NOTE!
-Mengandung beberapa cerita dewasa/adult romance. Mohon bijak!
-Kalau cerita mulai tidak jelas dan dirasa berbelit-belit, sebaiknya tinggalkan. (Jangan ada komentar buruk di antara kita ya) Hiks!
Pantaskah seorang pria dewasa atau terbilang sudah matang, jatuh cinta dengan gadis di bawah umur?
Dia Arga, saat ini usianya sudah menginjak 26 tahun. Dia pria tampan, penuh kharisma dan sudah mapan. siapa sangka, pria sekeras Arga bisa jatuh cinta dengan seorang gadis yang masih berumur 15 tahun?
simak kelucuan dan kemesraan mereka!
Writer : Motifasi_senja
Mohon maaf jika ada kesamaan beberapa nama tokoh yang sama. 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Motifasi_senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu paman lagi
Meeting pagi ini sudah berjalan dengan lancar. Pengeluaran produk terbaru dari perusahaan Arga akan segera meluncur. Hanya tinggal mengurus beberapa hal lagi untuk menyelesaikannya. Kali ini Arga bekerja sama dengan salah satu perusahaan minuman anggur ternama di kota ini.
Pembatalan dengan Perusahaan Joanda group sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi, karena memang terlihat dari pantauannya akan membuahkan hasil yang memuaskan.
“Apa Dimas menghubungi mu?” Tanya Arga. Tangannya mengulurkan beberapa lembaran kertas yang harus di copy.
Dion menerima kertas itu, mengiringi langkah Arga yang berjalan lebih cepat. “Tidak. Kenapa memangnya?”
“Aku sudah membatalkan kerja sama ku dengan Agus.”
“Kau serius? Bagus lah...”
“Itu hukuman untuknya atas kelakuannya dimasa lalu.”
Arga sudah duduk di ruangannya, menaruh ponselnya di atas meja dengan telapak tangan lain mengepal. Dion ikut duduk. Ia masih tak mengerti tentang hubungan Arga dengan Agus. Padahal kalau menurut para pebisnis, Joanda Group termasuk perusahaan ternama yang lumayan dinikmati banyak orang. Mengingat pembicaraan tempo hari dengan Tora, Dion juga sama sekali belum mendapat penjelasan dari Arga.
“Kau masih tidak mau cerita dengan ku?”
“Cerita apa?”
“Kau sedang menyembunyikan sesuatu dari ku kan?”
Dion berdiri. Kedua telapak tangannya menempel di atas meja dengan tubuh menyondong. Bola matanya menatap Arga penuh harap akan sebuah penjelasan.
“Kau pikir Aku menyembunyikan apa?”
“Mana aku tahu. Kalau aku tahu namanya sudah tak tersembunyi lagi. Kau ini!”
“Haha. Besok juga kau tahu.”
Tawa itu tak berlangsung lama. Bibirnya mengatup ketika pintu ruangan itu terbuka. Seorang dengan tubuh modeling masuk kedalam dengan senyuman. Dress ketat berwarna merah dan higtheel warna hitam yang di kenakan, membuatnya terlihat sangat seksi. Dion yang melihatnya langsung meleleh meneteskan air liur. Tapi tidak dengan Arga. Ia justrus mendengus sebal, bahkan pandangannya langsung berpaling ke arah lain.
“Apa Kau tidak punya pakaian lebih sopan?” hardik Arga. Sementara mulut Dion langsung kembali rapat. Mengusap ujung bibirnya lalu membenarkan posisi duduknya yang hampir terjungkir karena pesona Aura.
Aura tak menanggapi ucapan Arga. Ia justru langsung mendorong Dion untuk segera menyingkir dari kursi dan menempatkan bulatan pantatnya di sana. Dion langsung menyingkir. Ia melihat kerlipan mata Arga. Itu artinya Dion harus segera pergi dari ruangan itu.
Ck! Kau mau bersenang-senang sendiri tanpa Aku. Brengsek!
“Untuk apa kau kesini lagi? Kau tidak punya kerjaan?” bertanya tanpa memandang seperti yang di lakukan kemarin.
“Arga, berikan Aku kesempatan. Biarkan Aku menebus segala kesalahan ku.”
Memohonlah! Itu yang di perintahkan Ayahnya kemarin. Kalau Arga masih diam, tak ada cara lain selain memohon sambil bersimpuh dan bersujud. Persetan dengan harga diri! Ini karena cinta.
“Apa kau tau kesalahan mu?”
“Tentu. Aku meninggalkan mu waktu itu, tapi... itu karena aku sedang mengejar mimpi ku.”
Arga mencibir. Jemarinya mengetuk meja bergantian. “Ternyata Kau masih belum tau apa kesalahan Mu. Sudah kuduga.”
“Bukankan itu memang kesalahan ku? Kalau bukan apa lagi? Karena hanya itu yang Klku tau.”
“Sudahlah... Untuk apa kau minta maaf tapi kau sendiri tak tau apa kesalahan mu.”
Cinta mungkin iya, tapi kalau sudah di lukai akan sulit untuk menerima maaf. Ucapannya mungkin sederhana dan serasa mudah. Ini sangat rumit. Harusnya jika rencana waktu itu terjadi, mungkin saat ini Arga dan Aura sudah menjadi suami istri. Itu impian setiap orang, dan saat itu Arga lah yang memimpikan indahnya pernikahan. Marah, kesal, sayang dan kecewa sudah tercampur jadi satu. Kalau di pisahkan akan sulit.
“Ku mohon beri Aku kesempatan. Beri Aku waktu untuk mencari kesalahan Ku.”
“Baik lah... Silahkan jika itu mau mu.”
Aura bernafas lega. Rasanya harapan kembali bersama Arga telah terbuka lagi. Ini jauh lebih baik dari pada kemarin. Aura akan memanfaatkan dengan sebaik mungkin.
“Terimakasih.” Aura meraih tangan Arga. Ia hendak menghampiri Arga, tapi Arga langsung berdiri hingga membuat Aura mundur.
“Aku ada keperluan. Lebih baik kau pergi.”
“Apa Aku boleh ikut?”
“Tidak usah.”
Arga sudah keluar ruangan di ikuti Aura yang menghasilkan lirikan dari beberapa karyawan lagi. Salah sendiri pakai baju yang tidak sesuai. Dress nya itu lebih pantas di pakai ketika ada pesta remang-remang. Lagian siapa pula yang memberikan ide untuk memakai baju terbuka seperti itu?
Sampai di tempat parkiran tak ada yang bicara. Jarak mereka jalan pun sekitar 1 meter. Arga lebih dulu masuk ke mobil dan Aura pun masuk ke mobilnya sendiri. Merayunya hari ini sudah cukup, kalau diteruskan justru akan membuat Arga jengkel. Setidaknya itu yang dapat di ambil dari perdebatan kemarin dengan Arga.
“Aku memang masih mencintai mu, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya.” Gumam Arga. Mobilnya sudah melaju dengan kencang.
“Kau mau pergi kemana sebenarnya?” Tanya Aura yang ternyata mengikuti mobil Arga dari jarak sekitar 10 meteran.
“Ini kan bukan jalan ke rumah mu, Apa kau mau menemui seseorang?”
Beberapa menit kemudian mobil Arga sudah berhenti di depan pintu gerbang seperti biasanya. Disana Mona sudah berdiri dengan mbesengut. Melipat kedua tangannya tanpa maju mendekat ke mobil Arga yang sudah menepi. Sudah hampir dua jam Mona berdiri di fondasi penyangga pintu gerbang di sisi ujung. Bahkan disana sudah tak ada siapapun lagi. Fani tadi sudah pulang terlebih dahulu karena di jemput Ayahnya, jadi terpaksa tidak bisa menemani Mona menunggu jemputan.
“Kau tidak mau pulang?” Arga berteriak dari dalam mobil sambil membunyikan klakson.
Mona tak bergeming. Tubuhnya masih berdiri bersendehan pada dinding gerbang. Pikirnya, biar Arga keluar untuk menghampirinya. Ini adalah kesalahannya. Boleh kan marah?
“Kau tidak mau masuk?” Klakson berbunyi lagi. Arga akhirnya mengalah dan turun.
“Kau ini!” satu jitakan mendarat di kepala.
“Mau membuat ku marah ya?”
“Aku yang sedang marah tahu!” hardik Mona tetap kukuh dalam posisinya. Arga tidak akan balik marah kan?
“Kan aku sudah bilang, aku akan telat menjemput.”
“Tapi Aku sudah dua jam disini. Menyebalkan! Aku kelaparan.”
Sementara mereka berbicara. Mobil yang sedari membuntuti Arga sudah menepi di samping trotoar. Dari dalam dua bola mata sedang mengamati mereka berdua. Untuk jarak yang cukup jauh ini sepertinya tak akan ada yang bisa di dengar oleh Aura. Matanya pun gagal mengetahui siapa gadis SMA yang sedang berbicara dengan Arga itu.
“Apa itu gadis yang di gendong Arga kemarin malam?” Tebak Aura. Ini sangat membuatnya penasaran. Siapa gadis itu dan kenapa bisa bersama Arga? Bagaimana bisa tinggal di rumah Arga?
“Apa sepupu? Bukan! Arga tidak punya sepupu seumuran gadis itu.” Aura bergidik sendiri.
Rasa penasaran semakin bertambah ketika dengan tiba-tiba Arga menenteng tubuh Gadis itu dengan cepat. Membawanya masuk kedalam mobil dan dengan cepat mobil itu sudah melaju meninggalkan are sekolahan.
Aura menyalakan mobil tapi arahnya berbeda dengan Arga. Ia ambil sisi kanan menuju arah ke rumahnya sendiri. Dalam perjalanan entah kenapa Aura selalu saja di hadapkan dengan sebuah pertanyaan dan rasa penasaran. Dan itu selalu karena Arga. Aura memukul setang mobil dengan keras. Jengkel karena tidak tau apa-apa setelah kepulangannya ke negara sendiri. Sepertinya banyak hal yang terlewatkan saat dirinya ada di luar negeri.
“Kenapa kita kemari?”
Mona celingukan ketika mendadak mobil Arga berhenti di tempat lain dan justru bukan di rumah. Mona meletakkan tas
selempangnya di jok lalu menyusul Arga yang sudah turun dari mobil dan melangkah masuk kedalam sebuah restoran seafood.
“Tunggu Aku Kak.” Mona melangkah lebih cepat mengimbangi langkah Arga. Tapi beberapa langkah sampai di dalam, Arga berhenti mendadak hingga Mona menabrak punggung bidang Arga dengan keras.
“Aw! Kenapa berhenti?”
“Selamat siang Tuan... Anda disini juga?”
Seseorang menyapanya ramah. Mona yang tak terlihat dari balik punggung Arga, perlahan menggeser menyembulkan kepalanya. Seketika Mona langsung mencengkeram erat pergelangan tangan kiri Arga. Kedua matanya bertemu tatap dengan lelaki yang sedang berdiri di depan Arga.
“Hah! Apa ini yang mirip sekali dengan Mona?” Batin Agus. Ia sendiri sebenarnya sangat terkejut. Apalagi ketika Mona terlihat panik saat bersitatap dengan nya. Terlihat jelas raut wajah ketakutan disana.
Sadar dengan reaksi Mona. Arga langsung melepas tangan Mona dan merangkul pundaknya. Arga tahu Mona pasti sangat ketakutan bertemu dengan Pamannya yang telah tega menjualnya.
“Siapa ini Tuan?” karena penasaran, dengan lancangnya Agus bertanya.
Arga sudah pias. Bagaimana bisa orang ini bertanya begitu padanya. Atas dasar apa? Saudara saja bukan. Itu sangat lancang!
“Kenapa kau bertanya?” hardik Arga. Kedua tangannya menekan pundak Mona untuk segera duduk di kursi dekat mereka berdiri saat ini.
“Oh maaf tuan... Aku hanya merasa kenal dengan gadis ini.”
Mona semakin bergetar. Di posisi duduknya Mona hanya diam meremas kedua telapak tangannya sendiri. Harusnya Mona sadar, reaksi itu justru menimbulkan kecurigaan di pikiran Agus. Tapi mau gimana lagi. Syok dan takut sudah menjalar di tubuhnya hingga menimbulkan peluh dingin di setiap lekuk tubuhnya.
“Enak saja! Sejak kapan kau mengenalnya?”
“Maaf Tuan, mungkin saya salah orang.”
Agus berlalu dengan menoleh sekali memandang Mona yang sedang duduk. “Mirip sekali...” Agus sudah keluar dari sana.
“Kenapa Kau jadi diam?” Arga menarik kursi kosong dan duduk di samping Mona. “Kau takut?”
Mona diam. Kepalanya menunduk. Buliran bening jatuh di atas punggung telapak tangannya. Terdengar isakan dari balik wajahnya yang menunduk. Tubuhnya terlihat bergetar beriringan dengan tangis yang sudah tak bisa di tahan. Kenapa harus bertemu lagi dengan nya? Satu pertanyaan yang langsung muncul di kepala Mona.
“Seharusnya kau bawa cermin, biar tau bagaimana jeleknya dirimu ketika menangis.” Ledek Arga sambil membuka daftar menu.
Mona mengusap pipinya. Tangan kanannya merayap mengambil daftar menu yang satunya. Takut boleh tapi lapar jangan. Kalau disini cuma mau menangis, yang ada sampai rumah nanti Mona akan pingsan. Setelah menunjuk beberapa menu, Mona mendesah pelan. Dalam hatinya berdoa. Berharap bahwa ini yang terakhir kalinya bertemu dengan Pamannya.
***
**Yuhu! Sedikit mau kasih info nih, simak dan baca ya. hehe.
Dikarenakan authornya sibuk nulis judul lain juga, jadi untuk Novel berjudul (My Brother, I Love You) tidak akan up setiap hari ya. Author akan Up setiap hari senin atau kamis.
eits! jangan khawatir, Author nggak cuma Up 1 episode aja kok. tapi 3 sampai 5 sekaligus ya...
Mohon tetap setia, 😘
Aku pada kalian semua.... Lop u all... Emmmuahh**!!!