Sampahmu Adalah Hartaku

Pada akhirnya dirinya kembali setelah membuat kesepakatan dengan pihak catering.

Mobil melaju dikendarai oleh supir, pemuda yang menatap ke arah jendela mobil.

Troy yang duduk di kursi penumpang bagian depan sedikit melirik ke arahnya."Untuk mengumpulkan uang, bukan belajar pada saya. Tapi belajar pada tuan besar."

"Kenapa dia (ayah Virgo) tiba-tiba peduli?" tanyanya tanpa ekspresi.

"Mereka bukannya tidak peduli. Tapi mata pencaharian puluhan ribu orang bergantung pada nyonya dan tuan besar. Tidak mudah untuk mengendalikan tiga perusahaan besar sekaligus." Troy membuka botol minuman yang terbuat dari jeruk Florida asli.

Sulit untuk bicara dengan pecundang ini. Troy menyadarinya, pemuda yang hanya suka bermain-main. Menganggap dunia ini mudah, menghambur-hamburkan uang, begitu mudah dibodohi oleh orang sekitarnya.

"Omong kosong." Virgo menghela napas kasar, meraih handphonenya. Mendapatkan pesan dari Fishya.

'Apa tentang catering sudah diatur? Kamu dimana sekarang?'

Virgo tersenyum, kemudian membalasnya.

'Aku pulang duluan. Nanti pulanglah lebih awal. Ayahku ada di rumah, mungkin dia ingin bertemu dengan guru privateku.'

Hanya butuh waktu singkat sebuah balasan emoji batu dan bunga didapatkannya.

'Apa artinya?'

Virgo mengirim balasan. Sebuah pesan dari Fishya kembali didapatkan olehnya.

'Apa ayahmu kaku seperti batu? Jika dia tau kita tinggal bersama sudah pasti dikira ada janin yang tumbuh. Atau mungkin bunga cinta? Apa aku menghalangi percintaanmu dengan Erlina?'

Pemuda yang tertawa kecil. Tidak membalas lagi, kehidupannya bagaikan tidak abu-abu lagi. Namun, mungkin satu bayangan tidak dapat lepas dari benaknya.

Kala Virgo berada di ambang kematian, seorang gadis berenang mendekat. Memberikan oksigen lewat mulutnya, kemudian menariknya untuk mencapai permukaan air sebelum dirinya tidak sadarkan diri pada akhirnya.

Karena itulah dirinya jatuh cinta pada Erlina. Menjadi bagaikan budak cinta yang melayani tuan putrinya. Tidak disangka... inilah akhirnya. Hutang nyawa yang dapat dibayar dengan uang.

"Padahal aku berharap lebih." Gumamnya, yang kini tidak bisa tanpa kehadiran Fishya.

***

Rumah yang benar-benar luas. Virgo hanya tinggal dengan beberapa pelayan, tukang kebun dan supir di tempat ini.

Melangkah menelusuri lorong, beberapa pelayan yang berpapasan dengannya menunduk memberi hormat. Pelayan profesional bagaikan manekin, hanya Troy yang bisa diajak bicara di tempat ini.

Hingga langkahnya terhenti. Menatap seseorang yang duduk di gazebo. Menikmati secangkir kopi, dengan laptop yang menyala di hadapannya. Serta di telinganya sendiri terpasang earphone, menghubungi seseorang menggunakan bahasa asing.

Untuk apa pulang? Apa untuk memamerkan kesibukannya?

Kala Virgo duduk di hadapannya, seorang pelayan menuangkan minuman ke dalam cangkir Virgo. Barulah sang ayah menatap ke arah putranya. Mengakhiri panggilan.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba pulang?" Tanya Virgo, menikmati kopi di hadapannya.

"Kamu ingin belajar tentang bisnis?" Sang ayah bertanya balik.

"Hanya ingin mengumpulkan uang." Jawaban Virgo begitu tenang.

"Bukan karena wanita?" Delvin (Ayah Virgo) menatap tajam, tersenyum meremehkan.

"Karena wanita." Sebuah jawaban jujur. Senyuman menyungging di wajahnya Virgo. Ayah dan anak... benar-benar ayah dan anak.

Pria yang mengenakan kemeja putih, dasi dan celana panjang hitam. Jasnya entah berada di mana, begitu arogan dan sombong. Dari lengan pakaiannya yang digulung hingga siku terlihat lekukan otot yang begitu proposional. Wajah menyerupai Virgo, namun terlihat lebih dewasa.

Berbanding terbalik dengan putranya yang dapat dikatakan kurus, walaupun sudah sedikit berisi. Hanya sedikit. Mengenakan sweater putih dan celana jeans hitam. Model rambutnya memberikan kesan muda yang menyegarkan. Pria manis dan baik hati, itulah yang terlihat dari Virgo.

Tapi benar-benar tidak dipungkiri ayah dan anak ini mirip.

"Erlina?" Sang ayah masih meremehkan."Kamu begitu buruk dalam hal menilai wanita."

"Terlambat menyadari cinta adalah penyakit mental. Apa mental ayah sakit hingga ibu sempat pergi?" Satu pertanyaan menusuk tapi tidak berdarah dari putranya.

"Lidahmu masih tetap tajam seperti Clara (ibu Virgo)." Sang ayah berusaha untuk tersenyum.

"Ayah terlalu sombong. Sebuah keberuntungan ibu hamil saat ayah mengurung nya. Jika tidak ibu sudah melarikan diri bersama asisten kakek. Menikah kemudian hidup bahagia selama-lamanya." Virgo tersenyum memuakan, kembali meminum minuman hangat di hadapannya.

Delvin benar-benar tidak dapat berkata-kata setiap berhadapan dengan putranya. Bukannya bagaimana, semua yang dikatakan Virgo adalah kenyataan. Jika tidak terlanjur hamil, mungkin Clara sudah meninggalkannya.

"Kita akan tinggal di luar negeri. Setelah ayah bicara pada orang tua Erlina. Bisakah kamu berhenti menyukai parasit itu!?" Gumam sang ayah.

"Bisa." Jawab Virgo polos.

"Sudah ayah duga, kamu akan melawan lagi. Erlina itu parasit, dia tidak benar-benar..." Kalimat Delvin terhenti, membulatkan matanya baru menyadari jawaban Virgo."Bisa? Kamu bilang bisa melupakan Erlina?"

Troy menyajikan kue kering, kemudian berucap."Beberapa bulan ini, tuan muda tinggal dengan guru private nya. Saya sudah melaporkannya pada nyonya. Nilai tuan muda yang meningkat itu juga karena guru privatenya. "

"Kamu menyukai wanita yang lebih tua?" Tanya Delvin tidak mengerti, meminum secangkir kopi di hadapannya.

"Dia teman satu sekolah tuan muda. Namanya Fishya, beberapa bulan ini mereka tinggal satu kamar." Kalimat dari Troy membuat Delvin menyemburkan kopi dari mulutnya. Apa CEO ini ingin berubah profesi menjadi Mbah dukun hingga harus menyemburkan kopi?

"Jangan pernah meniru cara ayah mengikat ibumu." Tegas Delvin mengira dirinya akan memiliki cucu.

Virgo meraih tissue, mengelap wajahnya sendiri."Fishya tidur di sofa. Dia hanya memastikan aku tidak bermain game tengah malam."

"Ibumu sudah tau?" Delvin menghela napas. Mengelap pelan laptopnya yang terkena sedikit semburan kopi.

"Hanya tau sebatas tuan muda mempunyai guru private." Jawab sang butler, melangkah mundur perlahan. Setelah seorang pelayan membersihkan meja yang sebelumnya terkena semburan kopi.

"Kamu ingin berguru pada ayah. Yang wanita butuhkan adalah uang. Jika memiliki uang maka---" Kalimat sang ayah disela.

"Ayah adalah contoh kegagalan." Virgo mengangkat sebelah alisnya.

Satu-satunya orang yang berani menyela dan mencaci seorang Delvin adalah istri dan putranya sendiri.

"Kapan ayah memberikan saran yang buruk padamu?" Tanya Delvin tidak terima.

"Ayah selalu berkata dengan uang wanita akan takluk. Aku memberikan ratusan ribu dollar pada Erlina, hasilnya dia lebih memilih pria lain. Sedangkan Fishya hanya dengan gaji guru private dan investasi kurang dari 10.000 dollar dia melindungiku mati-matian. Walaupun belum mencintaiku." Fakta yang dibeberkan putranya. Membuat Delvin berusaha tersenyum.

"Tapi tetap saja demi uang bukan? Tidak peduli jumlahnya. Wanita memang tidak materialistis, tapi mereka realistis. Istilahnya---" Penjelasan dari sang ayah disela.

"Istilahnya ayah ditinggalkan ibu karena, kata-kata kasar yang mengatakan pernikahan kita hanya karena aliansi bisnis. Aku tidak mencintaimu. Dengar! Apapun trik yang kamu lakukan, tetap saja yang ada di otakmu hanya uang dan keuntungan keluarga." Virgo berucap penuh penekanan, bagaikan meniru kata-kata ayahnya."Endingnya, ibu menyeret koper...ayah mampus."

"Ja... jangan dibahas lagi. Jadi, kamu mau tinggal di luar negeri? Belajar tentang bisnis dari awal."