NovelToon NovelToon
Aku Dibenci Ayah

Aku Dibenci Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Konflik etika
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Taurus girls

Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

"Panas nggak!?" tanya Pak Doni wajahnya datar banget bikin takut anak-anak didalam kelas ini, termasuk Sendi.

Agel bingung dia harus jawab jujur atau tidak ya? Tapi sekian detik Agel menemukan jawaban yang tepat. "Anget Pak,"

"Orang masih idup ya anget beg0...!" sembur Ridho yang duduk didepan Agel.

"Hahahaaa...."

"Sudah-sudah!"

Pak Doni menegur saat semua murid dikelasnya ini riuh tertawa, menertawakan celetukan random dari Ridho barusan.

"Bapak nanya serius ya, kalian ini malah becanda!" sentaknya menatap jengkel ke seluruh anak didiknya itu.

Seketika semuanya pun menunduk dan berhenti tertawa. Tidak ada yang berani bersuara sedikit pun. Termasuk Sendi yang masih banyak pikiran.

"Keluar kamu Sendi. Bapak hukum kamu selama tiga hari."

"Hah?! Maksudnya Pak?" Sendi mendongak cepat. Sendi menatap gurunya itu dengan tatapan terkejut dan takut.

"Tiga hari kamu saya skors."

"Nggak Pak. Saya nggak mau!"

Sendi menggeleng heboh. Dia buru-buru beranjak dari tempat duduknya dan meraih tengan pak Doni. Namun gurunya Sendi itu tak peduli bahkan menjauhkan tangannya supaya Sendi tidak bisa meraihnya membuat Sendi takut luar biasa.

"Cepat rapihkan barangmu!"

Sendi menggeleng dengan mulut terbuka. Sendi terlihat akan mengatan sesuatu. Tapi urung saat Pak Doni menatapnya cukup tajam dengan telunjuk yang menunjuk kearah pintu kelas. Pak Doni menyuruhnya keluar kelas saat ini juga.

Kalau begini Sendi tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan menerima.

"Baik Pak."

Sendi mengangguk. Sendi merapihkan alat tulisnya, memasukannya kedalam tas miliknya, dan menyampirkan tas hitam yang warnanya sudah sedikit memudar itu dibahu.

Sendi keluar dari kelas.

"Teman kita kasian banget ya cuy?" lirih Ridho ketika melihat Sendi sudah keluar dari kelas dengan wajah yang terlihat sedih.

Agel mengedik bahu. "Mau bantuin tapi bantu apaan?"

"Bener sih."

"Btw... Pulang sekolah kita kerumah Sendi aja. Gimana?" tanya Agel pada Ridho.

"Boleh."

...----------------...

"Arghhh... Sial! Kenapa gue diusir dari kelas sih? Kenapa pula gue kena skors?! Ah benci gue! Benci!"

Sendi mengerang. Sendi merasa frustasi. Sendi menendang apa saja yang ada dihadapannya. Contohnya tong sampah yang tak jauh dari dirinya yang Sendi tendang hingga peot dan sampahnya tumpah disana.

Sendi menjambak rambutnya gusar hingga rambut itu sangat berantakan. Membuat siapa saja yang melihatnya bisa dengan mudah menebak jika Sendi sedang banyak pikiran. Sendi sedang tidak baik-baik saja.

Kini Sendi berada disebuah bendungan yang lumayan jauh dari sekolahan. Disana sangat sepi karena masih siang hari kemungkinan banyak orang-orang yang masih sibuk dengan urusannya masing-masing seperti bekerja dan ada yang sekolah atau pun kuliah. Lagi pula matahari juga bersinar begitu panas nan terik karena masih pukul sebelas siang. Jelas dibendungan itu tak ada siapapun.

Sendi duduk dibesi pembatas jembatan bendungan. Kedua matanya menatap hamparan air yang berkilau diterpa matahari serta ombak kecil karena air itu diterpa angin kecil.

"Hidup gue benar-benar penuh cobaan."

Ingatan Sendi tertuju pada kejadian tadi pagi dirumah sebelum dirinya berangkat kesekolah. Suara gelas yang terjatuh menghantam kerasnya lantai menggema diingatan. Serpihan pecahan kaca yang tercecer kemana-mana juga terlintas diingatan. Semuanya terus berulang-ulang bak kaset rusak. Semakin membuat kepala Sendi riuh dan berat.

"Aku dibenci Ayah."

Kedua tangan Sendi menggengggam besi pembatas jembatan bendungan paling atas. Perlahan satu kaki Sendi terangkat berpijak di besi pembatas jembatan bendungan juga. Lalu kaki yang satunya menyusul.

Pikirannya sedang kacau dan yang ada dalam otaknya hanyalah ingin segera mengakhiri kisah hidupnya yang tidak semulus harapan. Perlahan namun pasti kedua kaki Sendi terus menaiki besi pembatas jembatan, tatap matanya menatap ke arah bawah sana. Di bawah sana air yang ke dalamannya mencapai puluhan meter membuatnya yakin jika ada yang terjatuh ke bawah sana pasti akan mati.

Sendi memejamkan mata. Kedua tangannya terlentang. Kedua kakinya kini sudah berada di paling atas pembatas besi jembatan bendungan itu.

"Hei, lo gila ya!"

"Arghhh.."

Byuurrrrrrrrrr....

...----------------...

Roni membuka pintu belakang rumah dengan keningnya yang penuh keringat. Roni duduk di kursi dapur sambil melepas sepatu botnya yang terdapat banyak lumpur.

Setelah bot nya terlepas Roni memakai sendalnya dan menuju kamar mandi sederhananya. Dia mandi di sana selama beberapa menit. Kemudian menuju kamar untuk berganti pakaian.

Setelah rapih dengan kostum rumahannya, Roni menuju dapur untuk membuat kopi hitam manis. Sudah menjadi kewajiban Roni selama ini meminum kopi sebanyak tiga kali bahkan bisa empat atau lima kali. Pagi siang dan sore. Yang dua kalinya minum kopi di rumah tetangga jika Roni sengaja main ke rumah tetangga untuk berbaur.

Hanya butuh waktu beberapa menit kopi pun sudah jadi. Dengan wajah lelah nan tuanya Roni membawa kopi itu ke meja makan. Roni ingin menikmati kopinya di sana sekaligus makan siang.

Roni membuka tudung saji. Wajah tuanya itu berubah drastis saat melihat cething nasinya yang kosong dan sayur bayamnya yang sisa sehelai saja, sambalnya? Ludes.

"Huh!" Roni kesal dia kembali meletakan tudung saji seperti semula.

"Punya anak nggak ada pengertiannya sama sekali sama orang tua...!"

Roni duduk, mengaduk kopi miliknya lalu meneguknya sedikit karena masih panas. Jika lanjut di minum sekarang juga bisa-bisa lidah Roni bisa melepuh dan tidak enak untuk makan apapun nantinya.

"Harusnya kalau tahu nggak ada nasi sama sayur buat makan ya bikin, jangan di biarin aja begini..." omelnya, mengomeli Sendi yang tidak ada di rumah.

"Orang tua pulang dari kebon itu capek, lapar! Nyampe rumah ya pinginnya langsung makan. Nah ini malah nggak ada yang bisa di makan! Dasar anak nggak tahu diri! Masih untung aku mau nampung dia di sini!"

Sebenarnya keinginan Roni itu tidak muluk-muluk. Roni hanya ingin punya anak yang mengerti akan keadaan orang tuanya. Di saat tak ada yang di makan ya bikin. Disaat orang tua banyak pekerjaan di kebun yang di bantu. Itu saja sebenarnya. Tapi entah kenapa anak-anaknya tidak ada yang mengerti dan memahaminya satu pun padahal anak Roni ada empat.

Karena kesal dan lelah. Roni menuju kamarnya karena ingin tidur sebentar, tak lupa di bawanya segelas kopi yang dia buat tadi.

Tanpa Roni tahu jika ada satu lelaki dengan pakain luwes untuk orang rumahan berjalan mengendap dibelakang rumah. Mencoba mengintip dari celah pintu yang sudah rapuh, keropos, nan ada beberapa bagian yang bolong juga.

Merasa sepi dan aman lelaki itu pun masuk dengan mudahnya lewat pintu belakang rumah itu.

1
ADEF
itu ada maling?
ADEF
benar itu
ADEF
sendi jatuh?
Aksara_Dee
tapi perlakuan kamu ke Sendi pilih kasih pak
Elisabeth Ratna Susanti
suka lihat ia punya bulek yang baik dan sayang sama dia
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Elisabeth Ratna Susanti
wah aku merinding semoga ibu nggak kenapa2 ya
Aksara_Dee
apa Sendi bukan anaknya?
ADEF
bingung ya Gel kasihan
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
ADEF
sedih liat sendi digituin/Sob/
Aksara_Dee
Sen, kamu anak yg sangat baik. 🥺
Elisabeth Ratna Susanti
semoga ibu nggak kenapa2 ya😭
ADEF
next
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
ADEF
banyak pikiran gampang emosi
Elisabeth Ratna Susanti
aku ikut kaget nih 😄
Elisabeth Ratna Susanti
like subscribe plus iklan 👍🥰
Aksara_Dee
Dita, suaramu kayak sound horeg 🤣
ADEF
roni ini bukn ayah yg baik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!