NovelToon NovelToon
Pria Manis Yang Ku Benci

Pria Manis Yang Ku Benci

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

Alia merupakan wanita yang cantik dan lugu dulunya dirinya, hanya wanita polos yang mungkin bisa di bilang hanya wanita biasa dengan paras yang biasa dan tidak tertarik sama sekalia, karena alia hanya tertuju kepada keinginanya yaitu belajar, sampai dirinya bertemu dengan arnold pria yang kakak kelas tingkat 3 di banding dirinya, kakak itu sma 3 dan alia smp 3, alia menganggumi arnold layaknya pasangan sayangnya cinta alia tidak di balas melainkan hanya di permalukan di depan umum, sampai akhirnya 4 tahun sudah mereka bertemu kembali, di tempat perjodohan arnold awalnya tidak tahu siapa wanita cantik itu, sampai akhirnya dia tahu dan kaget.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33

“Kamu mau ngapain sih?”

“Makasih ya, kamu udah mau ikut aku ke dalam mobil. Padahal aku nggak ekspek kalau kamu bakal mau masuk ke mobil aku.”

“Ya terpaksa lah, orang diliatin semua. Kalau misalkan aku nggak diliatin juga, males banget buat masuk. Lagian kamu ada-ada aja, suka banget jadi kayak sorotan. Padahal aku tuh nggak pernah suka atau mau jadi sorotan. Asalkan kamu tahu ya, walaupun aku pintar di sekolah, aku nggak pernah suka jadi sorotan. Jadi, kamu jangan berharap aku bisa menjadi sorotan. Ingat itu.”

“Ya aku minta maaf. Soalnya mungkin karena muka aku ada di sekolah kali, ya. Jadinya mereka kayak kaget gitu ngelihat aku, dan aku juga kenal sama kamu. Jadi, mereka kayak gimana gitu sama aku.”

Alia tidak peduli dengan perkataan panjang yang keluar dari mulut Arnold. Baginya, untuk apa dipikirkan, toh akhirnya juga bukan siapa-siapa untuk Arnold.

Arnold mencoba meredam amarah Alia kepadanya. Tetapi saat ia ingin menggenggam tangan Alia, Alia memilih menjauhkan tangannya dan menepis tangan Arnold.

“Mau ngapain sih pegang-pegang? Aneh banget deh, masa pegang-pegang nggak sopan, tahu nggak sih? Lagian aku juga nggak suka kalau pegang-pegang.”

“Aku minta maaf ya. Mungkin aku terlihat nggak sopan sama kamu, tapi maksud aku baik kok. Aku cuma mau kita balik lagi ke semula. Kamu emang nggak mau lagi balik sama aku?”

“Kenapa aku harus mau balikan sama kamu? Emang gunanya apa? Toh aku juga sebenarnya nggak terlalu peduli kalau kita mau dekat atau enggak. Lagian urusan kita juga udah selesai, ngapain lagi dipermasalahin?”

“Bukan begitu maksudnya. Aku tuh ngerasa kemarin kita putusnya kurang baik aja. Makanya aku ngerasa perlu diperbaiki, biar ke depannya kita nggak ada kesalahpahaman.”

Alia yang mendengar itu merasa dirinya ditantang oleh Arnold. Entah kenapa, ia malah semakin kesal dan ingin marah besar kepada Arnold.

“Mendingan kalau kamu nggak tahu apa-apa, kamu nggak usah ngomong deh. Kamu cuma bisa bikin aku kesel doang, tahu. Lagian, semua perkara ini yang memulai itu kamu, bukan aku. Dan kenapa harus aku juga yang memperbaiki? Aneh nggak sih kamu? Kalau dari cara kamu berbicara, coba deh kamu perhatiin. Aku sampai habis pikir sama apa yang kamu bicarakan.”

Alia merasa muak dengan perkataan Arnold. Tetapi Arnold tidak mau melepaskan Alia, walaupun sudah ditolak mentah-mentah.

Alia makin hari makin merasa risih dengan sikap Arnold. Mungkin benar kata papanya Alia kalau dirinya tidak cocok dengan Arnold.

Di sisi lain, Arnold merasa: apakah ini karena papanya Alia tidak menyukainya, makanya Alia jadi berubah? Padahal sebenarnya bukan karena papanya Alia, tetapi karena sikap Arnold yang tidak bisa dewasa terhadap Alia.

Alia butuh sosok pria yang dewasa. Bukan hanya pria yang menemani di saat susah dan senang, tapi juga bisa memberikan bantuan dalam kondisi tertentu.

Alia sadar betapa dirinya sangat bergantung pada Arnold dulu. Tapi kini ia berpikir, kalau saja dirinya tidak pernah bertemu Arnold, mungkin tidak akan ada Tobi di kehidupannya sekarang.

Akhirnya, Alia memutuskan untuk menghindari pandangan Arnold dan segera mencari Tobi. Walaupun ia tidak tahu di mana Tobi berada, tapi Alia yakin Tobi pasti ada di sekitar sekolah.

Setelah mencari selama satu jam, akhirnya Alia bertemu juga dengan Tobi. Namun, perasaan Tobi sedang sedih. Entah kenapa, ia hanya berdiam diri di dekat kolam ikan sambil melihat ikan-ikan berenang dan memberinya makan.

Alia merasa lucu dengan sikap Tobi. Setiap kali kesal, marah, atau banyak pikiran buruk, Tobi selalu memberi makan ikan di belakang sekolah. Sepertinya memang sudah jadi rutinitasnya.

Mungkin kalau di luar sekolah juga ada ikan, Tobi juga akan memberinya makan. Walau bagaimanapun, Tobi tidak pernah tega menyakiti makhluk hidup sekalipun.

Alia merasa bangga memiliki teman seperti Tobi. Walaupun Tobi tidak pernah tahu kalau sebenarnya Alia sangat bangga memiliki sahabat seperti dirinya.

Alia memutuskan mendekati Tobi sambil ingin berbicara lebih banyak.

Tobi kaget melihat Alia ada di depannya. Ia tidak menyangka Alia masih di sekolah, padahal sudah jam pulang.

“Woi Tobi, ngapain lu di sini? Bukannya ikut kelas tadi? Malah di sini aja, di kolam renang. Lu mau ke sekolah atau ke kolam renang sih sebenarnya?”

Tobi tersenyum saat mendengar perkataan Alia. Tidak disangka, hanya Alia yang bisa dilihatnya saat ini—dan memang itu yang diinginkan Tobi. Ia merasa hampir semua doa yang ia panjatkan selalu didengar.

Tiba-tiba Tobi tersenyum tanpa bisa menjelaskan artinya. Bagaimanapun, itu membuat Alia sedikit ketakutan.

“Ditanya bukannya jawab, malah ketawa. Bener-bener gila nih orang. Jangan sampai gua bawa ke rumah sakit jiwa lu nanti.”

“Nggak, gua kaget aja. Senang kok bisa ada lu di depan mata gua, padahal gua nggak pernah ekspek kalau bisa ketemu sama lu.”

“Maksud lu apaan sih? Kan kita satu sekolah. Kalau kita nggak ketemuan, gimana ceritanya? Aneh-aneh aja lu.”

“Iya, soalnya sekarang kan jam pulang sekolah. Dan gua juga nggak ikut mata pelajaran dari awal sampai akhir. Pasti lu bete banget yang ikut kelas.”

Alia hanya mendecak kesal. Hari ini perasaannya benar-benar campur aduk, dan semua itu bermula dari Arnold.

“Kata siapa? Gue juga nggak ikut kelas. Tadi seharian gue di perpustakaan. Terus pas mau cari lu, malah ketemu sama mantan gue. Padahal gue nggak mau ketemu sama dia. Entah kenapa ya, bawaannya kalau ketemu mantan tuh bikin kesel aja.”

“Berarti lu masih sayang sama mantan lu. Kalau nggak sayang, kenapa bisa kesel? Kalau menurut gue sih, lu baik-baik aja sama mantan. Jangan ada apa-apa. Takutnya nanti malah jatuh cinta lagi sama dia. Kan nggak lucu kalau buka lembaran lama.”

“Kok lu bisa bicara kayak gitu sih? Gua aja nggak pernah kepikiran kalau bisa pacaran lagi sama mantan gue. Karena gua merasa kayaknya udah bener-bener nggak bisa aja gitu pacaran sama dia lagi.”

Sebenarnya, Tobi penasaran kenapa Alia bisa memutuskan mantan setampan itu. Tapi entah kenapa, sepertinya Alia tidak pernah melihat pria dari ketampanannya, melainkan dari hatinya.

“Gua mau nanya deh sama lu. Sebenarnya dulu lu bisa pacaran sama mantan itu gimana sih? Padahal ya, walaupun lu cantik, tapi maksud gue ya gimana gitu ceritanya. Soalnya kan beda kelas.”

“Gua sama dia itu karena kagum awalnya. Terus nggak nyangka bisa pacaran. Karena gua tahu dia ganteng, gua sebenarnya cukup melihatnya dari jauh aja udah cukup. Tapi entah kenapa, mungkin karena sifat egois gua, jadinya gua pengin memilikinya. Dan akhirnya, termiliki deh.”

“Kalau lu ngerasa susah dapetin dia, kenapa lu nggak mau buat dapetin dia lagi? Maksud gue, kenapa lu lebih pilih putus daripada tetap bersama? Padahal kalian lebih cocok bersama, nggak sih?”

Alia menggeleng kepala. Ia merasa perkataan Tobi salah. Akhirnya, Alia mencoba memberitahu Tobi alasan sebenarnya—sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan kepada orang lain.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!