Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.
Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.
Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Sadis Amat
Danial yang awalnya hanya berniat membaringkan tubuhnya saja, kebablasan tidur. Begitu membuka mata, Danial kaget karena disampingnya sudah ada Alvi dan Deon, duduk bertopang dagu menatap kearah Danial.
"Ya Tuhan." Danial langsung terperanjak kaget. "Kalian ngapain?."
"Jagain lo, disuruh ibu negara." Jawab Deon. "Gini nih dia ngomong, 'kak Deon, kak Alvi jagain suami tercinta aku ya, aku mau balik ke kelas'." Ucap Deon, dengan nada dan gaya bicara dibuat selebay mungkin. Mana mungkin Meldy ngomong gitu.
Danial menoleh ke kasur tempat Meldy tadi berbaring, ternyata benar dia sudah tak ada lagi disana. "Mana meldy?." Tanya Danial.
"Balik ke kelas, lo bukan nya jagain Meldy malah tidur." Jawab Alvi, yang agak waras dari Deon.
"Dia udah besar, nggak perlu dijagain."
"Kalau kejadian tadi pagi keulang lagi gimana?." Tanya Deon.
"Nggak akan, kalau mereka nggak mau berurusan sama gue." Ucap Danial, dia keluar dari UKS. Tujuan awalnya untuk menjaga Meldy. Orangnya saja sudah tak ada, ngapain juga masih berdiam diri disana.
"Dan. kebiasaan deh tuh anak main cabut aja." Panggil Deon.
"Alvi, lo mau kemana? Kalian berdua ya." Alvi ikut menyusul Danial.
"Nyusul Danial lah." Ucap Alvi.
"Punya teman benar-benar ya." Gerutu Deon, menyusul Danial dan Alvi.
°°
Bel pulang sekolah telah berbunyi, waktu yang paling dinantikan oleh setiap murid. Sebenarnya Danial khawatir dengan Meldy, tapi dia masih gengsi menunjukkan kekhawatiran nya. Baru saja bel berbunyi, menunggu guru keluar kelas, Danial langsung menuju kelas Meldy, untuk mengajak nya pulang bareng.
"Kak Danial noh." Pijar menunjuk kearah pintu, Danial sudah berdiri disana.
"Ngapain dia?." Tanya Meldy, nggak biasanya Danial menyusulnya kekelas seperti itu.
"Jemput lo lah."
"Ya kali. Ada urusan lain tuh." Ucap Meldy, tak percaya kalau Danial datang untuk menjemput nya.
Danial melangkah masuk kedalam kelas Meldy, menghampiri meja dimana Meldy dan Pijar duduk. Semua mata yang ada didalam kelas itu tertuju kepada Danial.
"Ayo pulang." Ajak Danial.
"Gue pulang bareng Pijar." Jawa Meldy, masih acuh seperti biasa dia ngobrol dengan Danial.
Danial menatap kearah Pijar, seolah tau apa maksud Danial, Pijar pura-pura menerima telpon dari mamanya.
"Halo ma, iya ma Pijar pulang sekarang kok." Pijar menempelkan hp di kupingnya. "Mel, sorry ya gue harus buru-buru pulang. Lo pulang ke sama kak Danial aja ya." Pijar buru-buru keluar dari kelas.
"So?." Tanya Danial.
"Gue bisa pulang naik taxi."
Danial duduk dibangku bekas Pijar tadi, lalu merangkul bahu Meldy. "Lo mau mereka curiga hubungan kita?." Bisik Danial.
"Lo yang bilang kita tunangan, ya pandai pandai lo lah." Jawab Meldy.
"Lo yakin? Mau kejadian tadi pagi keulang lagi?."
"Gue nggak takut, mereka aja yang beraninya main keroyokan."
"Hmm ya udah, gue pulang duluan. Apapun yang terjadi sama lo, jangan salahin gue." Danial beranjak dari bangkunya.
Tring.....
Mendengar ada notif yang masuk, Meldy mengecek ponselnya, ternyata itu adalah pesan dari Melvin.
(Kak Melvin: Dek, pulang bareng Danial. Kakak nggak terima penolakan!)
Dengan malas, Meldy kembali memanggil Danial yang sudah berada di ambang pintu kamar kelas.
"Kak...." Panggil Meldy.
Danial menoleh. "Kenapa?."
"Gue pulang sama lo." Meldy mengambil tasnya, lalu menyusul Danial.
"Katanya nggak mau pulang bareng gue."
"Terpaksa kali. Disuruh kak Melvin."
"Hmm, oke. Ayo kita pulang." Danial merangkul Meldy.
"Nggak usah rangkul rangkulan segala."
Danial mendekatkan wajahnya ke kuping Meldy. "Mereka semua taunya kita tunangan, jadi harus meyakinkan dong." Bisik Danial.
"Terserah lo." Jawab Meldy, malas berdebat dengan Danial.
Sepanjang perjalanan menuju parkiran sekolah, mereka tak luput dari perhatian murid-murid terutama yang perempuan.
"Risih tau nggak diliatin mulu." Gerutu Meldy.
"Mau gue tegur? Atau sekalian dicolok matanya satu-satu?."
"Sadis amat, nggak gitu juga kali."
"Katanya risih."
"Ya nggak dicolok juga mata anak orang. Kalau lo masuk penjara gimana? Jadi janda peraw*n dong gue."
"Atau lo mau diperaw*nin?." Bisik Danial.
Karena kesal Meldy mencubit perut Danial. "Ngawur lo, awas aja berani macam-macam."
"Setau gue, sama istri sendiri nggak dosa loh." Danial tetap saja menggoda Meldy.
"Kak stop ya, atau gue pulang sendiri nih." Ancam Meldy.
"Iya iya, sensi amat."
"Makanya jangan ngawur."
"Yang mulai duluan siapa?." Tanya Danial.
"Siapa? Lo kan yang mulai."
"Kok gue?." Mereka sudah sampai diparkirkan, Danial memberikan helm untuk Meldy.
"Ya emang lo." Meldy menerima helm dari Danial. Bagi yang tak mendengar percakapan mereka, pasti melihat keduanya begitu romantis, apalagi dengan Danial yang merangkul Meldy.
"Bisa nggak sih?." Tanya Danial. Melihat Meldy kesusahan memasang pengait helmnya.
"Susah banget sih, helm nya yang sama nih." Keluh Meldy, malah menyalahkan helm.
"Kalau nggak bisa bilang, jangan nyalahin helmnya, dia nggak salah apa-apa." Danial mengambil alim memasangkan pengait helm Meldy.
"Buruan naik." Danial menyuruh Meldy untuk naik keatas motor. "Pegangan." Kata Danial begitu Meldy sudah diatas motor.
"Pelan-pelan, jangan ngebut lo." Ucap Meldy, berpegangan di kedua bahu Danial.
"Iya bawel."
Gruung..... Danial menancap gas motor nya, hampir saja Meldy terjungkal kebelakang kalau tidak reflek memengang Danial. "Pelan-pelan dong, kalau gue jatuh gimana?." Meldy menepuk punggung Danial.
"Makanya pegangan." Ucap Danial dibalik helm full face nya.
"Ini kan pegangan."
"Bukan gitu, tapi gini." Danial menarik tangan Meldy untuk melingkar di pinggang nya. Danial, udah mode ugal-ugalan aja nih....
"Mudah-mudahan mereka bisa saling mencintai ya De." Ucap Melvin, ternyata sejak tadi Melvin dan Dea memperhatikan mereka dari jauh.
"Gue juga berharap gitu Vin. Dari sekian banyaknya cewek yang dekatin Danial, gue paling srek sama Meldy. Gue nggak mau hubungan mereka berhenti ditengah jalan." Ucap Dea.
"Gue juga. Setelah kejadian tadi pagi, setelah gue melihat gimana Danial melindungi Meldy, gue jadi tau ternyata itu alasan papa bersikeras menjodohkan mereka."
"Itu belum seberapa, kenapa lo udah yakin aja?." Tanya Dea.
"Entahlah de, filing gue mengatakan gitu. Mudah-mudahan aja, do'a terbaik kita untuk mereka dikabulkan Allah ya."
"Amiiin." Ucap Dea mengaminkan do'a Melvin.
"Btw, mau disini terus nih, nggak mau pulang?." Tanya Melvin.
"Gue sih langsung pulang, lo gimana?."
"Gue kayak nya langsung ke kantor deh."
"Udah mulai ngantor lo?."
"Sebenarnya bisa belajar dari rumah sih, om Samuel selalu mengirim update perusahaan setiap hari ke email gue. Tapi, nggak ada salahnya kan, langsung belajar di perusahaan." Jawab Melvin. Sebenarnya Melvin belum terlalu dituntut untuk mengemban tugas itu sepenuhnya, karena dia masih sekolah dan masih ada om Samuel, orang kepercayaan alm. papa Hendra yang menghandle jalannya perusahaan. Tapi Melvin sudah merasa kalau itu adalah tanggung jawabnya, jadi Melvin akan belajar mengurus perusahaan dengan serius dari sekarang.
"Iya sih, semangat deh buat lo." Dea menepuk-nepuk bahu Melvin, memberikan semangat. "Gue duluan ya Vin." Dea berpamitan.
"Oke, hati-hati lo."
"Iya, lo juga."
Secara tidak langsuang, hubungan Dea dan Melvin menjadi semakin dekat. Apakah kedepannya kedekatan mereka akan melibatkan perasaan? Tak ada yang tau. Biarlah semua mengalir seperti air yang terus mengalir mencari wadahnya.