Setelah kepergian Papaku, aku diasingkan oleh Mama tiriku dan Kakak tiriku.
Aku dibuang kesebuah pulau yang tak berpenghuni, disana aku harus bertahan hidup seorang diri, aku selalu berharap, akankah ada seseorang yang membawaku kembali ke kota ku ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Belanja
Cindy mengernyit, matanya menatap pada tas kecil yang ditepuk oleh Devan.
"Apa itu mas ?" tanya Cindy karena memang dia tidak tau apa isi didalam tas ditangan Devan.
"Ayo tebak, apa isi tas ini !" seru Devan sembari tersenyum pada Cindy.
Cindy terlihat memikirkan beberapa saat, kemudian dia berkata. "Aku tau, pasti itu uang yang mas pinjam dari teman mas tadi, aku benar 'kan ?"
Cindy tau kalau Devan bertemu dengan temannya tadi, untuk uang, tapi Cindy tidak tau berapa.
"Benar, tapi kamu tau berapa banyak jumlahnya ?" tanya Devan lagi mengajak Cindy tebak-tebakan.
Cindy diam lagi, gadis itu kembali memikirkan. "2 juta,"
"Salah." Tambah lagi !" seru Devan. "5 juta." Cindy mengangkat sebelah tangannya.
"Salah lagi, Ayo tebak yang benar, kalua kamu bisa menebak, uang ini aku berikan semuanya untuk kamu." Seru Devan lagi.
Cindy kembali terdiam, kali ini agak terlalu lama, sesekali gadis itu menyeruput teh dinginnya yang sudah sedikit lagi.
"Ayo cepat, tebak !" seru Devan lagi.
"Baiklah, tapi mas jangan menyesal nanti, kalau benar, berarti semua duit itu untuk ku." Tantang Cindy.
"Tidak masalah," Jawab Devan karena uang itu memang mau dikasih untuk Cindy.
"10 juta, hahaha, aku benar iyakan ? Ayo cepat berikan padaku." Cindy mengulurkan tangannya.
"Tunggu dulu, aku mau makan, dan kamu harus membayarnya, setelah itu, belikan juga aku satu baju, gimana ?" tanya Devan.
"Baiklah, tapi berikan dulu uangnya, jangan kurang sepeserpun." Seru Cindy langsung merebut tas berisi uang ditangan Devan.
Devan tertawa dengan kelakuan Cindy. Cindy membuka tas kecil itu, matanya berbinar saat melihat ternyata tebakannya benar, uang itu sepuluh juta.
Cindy bukan tidak pernah melihat uang segitu, bahkan miliar pun Cindy pernah punya, hanya saja sekarang Cindy tidak punya uang karena baru dari pulau.
Pesanan nasi sudah dihidangkan oleh pemilik warung, Devan dan Cindy langsung menikmatinya.
***
"Kurasa ini sudah sederhana, dari luar saja terlihat sudah tidak bagus," Ujar Andi setelah masuk kedalam rumah yang dia siapkan untuk Devan.
Andi juga meletakkan uang cash Seratus juta didalam lemari rumah itu, sesuai permintaan Devan.
"Tapi aku kepikiran, sebenarnya apa yang sedang diselesaikan si bos, untuk apa rumah ini dan uang ? ah, biarkan saja, nanti kalau dia butuh bantuan pasti dia hubungi aku." Gumam Andi, kemudian mengajak anak buahnya pergi.
Andi menghubungi semua orang yang mencari Devan, Andi meminta pencarian dihentikan, dan semuanya kembali pada tugas dan posisi masing-masing.
Setelah itu Andi segera menuju rumah Tuan Bagas, dia harus memberi tahu Tuan Bagas kalau pencarian Devan sudah dia hentikan.
***
"Andi, kenapa kamu kembali ?" tanya Tuan Bagas karena melihat Andi sudah berada diruang kerjanya.
"Maaf Tuan--" ucapan Andi terpotong. " Om, bukan Tuan," Protes Tuan Bagas, karena sudah beberapa kali Tuan Bagas mengintruksikan kalau Andi jangan memanggilnya Tuan.
"Maaf, Om." Ralat Andi balik.
"Nah, kalau gitu 'kan enak didengar, katakan saja, kenapa kamu disini dan kenapa kamu menghentikan pencarian Devan ?" lanjut Tuan Bagas bertanya.
"Begini Om, tadi saya--" lagi-lagi Andi berhenti bicara. "Tidak usah formal, bicara biasa saja !" protes Tuan Bagas lagi.
"Lanjutkan !" titah Tuan Bagas lagi.
"Jadi begini, tadi aku bertemu dengan Devan, dia berada dikota ini--"
"Apa ? kamu sudah menemukannya ?" Nyonya Raisa terkejut mendengar Andi mengatakan sudah bertemu dengan Devan.
Nyonya Raisa tidak sengaja mendengar, dia keruang kerja Tuan Bagas, sebenarnya hanya mengantarkan minum, karena melihat Andi tadi masuk keruang kerja Tuan Bagas.
Tanpa sadar, nampan yang berisi dua gelas jus ditangan Nyonya Raisa jatuh berserakan.
"Tuan Bagas langsung menghampiri istrinya, dan membawa istrinya duduk.
"Ma, tenang dulu, kita duduk dulu, biarkan Andi menceritakan semuanya." Ujar Tuan Bagas mengusap lembut punggung Nyonya Raisa.
"Mana Devan, kenapa tidak kamu bawa pulang ?" cerca Nyonya Raisa, sangat ingin melihat Devan, dan sudah sangat merindukannya.
"Tenang Ma, tenang, kita dengarkan dulu Andi bicara." Tuan Bagas masih menenangkan istrinya.
Nyonya Raisa mengangguk, namun matanya sudah berkaca-kaca, dia hampir menangis, kerinduan pada Putra semata wayangnya itu sudah sangat dalam, lebih menyakitkan lagi, Devan sudah divonis meninggal, Ibu mana yang tidak terkejut, dan tergamak kalau mendengar ada yang bertemu dengan Putranya itu.
"Andi, lanjutkan cerita !" titah Tuan Bagas, setelah melihat Nyonya Raisa tenang.
Andi mengangguk, kemudian dia melanjutkan bicaranya. " Devan masuk h hidup, waktu kecelakaan pesawat dia selamat." Andi lanjut menceritakan kalau Devan sekarang belum bisa kembali kerumah karena ada urusan yang harus diselesaikan.
"Lalu kalau dia selamat, kenapa sudah setahun lebih dia tidak pulang kerumah ?" tanya Tuan Bagas, karena tidak mungkin Devan tidak pulang.
"Devan dibawa arus, hingga sampai kesebuah pulau, waktu itu dia tidak sadarkan diri, dia diselamatkan oleh dua orang perempuan di pulau itu, tapi perempuan itu sudah meninggal, dan baru kemaren Devan bisa kembali kesini." Andi tidak menceritakan detail, termasuk yang menolong Devan ada seorang gadis, dan yang meninggal bukan gadis itu, tapi gadis itu ikut Devan pulang.
"Alhamdulillah, Putraku selamat," Tuan Bagas bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk Putranya.
"Papa, Devan Pa, Mama sangat rindu padanya, kenapa dia tidak pulang, Andi bawa aku padanya, aku ingin melihatnya." Air mata Nyonya Raisa sudah tidak dapat dibendung lagi.
Hati seorang Ibu pasti sedih dan rindu, apalagi dia sudah tidak melihat Devan setahun lebih.
Beda dengan merantau, kalau merantau, masih bisa berkomunikasi, dan saat pergi sudah pasti tau tujuan.
Tapi ini tidak ada kabar karena kecelakaan pesawat, dan jarang ada yang selamat, apalagi pesawatnya jatuh kedalam laut.
"Maaf Tante, Devan bilang dia tidak bisa pulang sekarang, tapi dia bilang, dia akan menghubungi Tante, hanya saja aku tidak tau kapan." Lanjut Andi lagi.
"Apa ad lagi yang disampaikan Devan, masalah perusahaan misalnya ?" tanya Tuan Bagas.
"Tidak ada Om, dia hanya menyuruhku, menyiapkan sebuah rumah sederhana untuknya, dan uang 100 juta, selain itu dia tidak mengatakan apapun lagi, dia pergi dengan terburu-buru."
"Baiklah, kamu selidiki, dan ikuti dia, cari tau apa yang sedang dilakukan, kamu juga bujuk dia secepatnya kembali ke perusahaan." Titah Tuan Bagas.
Andi mengangguk, kemudian dia permisi dari rumah besar itu.
Setelah Andi pergi, Tuan Bagas, menghibur dan menenangkan istrinya.
"Sudahlah Ma, jangan menangis lagi, yang penting Putra kita masih hidup, kita tunggu aja dia pulang," bujuk Tuan Bagas, agar istrinya berhenti menangis.
***
"Mas, kenapa kesini, disini harganya mahal." Protes Cindy karena Devan membawanya ke mall.
"Gak apa-apa, kita beli yang harga ratusan aja, jangan jutaan, yang penting kita bisa punya beberapa baju."
"Hem," jawab Cindy. dan keduanya memilih pakaian apa yang mereka butuhkan.
Bersambung
Semoga cindy cepat ketemu