—a dark romance—
“Kau tak bisa menyentuh sayap dari kaca… Kau hanya bisa mengaguminya—hingga ia retak.”
Dia adalah putri yang ditakdirkan menjadi pelindung. Dibesarkan di balik dinding istana, dengan kecantikan yang diwarisi dari ibunya, dan keheningan yang tumbuh dari luka kehilangan. Tak ada yang tahu rahasia yang dikuburnya—tentang pria pertama yang menghancurkannya, atau tentang pria yang seharusnya melindunginya namun justru mengukir luka paling dalam.
Saat dunia mulai meliriknya, surat-surat lamaran berdatangan. Para pemuda menyebut namanya dengan senyum yang membuat marah, takut, dan cemburu.
Dan saat itulah—seorang penjaga menyadari buruannya.
Gadis itu tak pernah tahu bahwa satu-satunya hal yang lebih berbahaya daripada pria-pria yang menginginkannya… adalah pria yang terlalu keras mencoba menghindarinya.
Ketika ia berpura-pura menjalin hubungan dengan seorang pemuda dingin dan penuh rahasia, celah di hatinya mulai terbuka. Tapi cinta, dalam hidup tak pernah datang tanpa darah. Ia takut disentuh, takut jatuh cinta, takut kehilangan kendali atas dirinya lagi. Seperti sayap kaca yang mudah retak dan hancur—ia bertahan dengan menggenggam luka.
Dan Dia pun mulai bertanya—apa yang lebih berbahaya dari cinta? Ketertarikan yang tidak diinginkan, atau trauma yang tak pernah disembuhkan?
Jika semua orang pernah melukaimu,
bisakah cinta datang tanpa darah?
Di dunia tempat takdir menuliskan cinta sebagai kutukan, apa yang terjadi jika sang pelindung tak lagi bisa membedakan antara menjaga… dan memiliki?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Lalu terdengar suara tajam dari perangkat komunikasi milik Ferlay—Panggilan dari keluarga Darmount—yang terus berbunyi tanpa henti di meja dekat tempat tidur. Gangguan itu membuat Ferlay terpaksa menghentikan tindakannya.
Dengan gerakan malas, ia bangkit sedikit dan meraih alat itu, masih duduk di atas ranjang, dengan lututnya mengurung tubuh Lyeria dari kanan dan kiri. Gadis itu menggigil di bawahnya. Pundaknya naik turun karena tangis, dan pakaian putih yang ia kenakan telah tampak kusut dengan noda merah muda samar di leher dan bagian atas dadanya.
Ferlay menyalakan alat komunikasi itu.
Suara berat dan dingin terdengar dari seberang.
“Lazzar memintamu datang. Di mana Lyeria?”
Ferlay melirik gadis di bawahnya sejenak, lalu menjawab tanpa emosi.
“Ada di bawahku.”
Hening sejenak.
“Kau—”
Klik. Ferlay menutup komunikasi sepihak sebelum kalimat pamannya selesai. Ia meletakkan alat itu di meja tanpa peduli, lalu memandang ke arah Lyeria.
Gadis itu menoleh pelan, matanya merah karena tangis, napasnya masih tersengal. Tapi kali ini, ketakutan bukan satu-satunya yang terpancar—ada kekecewaan dan luka yang lebih dalam daripada air mata.
Ferlay kembali mendekat. Menunduk. Menangkap bibir Lyeria dalam ciuman yang keras dan cepat—bukan kelembutan, tapi penegasan. Kepemilikan. Luka.
Kemudian dia melepaskannya.
Ferlay merapikan kerah bajunya perlahan. Gerakannya sangat terukur, tenang… tapi membeku.
“Kalau kau keluar dari kamar ini tanpa izinku…” Ia menoleh, suaranya rendah. “Aku bersumpah akan membuatmu menyesalinya.”
Lalu ia pergi—tanpa menoleh lagi.
Pintu tertutup keras. Sunyi merayap.
Lyeria masih terbaring di atas tempat tidur, tubuhnya tak bergerak, hanya bahunya yang berguncang pelan karena isaknya. Gaun yang kusut dan bekas merah di kulitnya dan bekas gigi di kedua buah dadanya seakan menjadi saksi bahwa malam itu bukan hanya soal kehilangan kendali—tetapi tentang dibukanya tabir kebenaran yang selama ini disembunyikan Ferlay dari dirinya sendiri.
...****************...
Ferlay berlutut dengan tegap di tengah aula keluarga Darmount. Di hadapannya berdiri dua sosok yang tak pernah bisa dianggap enteng: Lazzar—sang kepala keluarga, dan Varmount—paman yang selama ini menjadi panutan dan sekaligus penjaga garis keras kehormatan klan mereka.
Ruangan itu sunyi, tapi ketegangannya menusuk. Hanya napas berat Ferlay dan suara denting halus pedang yang tergantung di dinding batu tua yang terdengar.
“Kau mempermalukan nama keluarga ini,” ucap Lazzar, suara tuanya seperti petir yang ditahan di langit muram. “Membatalkan pertunangan dengan Putri Nata, di depan umum, tanpa izin keluarga. Dan sekarang… kau mengklaim anak Riana?”
Plaakk!
Tamparan keras mendarat di bahu Ferlay, cukup keras untuk membuat bahunya berguncang. Tapi dia tidak menoleh. Tidak bersuara. Tidak goyah.
Lazzar mengangkat tongkat kayu yang biasa digunakannya untuk berjalan. Dalam satu gerakan cepat, dia menghantamkannya ke punggung Ferlay.
Dugg!
Ferlay mengerang pelan. Tapi tetap berlutut. Tidak menangkis. Tidak membalas.
Lazzar mendekat, menatap Ferlay dari atas. “Apa yang kau cari? Kau pikir dia akan menerima hidup dalam kegelapan ini?”
“Aku tidak butuh dia menerimanya sekarang,” ucap Ferlay pelan. Matanya menatap ke depan, lurus, penuh tekad. “Yang kubutuhkan… hanya waktu. Dan hak untuk menjauhkan siapa pun darinya.”
Sebuah suara tamparan keras menyusul dari tongkat kayu Lazzar yang menghantam bahu cucunya. Ferlay sedikit berguncang, tapi tetap berlutut. Tetap tegak.
“Kau pikir kau bisa semena-mena hanya karena kau pewaris cabang utama?” Lazzar menggeram. “Gadis itu adalah anak Riana. Anjing gila dari Garduete!”
Ferlay akhirnya mendongak. Sorot matanya tajam, tidak bergetar.
“Ayahku menikahi Yuki. Adik satu ayahnya sendiri,” ujarnya pelan tapi jelas. “Jika itu tidak membuat sejarah keluarga Darmount runtuh, kenapa sekarang aku tidak bisa mengklaim Lyeria?”
Ruangan menjadi lebih sunyi dari sebelumnya. Bahkan Varmount, yang biasanya paling cepat menanggapi, kali ini hanya berdiri diam. Mata tuanya menatap Ferlay dengan sesuatu antara keterkejutan dan pengakuan yang enggan.
“Kau tidak mengerti,” desis Lazzar.
“Aku sangat mengerti.” Ferlay mulai berdiri perlahan. “Ini bukan soal kehormatan. Ini soal rasa takut. Kalian takut melihat aku mengikuti jejak ayahku. Kalian takut jika aku mencintai seperti dia.”
Dia berdiri tegak sekarang. Punggungnya masih memar dari pukulan sebelumnya. Tapi sorot matanya lebih dingin dari baja Darmount.
“Jangan menghalangiku,” suara Ferlay terdengar tenang namun tajam, seperti pisau yang baru diasah. “Lyeria milikku.”
Kata-kata itu menggema di ruangan, menabrak dinding batu dan ego-ego tua yang duduk di singgasana kuasa.
Lazzar, yang selama ini menahan diri, akhirnya meledak. Tongkat kayunya menghantam lantai keras, menimbulkan suara seperti letusan. Matanya memerah. Rahangnya menegang.
“Keluar!!” bentaknya dengan suara menggelegar, mengguncang dada siapa pun yang mendengarnya.
Ruangan itu seketika sunyi.
Ferlay tidak menunduk. Tidak meminta maaf. Ia hanya menatap lurus, lalu mengangguk kecil sambil berkata pelan,
“Terima kasih.”
Kemudian ia berbalik, melangkah pergi tanpa ragu. Tak sedikit pun menoleh.
Pintu berat di belakangnya terbuka dan tertutup dengan gema pelan, menyisakan Lazzar yang masih berdiri gemetar karena amarah… dan mungkin juga rasa takut yang tak pernah ia akui—bahwa darah Rion Darmount benar-benar mengalir dalam tubuh cucunya.
...****************...
“Dia sama seperti Lekky,” gumam Varmount pelan, seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. “Mencintai wanita yang seharusnya tidak boleh dia cintai.”
Ia mengangkat wajahnya, menatap Lazzar dengan mata penuh tanya dan keresahan. “Ayah… apa yang harus kita lakukan?”
Lazzar terdiam. Tubuhnya masih tegang, namun sorot matanya tak lagi sekadar marah—melainkan berat, seperti menatap masa lalu yang mengendap dalam luka yang tak kunjung sembuh.
Akhirnya, ia menjawab.
“Apa yang bisa kita lakukan?” Suaranya pelan, namun mengandung beban puluhan tahun. “Kalau kita mencoba melawan Ferlay… dia akan menghancurkan kepala kita sendiri tanpa ragu.”
Varmount menghela napas dalam. Tak ada bantahan.
Mereka tahu, darah Darmount bukan hanya mengalir di tubuh Ferlay. Tapi juga membakar. Membentuk seseorang yang tidak bisa dikendalikan—tidak oleh hukum, tidak oleh keluarga, bahkan tidak oleh cinta.
Sama seperti Lekky dulu.
Dan mereka tahu… cerita ini tidak akan berakhir tanpa darah.
Varmount bersandar di kursinya, wajahnya muram, suara yang keluar dari mulutnya berat dan dipenuhi rasa frustrasi.
“Aku lebih senang melihatnya bermain-main dengan puluhan wanita…” katanya lirih, “…ketimbang sibuk memburu satu wanita yang telah ditandainya semenjak dulu.”
Lazzar tidak menjawab. Tapi matanya menggelap.
Mereka berdua tahu, Ferlay bukan pria yang sekadar jatuh cinta. Sekali dia menandai seseorang, itu bukan urusan hati semata. Itu obsesi. Klaim. Kepemilikan.
Dan Lyeria… sudah lama menjadi milik itu. Bahkan sebelum siapa pun di antara mereka menyadarinya.
...****************...
Leon berdiri di depan jendela besar istananya, memandangi langit Garduete yang mulai memerah menjelang malam. Suara langkah kaki pelayan yang membawa surat ke tangannya tadi masih terngiang di telinganya, tapi yang lebih membekas adalah kalimat pendek yang tertulis di dalam surat itu:
“Pembatalan pertunangan antara Tuan Ferlay Darmount dan Putri Nata telah dikirim secara resmi kepada keluarga kerajaan Elvore.”
Tangannya mengepal. Dingin.
Seharusnya ia sudah menduga.
Seharusnya ia tahu bahwa Ferlay tak pernah benar-benar berbahaya di depan Lyeria… justru karena Lyeria adalah satu-satunya hal yang tak pernah disentuhnya—sampai sekarang. Ferlay selalu menjaga jarak yang terlalu sempurna. Terlalu sopan. Terlalu sabar.
Dan justru di sanalah bahaya itu tinggal.
Karena siapa pun yang tahu siapa Ferlay sebenarnya… akan sadar:
Ia adalah anak dari Lekky Darmount—pria yang menjadi legenda dalam dunia kelam. Seorang pembunuh bayaran yang dikenal di seluruh benua, dan ditakuti bahkan oleh para raja.
Dan Ferlay…
Ferlay bukan bayang-bayang dari ayahnya. Ia adalah versi yang lebih muda, lebih terdidik, lebih pendiam, dan jauh lebih mematikan. Dalam dunia kejahatan, nama Ferlay tidak pernah disebut sembarangan. Tidak banyak orang yang berani menyuarakannya, karena menyebut namanya saja bisa berarti maut.
Leon menutup surat itu perlahan, lalu menatap langit.
“Lyeria,” bisiknya lirih.
Ia harus melakukan sesuatu… sebelum Ferlay berubah menjadi Lekky berikutnya—yang tidak sekadar mencintai… tapi menjerat, mengunci, dan menghancurkan wanita yang dipilihnya untuk dimiliki.
...****************...
Sementara itu, di istana tempat Lyeria tinggal, suasana mendadak menjadi ricuh dan tegang setelah sebuah kabar resmi dikirim dari keluarga Darmount:
Pertunangan antara Ferlay Darmount dan Putri Nata telah dibatalkan.
Kabar itu menyebar cepat. Seperti ledakan yang mengguncang tatanan sosial dan politik, terutama karena latar belakang peristiwa yang menyertainya.
Penyebabnya pun tak lagi misteri.
Putri Nata mencoba menjodohkan Lyeria dengan Caleb—adiknya.
Sesuatu yang bagi Ferlay merupakan bentuk pengkhianatan. Penghinaan.
Karena dia tahu betul—Caleb sudah berulang kali mencoba mengajukan proposal pernikahan pada Lyeria. Surat-surat itu tak pernah sampai ke tangan Lyeria, karena Ferlay menyaring dan memotong semuanya diam-diam.
Ferlay selama ini masih diam. Menahan diri. Menjaga batas.
Namun ketika Caleb tiba-tiba muncul di pesta istana Velicia… diperkenalkan secara langsung oleh Putri Nata kepada Lyeria… di depan matanya…
Itu adalah bentuk deklarasi yang tak bisa dia terima.
Ferlay meledak.
Menculik Lyeria dari pesta.
Membatalkan pertunangan secara terbuka.
Dan mengirim surat pembatalan resmi ke keluarga kerajaan sebelum malam berakhir.
Kini, di istananya sendiri, Lyeria hanya bisa duduk terpaku saat semua orang menyebut namanya sebagai penyebab.
“Putri Nata hanya ingin menyatukan adiknya dengan Lyeria…”
“Tapi Ferlay malah bertindak seperti binatang buas…”
“Dia mempermalukan Putri Nata hanya karena… wanita itu mendekatkan Caleb pada Lyeria?”
Lyeria menggigit bibirnya. Tangannya dingin. Ia bisa menebak betapa dalam amarah Ferlay saat itu.
Bukan karena cemburu semata.
Tapi karena Lyeria telah disentuh wilayah yang hanya diizinkan untuk Ferlay sendiri.
Dan Ferlay tak pernah suka ketika sesuatu miliknya disentuh orang lain.
Bahkan jika yang melakukannya adalah tunangannya sendiri.