Annette seorang bangsawan miskin yang tinggal jauh dari kekaisaran. Hidupnya terbilang sederhana akan tetapi penuh kebahagiaan. Hingga suatu hari masalah muncul di hidupnya.
Utusan kekaisaran tiba-tiba datang kerumahnya dan mengatakan jika dirinya telah menikah dengan kaisar dengan cara yang tidak diduga.
"Aku tidak mau! Aku mau cerai!"
Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Annette bisa bercerai atau tidak? Ayo pantengin terus ceritanya di "KAISAR AYO BERCERAI!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cari dia
Sesampainya di kamar, Annete dengan cepat menutup pintu kamarnya. Wajahnya terlihat begitu pucat dengan keringat dingin.
"Akh! Dasar bodoh, bagaimana bisa aku mengatakan jika dia bajingan! Ini benar-benar gila."
Wanita tersebut tampak begitu panik saat menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Bahkan ingin sekali Annete kembali ke masa lalu untuk mencegah dirinya sendiri.
"Bagaimana ini..." gumamnya dengan tidak tenang.
Hingga beberapa saat ketukan pintu membuat jantung Annete serasa akan lepas.
'Mati aku...'
"Tok, tok, tok," suara ketukan pintu terdengar semakin jelas.
"Si-apa?" tanya Annete.
"Nona...ini saya Gabriel, yang mulia mengutus saya kesini untuk membawa Anda menemuinya," jelas Gabriel yang berdiri tepat di depan pintu Annete.
"Aku...aku dengan sakit perut. Katakan padanya bahwa aku akan menemuinya sebentar lagi."
"Apa Anda baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, hanya harus ke kamar mandi."
"Perlukah saya panggilkan tabib?"
"Tidak perlu! Aku baik-baik saja, jadi kau bisa pergi nanti aku akan menyusul," ujar Annete.
"Baiklah nona."
Setelahnya Annete bisa mendengar langkah kaki yang menjauhi kamarnya.
"Apa yang harus kulakukan selanjutnya?" gumam Annete. Ia harus berpikir keras kali ini jika tidak ingin mati.
Hingga angin malam yang kuta membuat jendela Annete berdecit.
"Tampaknya hanya itu satu-satunya cara," gumamnya saat melihat jendela tersebut.
Di tempat lain, yakni ruang kerja Aldrich. Seorang pria tengah meminum sebuah wine dengan berkualitas tinggi. Ia tidak lagi bernafsu untuk menyelesaikan pekerjaannya setelah bertengkar dengan wanita itu.
"Bajingan? Berani sekali dia, tampaknya aku memang terlalu baik akhir-akhir ini," gumam Aldrich.
Di kekaisaran ini, tidak ada yang berani mengatainya seperti itu. Secara logika memang siapa yang berani pada tiran? Lagipula sudah jelas jika ada yang berani melawannya maka dia akan langsung menghabisinya.
"Dimana dia?" tanya Aldrich saat Gabriel memasuki ruangan seorang diri.
"Nona bilang dia sedang sakit perut, jadi butuh waktu sebentar," jawab Gabriel.
"Sakit perut?"
Ada perasaan aneh saat mengetahui jika wanita tersebut sakit. Padahal ia meminta Gabriel memanggil Annete untuk menghukumnya. Namun sekarang ia sedikit khawatir dengan makhluk lucu itu.
"Panggilkan tabib."
"Saya sudah menanyakan nya padanya namun, dia mengatakan tidak perlu. Itu hanya sakit perut karena ia ingin ke kamar mandi," jelas Gabriel.
'Apa saat ini yang mulia khawatir, padahal beberapa menit yang lalu ia bilang jika ia ingin memotong lidah Annete karena telah menghinanya,' batin Gabriel.
Hingga beberapa menit berlalu namun Annete tidak kunjung datang.
"Sial, apa dia pingsan dikamar mandi?" gumam Aldrich.
"Gabriel, panggilkan tabib dan bawa ke kamar Annete!" pinta Aldrich sebelum meninggalkan ruangannya.
Pria tersebut berjalan dengan sedikit cepat, ia berpikir rasa khawatirnya hanya karena takut kehilangan hiburan yang lucu saja.
Awalnya Aldrich ingin langsung membuka pintu kamar Annete. Namun sedetik kemudian ia justru mengetuknya dengan sopan.
"Tok, tok, tok," ini pengalaman pertama bagi Aldrich.
Ia kembali mengulangi beberapa kali hingga akhirnya pemuda itu kehilangan kesabarannya.
"Hei! buka pintunya!" pinta Aldrich.
Namun tidak ada jawaban apapun dari dalam.
"ANNETE BUKA PINTUNYA!" teriak Aldrich, namun tidak ada jawaban dari dalam sama seperti sebelumnya.
"BRAK!" pintu tersebut hancur sama halnya dengan kesabaran Aldrich.
Matanya menatap seluruh ruangan dan tidak ada siapapun disana. Bahkan lemari pakaian terlihat berantakan di tambah dengan angin yang masuk ke kamar karena jendela yang terbuka lebar.
"Tak, tak, tak."
Aldrich berjalan ke arah jendela, wajahnya mengeras dan memerah saat melihat sebuah tali dari seprei yang terjuntai ke bawah. Orang bodoh sekalipun akan tahu apa yang terjadi saat ini.
"Tampaknya aku memang terlalu baik padamu."
"Yang mulia, ini tabib..." Gabriel dengan cekat mengehentikan perkataannya saat melihat kamar yang berantakan.
"Gabriel, tutup semua gerbang istana dan juga ibu kota. Cari wanita itu sampai dapat, jika dia melakukan perlawanan kau bisa mematahkan kakinya!" perintah Aldrich.
"Baik yang mulia."
Setelahnya ia langsung pergi dari ruangan tersebut bersama dengan tabib yang di bawanya.
'Annete, tampaknya kau dalam masalah besar kali ini,' batin Gabriel.
Sedangkan di tempat lain, Annete tengah duduk dengan baik di kereta kuda. Dia menggenggam buku misinya dengan begitu erat.
"Huh... setidaknya dengan menyelesaikan kasus maka aku bisa menghindar dari manusia itu. Mungkin beberapa hari kedepan emosinya bisa membaik dan aku bisa aman."
Menurut Annete, menyelesaikan kasus yang ada di buku ini adalah cara terbaik untuk menghindari Aldrich. Lagipula Annete telah menuliskan surat di atas meja kamarnya. Suara tersebut berisi permintaan maaf dan permohonan izin agar ia bisa menyelesaikan kasus-kasus di buku tersebut.
Sedangkan tanpa Annete ketahui, bahwa surat yang ia tulis, sama sekali tidak di baca oleh Aldrich yang telah di butakan oleh emosi.
Hingga serakah menempuh satu malam perjalanan, kini Annete telah tiba di desa yang menjadi perdebatan dirinya dan juga Aldrich.
"Nona, apa Anda yakin akan berhenti disini?" tanya kusir tersebut memastikan.
"Iya paman, ini dia bayarannya dan terimakasih karena sudah mengantarku dengan selamat," jelas Annete dengan menundukkan kepalanya.
"Ini lebih nona."
"Iya, ambilah anggap saja itu bentuk terimakasih ku."
"Tapi Nona..."
"Ambil saja pak, kumohon..."
Annete menyatukan kedua tangannya dengan mata yang berkaca layaknya kelinci.
"Huh, baiklah. Terimakasih banyak nona."
"Iya, terimakasih kembali paman."
Setelah itu, kusir tersebut menjalankan keretanya meninggalkan desa tersebut.
"Kasus ketiga, aku datang!" ujar Annete dengan semangat yang membara. Tenang saja ia telah mempersiapkan segalanya di dalam tasnya.
'Desa bulan adalah nama desa yang saat ini menjadi desa dimana kasus ketiga terjadi. Penduduk desa yang menghilang tanpa jejak ditambah dengan warga desa yang terletak seperti mayat hidup. Rasanya seperti aku memasuki desa zombie,' batin Annete.
Warga desa memang terlihat seperti mayat hidup, mereka memiliki tubuh yang begitu kurus dengan tubuh yang pucat.
"Permisi...apa ada penginapan di sekitar sini?" tanya Annete pada seorang warga desa.
"Permisi tuan, apa ada penginapan di sekitar sini?" ulang Annete. Ini benar-benar buruk karena Annete mulai merasa takut.
"Disana ada penginapan." Tunjuknya pada bangunan yang terlihat begitu besar dari bangunan lainnya.
"Terimakasih banyak tuan."
Setelahnya Annete berjalan kearah penginapan tersebut dan setibanya di sana lagi-lagi Annete harus di buat terkejut dengan penginapan yang terasa begitu sepi dan tidak terurus.
'Aku harap tidak ada hantu disini.'
Sedangkan disisi lain satu kekaisaran sedang sibuk mencari Annete. Namun, tidak satu orangpun yang berhasil menemukannya.