminggu, bagaimana dengan Rea?
Sementara di kediaman Aron, Rosa sedari tadi menggerutu mendengar keputusan suaminya. Menurut Rosa, kepergian Bara ke Bandung bukanlah hal yang tepat.
"Kasian Najira, di tinggal terus sama Bara. Kalau begitu, kapan kita punya cucu?"
Najira mematung di atas, jadi Bara keluar kota lagi? Tanyanya dalam hati.
"Ini penting, Ma. Proyek di Bandung harus ada yang mengawasi, dan Papa sudah percaya banget sama Bara." jelas Aron dengan raut wajah serius.
"Masalahnya, kenapa harus disaat seperti ini? Di saat Najira dan Bara rumah tangganya tertimpa masalah, itu sama aja Papa egois dan hanya mementingkan perusahaan, bukan perasaan Bara maupun Najira."
Tap... Tap... Tap...
Najira menuruni tangga, dengan raut wajah sedihnya.
"Sudahlah, Ma. Najira tidak masalah kalau Mas Bara ke luar kota. Ehm, biar nanti Najira menyusul ke Bandung."
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak Najira, Bara mungkin akan repot mengurusi proyek sedangkan dia? Najira akan menggunakan waktu ini untuk bertemu Revan.
"Nah, Najiranya aja nggak keberatan kok." sela Aron.
"Iya, Pa, Ma. Najira sama sekali nggak keberatan."
"Jadi sebenarnya apa masalah kalian? Sampai Bara marah?" tanya Rosa.
"Mas Bara marah karena aku memecat pembantu tiba-tiba, Ma." alibi Najira.
Sebenarnya, bukan tanpa alasan Najira memecat pembantunya, melainkan karena pembantu sialan itu memergoki dirinya bersama Revan sedang main, bukan hanya itu bahkan mantan pembantunya mengancam akan melaporkannya kepada Bara.
"Baiklah, kalau kamu mau menyusul Bara ke Bandung. Tapi, Mama minta sepulangnya nanti akan ada kabar baik dari kalian, kamu hamil misalnya." goda Rosa.
Dalam hati Aron berdecih tak sudi, akan tetapi ia masih butuh waktu dan bukti untuk menyakinkan Rosa bahwa Najira bukanlah wanita yang baik.
Di kamar kos, Bara berbaring sambil menerawang. Entah kenapa, ia teringat wajah manis Rea dan itu membuat Bara spontan memanggilnya Sugar, karena Rea manis, terlalu manis hingga panggilan itu tersemat untuknya.
Bukan karena Rea Sugar Babynya.
"Aku mungkin akan lama di Bandung, jika uangnya kurang aku akan meminta Tama datang ke apartemen mengantar uang." Bara mengirim pesan kepada Rea.
Tak ada balasan, karena saat ini Rea sudah tertidur pulas di ranjang empuk apartemen Bara. Nyaman sekali rasanya, bahkan jika ia harus berada di dalam seharian mungkin Rea akan betah. Jangankan di tempat Bara yang mewah, di kosan kecil itu Rea pernah seharian berdiam diri di dalam. Mandi, makan, tidur, nonton tv atau sekedar membaca novel online disaat libur kuliah.
"Sial, kenapa aku harus kesal karena pesan tak terbalas." Bara menggerutu, ia membuka kamarnya karena tak bisa tidur. Lantas, yang ia lakukan adalah menghisap rokok sambil berbincang dengan Devan, tetangga kos yang termasuk anak baru seperti dirinya.
"Kerja dimana, Ra? Kayaknya dilihat dari wajah kita seumuran?" tanya Devan, yang berumur kurang lebih 30 tahun.
"Kerja di perusahaan. Bukan perusahaan besar sih, tapi lumayan lah disana."
"Wah, baguslah bisa masuk perusahaan." puji Devan, "perusahaan mana?" sambungnya lagi dengan semangat ingin tahu.
"Ah itu, Alnav Group."
"Wah, hebat kamu, Ra. Bisa diterima jadi karyawannya pak Aron." lagi-lagi Devan memuji.
Bara terkekeh, sepertinya Devan termasuk laki-laki polos.
"Iya, memangnya kenapa dengan Pak Aron, kamu kenal beliau?"
"Enggak, hanya saja sering lihat di koran, berita tentang Pak Aron itu. Beliau tegas dan berwibawa, itulah kenapa perusahaannya sukses, kamu termasuk beruntung bisa kerja disana." jelas Devan lagi-lagi membuat Bara tersenyum, sepertinya ia dan Devan akan menjadi teman baik.
"Kamu mau kerja disana?" tawar Bara, Devan menggeleng lemah.
"Lulusan SMA kaya aku mana ketrima, bisa kerja di supermarket aja udah bersyukur." Devan memaksakan senyum.
"Ketrima, kalau kamu mau. Aku bisa mengajakmu kerja disana, kebetulan hubunganku dengan Pak Aron cukup baik."
"Eh, Tidak perlu, Ra. Aku takut nanti dikira masuk lewat jalur tol bukan kemampuan, padahal kan iya kenyataannya haha."
Bara terkekeh, ia merasa bangga dengan Devan yang apa adanya.
"Kalau kamu minat, seminggu lagi aku bawa ke sana!" ujar Bara dengan penuh keseriusan.
Pke alesan krn di sayang ibunya bara, trs pa korelasinya? Dasar laki2 lemah yah gini..
Yah lampiasin lah ke binik kamu atau selingkuh an nya kok mlh ke orang lain..