Bayangmu di Hari Pertama
Cinta yang tak lenyap meski waktu dan alam memisahkan.
Wina Agustina tak pernah mengira hari pertama OSPEK di Universitas Wira Dharma akan mengubah hidupnya. Ia bertemu Aleandro Reza Fatur—sosok senior misterius yang ternyata sudah dinyatakan meninggal dunia tiga bulan sebelumnya. Hanya Wina yang bisa melihatnya. Hanya Wina yang bisa menyentuh lukanya.
Dari kampus berhantu hingga lorong hukum Paris, cinta mereka bertahan menantang logika. Namun saat masa lalu kembali dalam wajah baru, Wina harus memilih: mempercayai hatinya, atau menerima kenyataan bahwa cinta sejatinya mungkin sudah lama tiada…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarifah31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 – Hantu di Siang Bolong
Pagi itu langit tampak lebih murung dari biasanya. Mendung menggantung tanpa hujan, seolah bumi menahan tangisnya. Fatur berdiri di depan cermin kamarnya, mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan abu gelap. Wajahnya tampak lebih keras dari biasanya. Bekas amarah semalam masih tertinggal di sorot matanya yang dingin.
> Ia telah mengetahui kebenaran.
Ia adalah Aleandro Reza Fatur, bukan Febriansyah.
Tapi dunia telah terlanjur mengenalnya sebagai Fatur—putra kedua Abah Rahman dan Ummah Dinda.
Dan yang lebih menyakitkan bukan hanya kehilangan jati diri…
Melainkan kehilangan ingatan akan siapa dirinya dulu.
Sesampainya di kantor, suasana masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Ruang lobi ramai, karyawan mondar-mandir dengan laptop dan berkas di tangan. Senyum ramah penjaga keamanan menyambutnya, tapi Fatur hanya membalas dengan anggukan kecil. Pikirannya masih menyesak.
Di ruang HRD, sedang berlangsung proses penerimaan pegawai kebersihan baru. Biasanya Fatur tak ambil pusing soal ini. Tapi entah kenapa, saat hendak menuju ruangannya, langkahnya terhenti sejenak ketika mendengar nama pelamar itu disebutkan pelan oleh staf HR.
> “Zara Indriani…”
Fatur hanya mengernyit sekilas. Nama itu terasa asing… namun entah kenapa, membuat punggungnya sedikit dingin.
Ia melanjutkan langkah ke lantai dua.
Sementara itu, di ruang bawah, Zara sedang duduk dengan wajah datar. Kemeja sederhana dan jeans gelap yang ia kenakan tidak bisa menyembunyikan lelah dan getir hidup yang ia bawa. Rambutnya kini lebih panjang, tak terurus. Sorot matanya tetap seperti dulu—tajam, licin, penuh perhitungan.
Tapi segalanya berubah dalam sekejap—ketika ia melangkah menuju lorong kantor untuk memulai pekerjaannya. Saat melewati tangga, matanya menangkap sosok pria tinggi berambut hitam bergelombang, dengan kemeja putih dan kacamata tipis, berjalan dari arah lorong.
Langkah Zara langsung berhenti.
Matanya membelalak.
Mulutnya terbuka pelan, suaranya tercekat di tenggorokan.
“...Ale?” bisiknya, sangat pelan, hampir tak terdengar.
Fatur menoleh sekilas. Mereka sempat bertatapan. Bagi Fatur, itu hanya tatapan biasa. Tapi bagi Zara, itu seperti menatap hantu di siang bolong.
Wajahnya memucat.
Tubuhnya goyah, ia menabrak troli kebersihan hingga ember di atasnya terguling dan air sabun tumpah ke lantai.
Fatur hanya menoleh cepat, lalu membantu mengambilkan ember yang terjatuh.
“Maaf,” katanya, singkat.
Zara menahan napas. Tangannya gemetar saat menerima ember dari Fatur. Matanya tak lepas menatap wajah itu.
> Wajah yang dulu ia kira telah lenyap bersama maut.
Wajah pria yang—tanpa ia duga—masih hidup.
Fatur tersenyum kecil, sopan. “Nggak apa-apa, hati-hati ya.”
Zara mengangguk pelan, tanpa bisa berkata-kata. Jantungnya berdentum begitu keras, seolah ingin meledak.
Fatur kembali melangkah.
Zara berdiri mematung. Di antara langkah-langkah karyawan yang berlalu-lalang, satu suara dalam kepalanya berteriak:
> “Tidak mungkin… Dia mati! Aku lihat dengan mata kepala sendiri—dia jatuh! DIA…!”
Tapi nyatanya, pria itu kini berjalan biasa… seperti tak ada luka, tak ada masa lalu, dan tak mengenalnya sama sekali.
Zara menggenggam erat troli kebersihannya. Matanya menyipit. Tak ada satu pun orang di kantor ini tahu siapa dia. Tidak tahu apa yang ia lakukan. Dan sekarang… Ale hidup kembali, tapi sebagai orang lain.
“Kalau dia ingat…” bisik Zara.
“…aku selesai.”
Bab ini menandai kembalinya Zara, musuh tersembunyi dari masa lalu. Plot semakin tegang karena kini Zara tahu Ale masih hidup, tetapi Ale (sebagai Fatur) belum tahu siapa Zara. Ini menciptakan konflik psikologis yang kaya antara pengakuan, kebohongan, dan waktu yang terus mendesak kebenaran untuk terungkap.
ku harap kamu milih aku sih
wina akhirnya pujaan hatimu masih hidup