Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28_ Gertakan Raya
Matanya mendelik tajam saat netra hitamnya tak sengaja melihat dua manusia itu sedang tertawa renyah. Mengepal dengan erat menunjukkan urat uratnya yang menonjol. Dadanya terlihat naik turun, dengan nafas yang mulai tersenggal senggal.
" Gue nggak akan lepasin cewek kegatelan itu." Dia hendak meninggalkan tempatnya yang menjadi persembunyiannya. Tapi wajahnya terlebih dulu menghantam sebuah dada yang kokoh.
Senyum sinis dengan satu alis yang terangkat. Hito si pemilik dada bidang itu tersenyum meremehkan pada Jihan yang kini berada di depannya " Mau apa lagi lo, huh?" Jihan melipat tangan di dada, menatapnya dengan wajah datarnya.
" Mau ngetawain Lo! Gimana, panas liatnya?" Tanya Hito balik.
" Panas lah. Kaya setan yang lagi di ruqih." Timpal Ciko yang ikut bersama Hito. Kedua pria itu tertawa semakin membuat Jihan tersulut emosi.
" Puas puasin lo ngatawain gue. Tapi lihat, besok atau lusa Gue yang bakal ketawain lo."
" Jangan pernah macem macem sama gue. Karena kali ini gue nggak bakal diem!" Hito mencekal tangan Jihan, menggenggamnya erat sampai Jihan meringis kesakitan.
Jihan berusaha melepaskan cekalan itu. Matanya melirik mengikuti setiap pergerakan mata Hito yang kini tengah menatapnya " Gue nggak takut sama ancaman Lo." Dengan sekali hentakan Jihan berhasil melepaskan tangannya dari cekalan tangan Hito, Dia mengusap tangannya yang nyeri bahkan meninggalkan jejak merah disana.
" Dasar jalang!" Hito memakinya membuat Jihan tak terima.
" Temen Lo tuh yang nggak tau diri dasar pelakor." Ucap Jihan mengatai Raya. Hito mengatup bibirnya rapat rapat, terdengar gemerletukan gigi yang saling beradu. Mata hitamnya kini mulai berubah menjadi merah, amarahnya yang susah untuk dia tahan akhirnya sampai pada puncaknya.
" Lo yang nggak tau diri, Lo yang murahan, Lo yang pelakor!" Kembali makian itu keluar dari mulutnya, tatapannya mengunci pergerakkan Jihan yang berada di depannya " Lo bukan siapa siapa cowok brengsek itu, dan disini Lo lah yang pelakor."
" huh. Gue pelakor? Asal Lo tau sampai kapanpun Dirga itu milik gue. Milik Gue." Ucap Jihan tak mau kalah " Dan gue pastiin siapapun yang berani merebut milik gue, dia akan menerima akibatnya . Termasuk teman so pahlawan Lo itu."
" Ngaca. Lo punya kaca nggak huh? Apa perlu gue beliin sama toko tokonya juga? Lo itu bukan siapa siapa Cowok brengsek itu jalang. Jangan besar kepala karena sampai kapanpun Dia nggak akan pernah nganggep Lo ada."
" Diam!" Teriak Jihan tak terima " Lo." Tunjuknya pada Hito" Liat, gue pastiin Dirga sendiri yang bakal datang ke hadapan gue. Camkan itu!"
" Huh!" Hito tertawa sumbang. Lalu berdecak pinggang setelah Jihan melewatinya dengan penuh amarah.
" Brengsek!" Hito meninju udara, menggusar rambutnya kasar karena amarah yang masih menguasainya.
Ciko berusaha menenangkan namun dia tidak bisa berbuat lebih. Lebih baik Hito diberikan waktu sebentar untuk menenangkan dirinya sendiri. Ciko kenal betul seperti apa temannya itu, jika saat di kuasai amarah jangan berani beraninya untuk menasehati, tunggu sedikit lebih tenang dulu baru Hito akan menerima masukan dari teman temannya itu.
Raya yang baru saja memisahkan diri dari Dirga tak sengaja mendengar suara Hito. Kepalanya langsung menoleh namun tak mendapati siapa siapa disana. Dengan sedikit kebingungan akhirnya dia melanjutkan langkahnya menuju toilet. Setelah keluar dari toilet dia di kejutkan dengan Jihan yang sudah menunggunya. Bukan Jihan saja ada dua temannya yang Raya tidak ketahui siapa namanya.
" Masih inget gue?" Jihan melangkah berniat memojokkan Raya di sudut ruangan toilet.
Jika Jihan pikir Raya akan takut padanya tandanya dia salah basar. Buktinya saat ini Raya melipat tangannya di dada dengan mata yang ikut membalas tatapan Jihan " Siapa yang nggak inget Lo? Cewek munafik bermuka dua!"
" Cih." Jihan mendesis memicingkan matanya " Jangan so belagu Lo." Ucapnya kembali sembari mendorong bahu Raya dengan telunjuknya.
Raya menangkis menepuk bahunya yang kotor karena mendapatkan sentuhan dari Jihan " Lo yang belagu." Raya balas mendorong bahu Jihan " Lo yang so berkuasa disini." Jihan mulai melangkahkan kakinya untuk mundur, Raya kini membalikkan keadaan " Jangan ikut campur." Gertaknya pada kedua teman Jihan yang ingin membantu Jihan " Lo dengerin gue baik baik," Raya membenarkan dasi yang dikenakan Jihan lalu menepuk bagian bahunya berkali kali.
" Sekali lagi Lo berani lukain Hito, gue nggak akan segan segan buat ngehancurin Lo!" Jihan nyaris tersedak saat menelan salivanya sendiri. Raya mengatakannya dengan lantang, tidak ada keraguan apalagi rasa takut yang dia tunjukkan. Raya benar benar mengatakan dengan lantang. Baik Raya maupun Hito kedua mahluk itu ternyata saling melindungi. Pikir Jihan.
Jihan yang tak terima dengan perlakuan Raya padanya dia berteriak melampiaskan amarahnya setelah Raya pergi " Cewek sialan itu. Cih. Jangan panggil gue Jihan kalo gue nggak bisa nyingkirin dia!" Dua kali mendapatkan gertakan, tapi Jihan tidak gentar atau merasa takut. Justru obsesi dan rasa gengsinya terlalu tinggi untuk mengatakan jika dia takut pada lawannya.
Apapun akan dia lakukan untuk mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan untuk melakukan kesalahan yang sama pun rasanya tidak masalah. Yang intinya dia harus mendapatkan apa yang dia inginkan.
Sesuai dengan perkataan Hito, Raya harus pulang bersamanya. Gadis itu tengah berjalan menuju area parkiran bersama Gita. Keduanya saling tertawa entah menertawakan apa " Hai!" Keduanya menoleh menghentikan langkah kaki mereka.
" Ada apa?" Tanya Gita yang melihat kegugupan Dirga.
" Mmm ini. Apa... itu...
" Lo mau ngomong apa sih? Ngomong yang jelas dong." Ujar Gita kembali. Raya masih mengatup bibirnya setia mendengarkan apa yang ingin d ucapkan Dirga.
" Mmmm itu. G..gue mau ngajak jalan Raya."
" What?!" Pekik Gita membuat Raya dan Dirga menutup telinganya " Lo.... lo mau kencan? Awwsss sakit Ray." Ringis Gita setelah mendapatkan satu cubitan dari tanganya.
Dirga menunduk mengusap tengkuknya sesaat berusaha menetralkan kegugupannya itu " Mmm gini kan Besok weekend tuh gue mau ngajak jalan aja gitu. Itu juga kalo Raya nggak sibuk."
" Gimana Bisa nggak Ray?" Tanya Dirga menanti jawaban dari Raya.
Gita tersenyum bahunya menyenggol lengan Raya, berusaha merayu sekaligus menggoda Raya dengan pipi yang sudah bersemu merah " Ray gimana, mau nggak?"
Senyum di wajah Dirga langsung terbit dan merekah setelah melihat Raya mengangguk malu dan menerima ajakan darinya " Thank. Besok gue jemput. Dahhh!" Dirga segera berlari meninggalkan mereka. Raya yang kesenangan tidak mampu menyembunyikan wajahnya yang berseri.
Gita yang melihat ekspresi Raya pun ikut tersenyum bahagia " Cieee yang mau jalan. Kayanya bentar lagi jadian nih."
" Apaan sih," Raya tidak mau pipinya semakin merona. Gita mengejar menyeimbangi langkah Raya " Cinta Lo nggak bertepuk sebelah tangan Ray." Dan Raya semakin mempercepat langkahnya tidak ingin mendengarkan godaan godaan yang terlontar dari mulut Sahabatnya itu.
Meskipun dia tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan saat ini. Yang dia tau Hatinya menghangat saat kata kata itu terlontar dari mulut Dirga.
Tuhan perasaan apa ini?
Tak dapat dia pungkiri Memang selama ini hanya Gita lah yang menjadi tempatnya untuk mengadu tentang kegundahan hatinya saat bersama Dirga. Dia belum berani bercerita pada Orang tuanya apa lagi ke ka Intan sepupunya itu.
Apa benar dia telah jatuh Cinta?
Raya pun tidak tahu. Karena ini perasaan yang berbeda saat bersama Hito dan dia baru merasakannya. Menurut Gita saat ini dirinya tengah jatuh Cinta, benarkah? Aisss rasanya Raya tidak bisa berbuat apa apa, hatinya terlalu gembira saat ini.
Tuhan.....
Dia terlalu baik, apa masih belum cukup pengorbanannya selama ini?
Mata berwarna jernih itu ikut keluar dari persembunyiannya. Mengesah pelan dengan mata yang berubah menjadi sendu, dia tidak bisa membayangkan jika temannya itu akan merasakan ini untuk kesekian kalinya. Hancur. Tentu. Mungkin kali ini akan lebih menyakitkan untuknya.