"Aku tak peduli dengan masa lalu. Yang aku tahu adalah masa kini dan masa depan. Masa lalu hanya hadir untuk memberi luka, dan aku tak ingin mengingatnya!!" (Rayyan)
"Aku sadar bukan gadis baik baik bahkan kehadiranku pun hanya sebagai alat. Hidupku tak pernah benar benar berarti sebelum aku bertemu denganmu." (Jennie)
"Aku mencintaimu dengan hati, meski ku akui tak pernah mampu untuk melawan takdir."( Rani)
Kisah perjuangan anak manusia yang hadir dari sebuah kesalahan masa lalu kedua orang tua mereka. Menanggung beban yang tak semestinya mereka pikul.
Mampukah mereka menaklukkan dunia dan mendirikan istana masa depan yang indah dengan kedua tangan dan kakinya sendiri?
Atau kejadian masa kelam orang tua mereka akan kembali terulang dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14.14. Tak disangka-sangka
#Waktu akan terus berjalan tak peduli jika ada yang terlewat. Dia akan tetap konsisten pada alurnya. Tak ada seorangpun yang bisa menghentikan laju waktu meski banyak yang memang menginginkan hal itu.#
...----------------...
Jennie duduk bersandar di headboard, tatapan matanya kosong menembus jendela dengan tirai yang melambai lembut mengikuti hembusan angin.
Terlalu banyak kejadian yang menimpanya. Hinaan serta cacian yang selama ini menderanya seolah menjadi pelumas baginya untuk tetap tegak melangkah.
Namun, kejadian semalam membuatnya kembali berpikir untuk ke dua kalinya. Dia tahu ada yang tak beres sejak awal keberangkatan nya. Dimulai dengan sang ibu tiri yang tiba-tiba memeluknya, ditambah sikap kakak tirinya yang juga sedikit melunak padanya.
Dia pikir segalanya akan berakhir baik baik saja. Dia akan menemukan keluarga yang sebenarnya dan dapat saling menerima. Namun ternyata semuanya akan tetap menjadi angannya semata.
Jennie memutar otaknya untuk mencari benang merah dari setiap kejadian yang bahkan hampir merenggut nyawanya. Meski masih di dera dilema antara memperjuangkan dan menyerah.
.
.
Di cafe
Rayyan mengatupkan rahangnya kuat kuat. Pemuda itu memalingkan wajahnya cepat. Ditariknya nafas dalam sebelum kembali dihembuskannya secara perlahan. Pandangannya tak mungkin salah, dia sangat hafal dengan bentuk tubuh tersebut meski jarak antara mereka sedikit jauh.
Degup jantungnya seolah kembali menggila. Rayyan menutup pelan kedua matanya demi bisa menguasai dirinya sendiri.
"Hei, kau kenapa? apa lukamu kembali sakit? atau berdarah?" Vino yang melihat gelagat Rayyan segera ber reaksi.
"Tidak, bukan apa apa." Rayyan tersenyum tipis, senyum yang hanya ditunjukkan pada orang-orang terdekatnya saja.
"Huuft, kau membuatku khawatir saja." Rayyan malah tergelak mendengar ocehan dari sahabatnya tersebut.
Vino yang menyaksikannya bahkan sampai terbengong. Demi apapun dia baru menyaksikan tawa seorang Rayyan yang selama ini sangat mahal harganya jika dibandingkan barang.
"Ternyata kamu bisa tertawa juga." Celetuknya nyeleneh membuat Rayyan berdecak dan kembali ke setelan awal, muka datar.
"Ya elah baru juga kelihatan tampan udah kembali lagi dah itu kanebo kering." Vino menampilkan cengiran khasnya sedangkan Rayyan kembali melayangkan tatapan mautnya.
Canda keduanya terhenti kala sebuah suara terdengar menyapa mereka. Kedua mata Rayyan nampak kembali terbelalak namun untungnya pemuda tampan dengan tatapan tajamnya tersebut segera mampu menguasai diri.
"Selamat siang, maaf saya terlambat dan membuat anda menunggu."
"Oh tidak apa apa, kami juga kebetulan baru sampai. Silakan, perkenalkan ini tuan Rayyan yang kemarin saya ceritakan pada anda." Vino segera berdiri dan mengulurkan tangannya diikuti oleh Rayyan.
"Saya Ardi, senang bertemu dengan tuan."
"Rayyan, sama-sama. Senang juga bertemu dengan anda. Ayo silakan duduk."
"Ini siapa?" Vino menoleh kearah gadis cantik dengan rambut yang tergerai indah.
"Ah iya, maaf. Ini tunangan saya, kebetulan beberapa hari ini kami disibukan dengan acara pernikahan yang sebentar lagi digelar. Jadi untuk menyelesaikan semuanya kami harus membagi waktu. Jadi maaf kalau kali ini saya harus membawanya serta." Ardi tersenyum ramah sambil berkali-kali mengatupkan kedua tangannya.
"Oh tidak masalah. Toh yang akan kita bicarakan bukan sebuah rahasia jadi tidak masalah. Benarkan tuan Ray?" Rayyan mengangguk sebagai jawaban.
Bibirnya masih terasa keluh untuk sekedar menjawab. Dia butuh beberapa waktu untuk bisa kembali menguasai diri.
Rani, sosok yang kini duduk kaku seperti patung itu pun tak kalah pias. Tak pernah dia duga jika dirinya harus bertemu dengan Rayyan dalam situasi seperti ini. Bagaimanapun, lelaki itu masih sangat kokoh menghuni hatinya hingga saat ini.
"Baiklah, begini tuan Ardi."
"Panggil Ardi saja, biar kesannya semakin akrab."
"Baiklah, Ardi. Begini, saya mendapatkan laporan dari para pekerja jika anda lah yang merekomendasikan toko bahan baku yang baru kepada perusahaan, apa itu benar?" Setelah beberapa saat terdiam, Rayyan pada akhirnya membuka suara.
"Benar, apa ada masalah akan hal itu atau bahan baku yang mereka kirim tidak sesuai dengan yang kalian inginkan?"
"Semuanya baik, saya juga sudah mendatangi toko dan mengecek langsung barang mereka digudang. Dan tidak ada masalah disana."
"Baguslah, saya sudah cemas takut takut mereka membuat kesalahan. Bagaimanapun saya bertanggungjawab untuk itu karena melalui saya lah perusahaan kalian beralih pada mereka." Ardi kembali menunjukkan senyumnya.
"Karena itu saya ingin kembali melobi untuk pemesanan dalam jumlah besar, apa kira kira toko tersebut sanggup? melihat gudang penyimpanan yang mereka miliki sangat kecil. Saya takut jika nanti proyek ini terhenti ditengah jalan karena kendala bahan." Rayyan tetap terlihat tenang, tak sedikitpun matanya menatap ke arah dimana Rani berada. Pemuda itu benar-benar fokus hanya pada Ardi membuat hati Rani berdenyut nyeri.
"Saya masih mempunyai beberapa canel untuk itu. Anda bisa langsung menghubungi saya nanti ketika proyek tersebut dimulai."
"Ah kalau begitu kami bisa merasa legah. Terimakasih atas kerjasamanya, mudah mudahan semuanya berjalan baik kedepannya."
"Bagaimana kalau kita sekalian makan siang?"
Ponsel Rayyan berdering sebelum dia sempat menjawab tawaran dari Ardi. Dengan segera diangkatnya panggilan tersebut yang ternyata dari Bu Tyo.
"Ya, hallo bu."
"Demam? bukannya tadi pagi sudah baikan?"
"Baiklah, aku segera pulang."
Tergesa, Rayyan segera memasukkan ponselnya dalam saku dan meraih kunci mobilnya.
"Maaf Ardi, sepertinya saya tidak bisa menemani anda makan siang. Calon istri saya sedang sakit dan saya harus segera pulang. Untuk kesepakatan selanjutnya kita bicarakan lain waktu. Saya mohon diri, sekali lagi saya minta maaf." Rayyan membungkukkan badannya dan bergegas berlalu.
Vino yang sempat bengong ditempatnya pun segera beranjak setelah sadar bahwa dirinya akan tertinggal.
Sepanjang perjalanan kembali ke villa diisi dengan keheningan. Baik Rayyan maupun Vino tak ada yang bersuara. Vino masih memikirkan kata kata yang Rayyan lontarkan tadi mengenai calon istri yang disebutkannya, sedangkan sosok wanita memang sedang sakit saat ini adalah Jennie yang jelas jelas Rayyan tolak kehadirannya bahkan sempat tak mengakui jika mereka saling kenal satu sama lain.
Vino melirik ke arah Rayyan yang masih fokus pada jalanan, kedua tangannya nampak mencengkram erat stir dengan wajah datar yang tak terbaca.
"Moodnya berubah-ubah, sebentar baik sedetik lagi buruk. Kadang tertawa tapi dalam sekejap akan diam membeku sedingin salju. Sungguh orang yang sangat sulit sekali ditebak. Kadang aku sendiri bahkan merasa takut padanya." Vino membatin sambil kembali melirik ke arah Rayyan dengan ekor matanya.
Sementara Rayyan masih sibuk dengan hatinya yang berkecamuk hebat saat ini. Dirinya tak menyangkah jika di pertemuan pertamanya setelah berpisah dengan Rani akan terjadi seperti ini.
Keterdiaman Rani tadi seolah menegaskan jika apa yang dikatakan oleh Ardi benar adanya. Rayyan tersenyum miris dalam hati, menertawakan dirinya sendiri yang masih selalu berharap segalanya baik baik saja. Pada kenyataannya dia memang sudah kalah.
karena mereka berdua sama-sama menempati posisi istimewa di hati Rayyan
yang penting Daddymu selalu bersikap baik padamu toooh
koneksinya gak main-main seeeh
aaahh aku telat bacanya ya, harusnya pas maljum kemaren 😅😅😅
pasti rayyan bahagia dpet.jackpot yg masih tersegel.
wkwkw bisa langsung hamil itu kan thor, kasian para orang tua pingin punya cucu, bakal jadi rebutan pasti.
ok lah makasih ry udah buat rayyan dan jenie bahagia disini