Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mandi bersama
Ketenangan yang mencekam menyelimuti Aula Istana setelah pembahasan singkat namun krusial mengenai Kekaisaran Wei. Di bawah kilauan lembut lampu-lampu giok yang digantung tinggi, sembilan gubernur berdiri dengan punggung tegap. Meskipun mereka berusaha menahan diri, kegembiraan yang meluap-luap di mata mereka tidak dapat disembunyikan. Janji dari seorang kultivator Nascent Soul puncak untuk mematahkan belenggu ribuan tahun terlalu manis untuk diabaikan.
Qingwan, yang kini duduk di singgasana, mengangguk perlahan. Wajahnya yang cantik memancarkan wibawa baru, meskipun sedikit canggung. Aura Nascent Soul tahap awalnya mulai berintegrasi dengan energi istana, memberinya otoritas yang alami.
“Rapat selesai,” ujar Qingwan, suaranya kini lebih mantap. “Para Gubernur dipersilakan kembali untuk melaksanakan tugas kalian. Segera sebarkan berita ini ke seluruh penjuru negeri Gizo. Mulai hari ini, hanya ada Kekaisaran Yin. Dan dalam satu minggu ke depan, kami akan mengadakan undangan besar yang mencakup semua pedagang, bangsawan berkuasa, sekte, dan klan terkuat untuk berkumpul di Ibu Kota. Ini adalah perayaan sekaligus deklarasi kekuasaan baru.”
Lumo, yang masih berdiri di samping singgasana, mengangkat tangannya yang dingin. Aura spiritualnya yang tak terbatas bergetar, menenangkan kegaduhan sisa Qi di dalam aula dan memfokuskan perhatian para gubernur.
“Satu hal lagi,” ujar Lumo, suaranya sedalam sumur tua. “Selain mengurus administrasi dan undangan, aku juga meminta kalian segera mengirimkan semua informasi tentang lokasi tempat yang mencurigakan, atau terlarang, di provinsi kalian masing-masing. Aku ingin menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi, sehingga negara ini selama ribuan tahun hanya mampu menghasilkan Kultivator Core Formation akhir.”
Ia menatap tajam ke arah Gubernur Zhang Wei, yang memimpin barisan di depan. “Besok pagi. Aku ingin membaca setiap buku dan informasi yang kalian miliki. Aku tidak punya waktu untuk mendatangi satu per satu perpustakaan di wilayah kalian. Kirimkan seseorang yang cerdas dan terpercaya untuk mengantar semua itu kepadaku. Jangan terlalu lama untuk mengirimkannya.”
Sembilan gubernur serentak menangkupkan tangan, janji patuh terpancar dari sorot mata mereka. Mereka memahami bahwa ini adalah tugas paling suci yang pernah mereka terima.
“Mengenai waktu,” lanjut Lumo, menghela napas panjang, “Aku tidak berjanji, namun aku cukup percaya diri. Paling lama dalam setahun, negeri ini akan bisa berkultivasi hingga Nascent Soul.”
Sembilan gubernur itu langsung tersentak, seperti disambar petir Surgawi. Janji itu, janji untuk menghancurkan belenggu ribuan tahun yang telah membatasi nasib seluruh generasi, adalah suara surga yang turun ke bumi. Mereka kehilangan kendali atas diri mereka. Dengan wajah penuh air mata haru dan ekstasi yang meluap-luap, mereka kembali bersujud. Dahi mereka menghantam lantai dengan bunyi yang keras, tanda penghormatan dan rasa syukur yang tulus yang datang dari inti jiwa mereka.
“Terima kasih Tuan! Kami akan mengingat kebaikan Tuan selamanya!”
Qingwan dan Qiumei, yang berdiri di belakang Lumo, tidak bisa menahan senyum anggun. Pemandangan sembilan pejabat tertinggi di negeri itu bertingkah seperti anak-anak yang baru mendapat permen langka memang sangat lucu dan mengharukan.
Lumo menghela napas, rasa putus asa terpancar samar karena harus menghadapi kehebohan emosional mereka. Ia mengangkat tangannya yang dingin, menghentikan histeria syukur itu.
“Aku bahkan belum memulainya, dan hanya membicarakan rencana. Reaksi kalian terlalu berlebihan untuk seorang gubernur,” kata Lumo. Suaranya kembali dingin, mengandung perintah tak terbantahkan. “Jadilah lebih berwibawa, tunjukkan kebanggaan diri kalian. Aku tidak ingin bekerja sama dengan seseorang yang mudah berlutut kepada siapapun.”
Lumo menurunkan suaranya, membiarkan nada yang lebih lembut muncul, sarat akan sentuhan nostalgia yang tak terjangkau.
“Kecuali ia ayah ibumu.”
Sembilan gubernur itu seketika bangkit, wajah mereka berubah serius. Kata-kata Lumo telah menyentuh inti Dao mereka, mengingatkan mereka pada martabat dan harga diri. Mereka meletakkan satu tangan di dada, memukulnya keras, menunjukkan tekad baja.
“Tenang saja Tuan. Kami akan mengingat perkataan Tuan sampai kapan pun,” janji Gubernur Zhang Wei, suaranya penuh rasa hormat yang mendalam.
Lumo mengangguk puas.
Qingwan berdiri dari singgasananya. Ia telah mengambil pelajaran penting dari Lumo: kekuatan harus disertai dengan ketegasan.
“Kalian telah mendengar titah terakhir,” kata Qingwan, suaranya sekarang penuh otoritas. “Sekarang pergilah. Besok, kirimkan beberapa orang terbaik dari daerah masing-masing untuk menggantikan posisi yang hilang di sini. Pastikan orang itu tidak memiliki benih pengkhianatan dari sifatnya. Jika sampai berkhianat, kalianlah yang menanggungnya.”
Ia menambahkan poin penting lainnya. “Dan kirimkan juga kandidat Jenderal untuk menggantikan posisi Jenderal yang telah mati dan melarikan diri. Besok Senior Lumo akan memilih seseorang yang mungkin memiliki potensi terbaik.”
Kesembilan gubernur itu membungkuk dalam-dalam, menangkupkan tangan, dan berjalan keluar dari Aula Istana. Langkah mereka kini dipenuhi semangat dan ambisi yang terbarukan. Mereka tahu, peluang untuk mengubah nasib pribadi dan negara kini berada di tangan mereka.
Setelah kesembilan gubernur menghilang, keheningan kembali memenuhi Aula. Hanya ada suara gemerisik lembut gaun Qingwan dan Qiumei. Qingwan memandang Lumo dan Qiumei, yang berdiri diam dan patuh di belakangnya.
“Ayo Senior,” kata Qingwan, suaranya lembut, rasa lelah terpancar. “Hari sudah sangat larut. Kita lihat-lihat kamar yang akan digunakan. Aku ingin memastikan Senior mendapatkan tempat istirahat terbaik.”
Lumo membalikkan badannya, menoleh ke arah Qiumei. Tatapannya datar.
“Tunjukkan tempat untuk Permaisuri terlebih dahulu,” perintah Lumo. “Karena itu akan menjadi milik Kaisar Wanita Qingwan. Dan aku, kau bisa tunjukkan di manapun, bahkan kandang kuda.”
Qingwan hendak menyela, merasa tidak nyaman dengan gagasan mengambil kamar Permaisuri yang besar dan mewah itu. Namun sebelum ia sempat menjawab, Qiumei maju selangkah. Matanya yang indah menatap Lumo, ada binar tekad yang tersembunyi. Qiumei tidak ingin Lumo beristirahat di tempat yang tidak layak.
“Tidak, Tuan Lu,” ujar Qiumei dengan suara yang tegas, tidak gentar meskipun berhadapan dengan aura Lumo yang dingin. “Hamba akan menunjukkan kamar yang bagus untuk Tuan Lu. Kamar Permaisuri berada di pusat istana dan terlalu ramai. Tuan Lu telah berjuang keras dan membutuhkan kedamaian mutlak. Hamba tahu tempat yang paling tenang.”
Lumo tidak membantah. Ia hanya mengangguk, menerima saran Qiumei, yang menunjukkan pemahaman yang baik akan kebutuhannya.
“Baiklah. Pimpin jalannya.”
Mereka bertiga mulai berjalan, meninggalkan kemegahan Aula Istana. Langkah kaki mereka pelan, bergema di lorong-lorong batu yang sunyi. Istana kekaisaran, yang baru saja menyaksikan kekejaman dan kelahiran kembali, kini terasa dingin dan hening.
Qiumei memimpin Qingwan dan Lumo ke bagian tengah istana. Kamar Permaisuri Kaisar Tubo adalah sebuah kompleks yang sangat luas dan dihiasi batu giok termahal, memancarkan aura keagungan dan kekayaan.
“Yang Mulia Kaisar Wanita,” kata Qiumei sambil membungkuk, menunjuk ke arah kamar tidur utama. “Ini adalah kamar Permaisuri. Kamar ini terhubung langsung dengan Aula Administrasi dan memiliki formasi Qi spiritual yang paling padat di seluruh Istana. Ini paling cocok untuk Anda.”
Qingwan melihat kemewahan di sekitarnya. Ia merasa sedikit tertekan, karena kehidupannya di Sekte Qingyun sangat sederhana.
“Ini terlalu mewah,” bisik Qingwan. “Tapi baiklah. Aku akan menggunakannya. Dan untuk Kamar Kaisar Tubo... berikan saja pada salah satu Jenderal terbaik yang akan Senior Lumo tunjuk besok. Aku tidak ingin tidur di tempat itu.”
Lumo mengangguk setuju. “Keputusan yang bijak.”
Qiumei kemudian memimpin Lumo menjauh dari pusat istana yang ramai. Mereka berjalan menyusuri koridor samping, menembus beberapa taman giok, hingga akhirnya tiba di sebuah paviliun kecil di sudut terpencil kompleks istana. Tempat ini dikelilingi oleh pepohonan pinus kuno yang menjulang tinggi, menjauhkannya dari hiruk pikuk.
Paviliun itu kecil, namun memiliki aura yang tenang dan damai, sangat kontras dengan kemewahan mencolok di pusat istana.
“Tuan Lu, ini adalah Paviliun Senja Sunyi,” jelas Qiumei. “Dulunya ini adalah tempat Kaisar Tubo bermeditasi. Meskipun letaknya di sudut, tempat ini memiliki aliran Qi spiritual yang sangat stabil karena dekat dengan mata air alami istana. Hamba yakin, ini adalah tempat paling damai dan tenang di seluruh Istana.”
Lumo melangkah masuk. Kamar di dalamnya memang mewah, dengan perabotan kayu cendana yang mahal dan tempat tidur giok yang dingin. Yang paling menarik perhatian Lumo adalah Formasi Pengumpulan Qi sederhana yang tertanam di lantai, serta jendela besar yang menghadap langsung ke hutan pinus yang tenang.
Lumo menutup matanya sejenak. Ia menarik napas. Kedamaian yang langka menyelimuti dirinya. Setelah pertarungan yang intens dan rapat politik yang membosankan, tempat ini terasa seperti surga di tengah badai.
“Bagus,” kata Lumo, suaranya penuh kepuasan. “Aku akan menggunakan kamar ini. Terima kasih, Qiumei.”
Qiumei wajahnya memerah, dadanya bergoyang-goyang ketika ia membungkuk dalam-dalam karena rasa haru. Mendapat pujian dari Lumo adalah kehormatan besar.
Qingwan tersenyum lega. “Senior, kalau begitu aku harus kembali. Aku perlu menenangkan pikiranku dan mempersiapkan diri untuk besok. Selamat beristirahat.”
Lumo mengangguk. “Istirahatlah, Yang Mulia. Besok adalah hari yang panjang.”
Mendengar dirinya dipanggil dengan gelar "Yang Mulia" oleh Lumo, Qingwan tersentak, wajahnya memerah karena malu sekaligus bangga. Ia membungkuk hormat, berbalik, dan berjalan pergi, ditemani oleh Xiao Lan dan Xiao Cui. Ia membiarkan Lumo dan Qiumei sendirian.
Setelah Qingwan pergi, Lumo kembali masuk ke kamar barunya. Ia berdiri di tengah ruangan, ingin melepaskan seluruh pakaiannya yang sedikit kotor dan berbau darah kering, meskipun tidak terlihat. Gerakannya lambat dan disengaja.
“Qiumei, siapkan bak mandi. Aku harus membersihkan diri,” perintah Lumo.
Qiumei tersentak dari lamunannya. Ia bergegas menuju kamar mandi yang luas. Di sana, bak mandi marmer berukuran besar sudah tersedia. Qiumei segera menyiapkan air hangat dengan Qi spiritual, tak berselang lama ia pun selesai. Tidak sampai disitu, Qiumei menambahkan beberapa jenis herbal spiritual yang dia kenali, yang bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan memperlancar Qi. Aroma cendana dan herba segera memenuhi ruangan, bercampur dengan uap air panas.
Lumo berjalan ke ambang kamar mandi. Tubuh kekarnya, yang ditempa oleh ribuan petir neraka, terpampang jelas di udara. Kulitnya yang tampak seputih porselen, kini terlihat lebih mengkilap, dan kontur otot-ototnya terlihat sempurna, seperti patung Dewa yang dipahat dari batu giok terbaik, tanpa cela sedikit pun.
Qiumei, yang baru saja selesai mengatur herba, mendongak. Wajahnya yang cantik seketika memerah padam. Ia mencoba memalingkan muka, namun tatapannya seolah terpaku pada sosok Lumo. Ia telah menawarkan tubuhnya sebagai budak, dan secara teknis, ia adalah pelayan Lumo. Kondisi ini seharusnya tidak membuatnya terkejut. Namun, melihat Lumo yang begitu acuh tak acuh, tenang, seolah tidak peduli dengan kehadiran seorang wanita cantik yang melihatnya, membuat rasa malunya semakin menjadi-jadi, karena ia merasa seperti tidak berarti di mata pria itu.
Lumo melangkah masuk ke bak mandi. Ia tidak mengenakan sehelai benang pun. Air hangat itu mencapai pinggangnya. Ia memejamkan mata, membiarkan uap panas membelai kulitnya, merasakan Formasi Pengumpulan Qi di bawah air mulai bekerja.
“Kau juga harus membersihkan diri, Qiumei,” kata Lumo tanpa membuka mata. Suaranya terdengar malas dan mengantuk. “Setelah seharian dalam kekacauan istana, tubuhmu pasti lelah. Mandilah.”
Qiumei menelan ludah. Wajahnya semakin memerah. Rasa takut dan hormat yang bercampur dengan rasa malu menghantamnya seperti ombak spiritual. Ia adalah wanita suci yang baru dua hari menjadi selir Kaisar. Berendam bersama seorang pria, seorang kultivator yang begitu menakutkan, adalah hal yang tidak pernah ia bayangkan.
Namun ia adalah pelayan, dan ia telah berjanji. Dan ada dorongan lain di dalam hatinya. Dorongan untuk mendekati kekuatan yang sangat luar biasa ini, untuk menyerap sedikit pun aura Dao yang dimilikinya.
Dengan tangan gemetar, Qiumei melepaskan gaun emasnya. Ia menyisakan kain putih tipis yang menutupi dada besarnya dan bagian bawah tubuhnya. Ia tidak berani melepas semuanya, karena rasa malu yang mendalam masih menguasai dirinya.
Ia melangkah masuk ke bak marmer besar itu. Air hangat terasa sangat nyaman, meredakan ketegangan di sekujur tubuhnya. Ia duduk di sisi bak yang berlawanan dengan Lumo, membasuh wajahnya yang memerah, berusaha terlihat teliti dan patuh sebagai pelayan.
Namun, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Lumo.
Air di dalam bak membuat tubuh Lumo terlihat seperti patung basah yang memancarkan kekuatan terpendam. Qiumei mengamati bagian bawah Lumo yang tersentuh air. Jantungnya berdebar kencang, ia merasa dadanya seperti ingin meledak karena kegugupan. Ia melihat bagian bawah Lumo yang besar dan panjang, memberikan kesan seperti monster hidup yang tertidur tenang di dalam air. Ukuran itu, aura maskulin yang terpancar dari ketenangan Lumo, membuat Qiumei merasa seperti seekor kelinci kecil di hadapan seekor naga yang sedang beristirahat.
Ia menelan ludah, sensasi aneh terasa di bagian bawahnya. Ia pun segera memalingkan wajah, fokus pada membasuh rambutnya tuan lu, memaksa dirinya untuk kembali ke tugasnya sebagai pelayan.
Sementara itu, Lumo benar-benar memejamkan matanya, menikmati kedamaian mutlak dari air yang menenangkan itu. Setelah bertarung melawan Tujuh naga tersembunyi, Soul Formation, menghancurkan formasi, dan rapat membosankan untuk nya, relaksasi ini adalah hadiah terbesarnya. Ia bahkan hampir tertidur pulas di dalam bak mandi, mengabaikan sepenuhnya kegugupan dan perhatian yang diberikan Qiumei padanya, seolah dia hanyalah udara di dalam ruangan itu.