Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman Pagi
Ava dan Devon akhirnya kembali berciuman di sofa itu, tetapi segalanya terasa berbeda dari sebelumnya. Kali ini, bukanlah ciuman yang terburu-buru, dipicu oleh luapan emosi dan perasaan mereka yang lebih kuat lagi.
Ini bukanlah ciuman yang berapi-api dan penuh nafsu, melainkan sebuah rasa yang dalam dan penuh arti. Gerakannya lambat, penuh kesadaran.
Devon tidak terburu-buru. Dia mengecap, merasakan, dan mempelajari setiap inci dari kehangatan yang berikan pada Ava.
Tangannya berpindah ke belakang leher Ava, menariknya mendekat dengan pelan, menyatukan mereka dalam sebuah ruang yang hanya berisi napas dan detak jantung mereka.
Ava membalasnya tanpa rasa canggung lagi. Tangannya bahu kekar Devon, jari-jarinya naik ke lehernya yang kuat dan turun ke dada bidang pria itu yang kini berdetak kencang, sebuah bukti nyata dari cinta yang berdetak di antara mereka.
Bayangan Don Vittorio, kenangan akan ketakutan, semua itu larut dan menguap, digantikan oleh rasa yang kini Ava rasakan, oleh kenyataan Devon yang mencintainya dengan nyata di pelukannya.
Mereka terpisah sejenak, hanya untuk menarik napas, kening mereka masih saling bersandar. Mata mereka saling memandabg, dan dalam pandangan Devon, Ava melihat pantulan perasaannya sendiri yaitu sebuah kelegaan yang mendalam, sebuah kerinduan yang terpenuhi, dan sebuah harapan yang mulai bersemi.
Senyum kecil mereka bertemu sebelum mereka akhirnya kembali menyatu, kali ini dengan sedikit lebih liar, sedikit lebih berani.
Ciuman mereka berlanjut. Di atas sofa yang sama dimana mereka menemukan ketenangan dalam tidur semalam, mereka kini menemukan sebuah bahasa baru.
Bahasa yang tidak perlu diucapkan, tetapi dirasakan dengan sangat dalam. Itu adalah sebuah ciuman yang bukan tentang melupakan, tetapi tentang mengingat. Mengingat bahwa di tengah segala sesuatu, mereka masih mampu merasakan cinta ini.
"Baby, tolong jangan selipkan kakimu di pahaku," desah Devon ketika Ava tanpa sadar mencari kehangatan dengan menyelipkan kakinya di paha Devon.
Ava tertawa dalam ciuman mereka lalu berhenti sejenak dan melihat ke arah bawah kakinya. "Ups, sorry. Apakah aku membangunkan sesuatu?" bisiknya nakal.
"Jika kau ingin melanjutkannya, aku tak akan menolak," sahut Devon.
Ava kembali tertawa dan kemudian sedikit menjauh. "Kurasa kita harus segera beranjak dari sini sebelum itu terjadi."
Devon menghela napas panjang, dan Ava tahu arti dari helaan napas itu. Ava mengecup bibir Devon. "Sudah waktunya makan pagi."
*
*
Mereka akhirnya beranjak dari sofa, tubuh mereka kaku dan pegal, tetapi hati mereka terasa berbunga-bung. Ava membantu Devon membereskan selimut dan bantal, sebuah aktivitas sederhana tapi terasa sangat berarti.
Saat mereka berdiri berhadapan di tengah ruangan yang sedikit berantakan, Devon menarik tangan Ava.
“Sudah lapar?” tanyanya.
“Sedikit.”
“Aku buatkan sarapan. Scramble egg ala Devon, spesial untukmu.”
Ava mengedikkan bahunya. “Aku akan ambil resiko itu.”
Devon menekan hidung mancung Ava dan kemudian mengecup bibirnya sekali lagi.
*
Saat Devon berbalik menuju dapur kecil yang terhubung dengan ruang tamu, Ava mengikuti Devon.
Lalu Ava bersandar di meja dapur sambil memperhatikannya mengocok telur dengan serius. Pria itu tetap terlihat seksi meskipun penampilannya sedikit berantakan, namun separuh tubuhnya yang terbuka membuat darah Ava berdesir.
"Jika kau ingin melanjutkan yang tadi, bilang saja, oke?" ucap Devon dengan percaya diri sambil terus mengocok telur.
Ava tertawa kecil dan menghampiri Devon. "Akan kupikirkan, sambil melihatmu memasak."
Lalu Devon tersenyum dan mengambil keju parut untuk dicampurkan ke kocokan telur itu. Ava dengan langkah pelan berjalan ke arah Devon dan berdiri di belakang Devon.
"Sepertinya ... aku ingin minum jus buah terlebih dulu," kata Ava di belakang Devon sambil melingkarkan tangannya di pinggang pria itu.
Devon langsung menghentikan aktivitasnya karena ulah Ava yang sedikit menggoda.
"Jus buah? Kurasa tak ada stok buah di kulkas kita," sahut Devon tersenyum.
"Hmmm ... begitu ya. Sayang sekali," bisik Ava di punggung Devon yang bagitu kokoh.
Tangan Ava bermain di perut sixpack Devon dengan gerakan perlahan dan sedikit memancing.
"Baby ... Sebagai dokter ... Kurasa kau cukup tahu reaksi apa yang bisa kau timbulkan jika terus melakukan ini," ucap Devon.
Ava menahan tawanya. "Hmm ... Memangnya apa yang kulakukan padamu?"
"Kau merabaku."
Ava akhirnya tertawa pelan. "Baiklah ... Akan kujelaskan ... Merabamu akan memicu respons neurologis yang kompleks karena aliran darah akan menuju ke area genital yang menyebabkan peningkatan gairah." Suara Ava begitu pelan dan mengundang. "Reaksi ini melibatkan saraf pusat dan perifer yang mengatur respons yang dapat dipengaruhi oleh rangsangan fisik, visual, suara, atau bahkan fantasi. Hmm ... apakah kau sedang berfantasi saat ini?" goda Ava.
Devon tak banyak bicara, pria itu berbalik dan mengangkat tubuh Ava dengan cepat hingga membuat Ava terpekik kaget.
"Kau yang memulainya dan aku akan menyelesaikannya seperti penjelasanmu tadi," kata Devon.
masih penasaran siapa yg membocorkan operasi Devon di markas Don Vittorio dulu ya 🤔🤔