Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33_Alasan Jihan
" Lepasin tangan gue." Jihan memutar tumitnya setelah tangan Raya lepas dari cengkramannya. Matanya mendelik, berwarna merah dengan amarah yang menguasainya.
" Mau ngapain Lo bawa gue kesini huh?" Tanya Raya tak kalah emosi. Saat ini pikirannya sedang kacau, dan tiba tiba Jihan menghalangnya dan membawanya ke buritan sekolah.
" Seneng kan lo. Lo senengkan di perebutkan sama dua cowok idola sekolah. Gimana, lo udah terbang ke awang awang? Lo udah bisa meraih bintang? Puas Lo huh!?" Marah Jihan menunjuk nunjuk dada Raya.
" Lo ngomong apaan sih?" Raya mencekal tangan Jihan, menahannya agar tak lagi menunjuk nunjuk dirinya " Gue punya salah apa lagi sama lo? Please masalah gue udah banyak, lo jangan nambah nambahin lagi."
Nafas Jihan yang terlihat memburu membuang wajahnya kesamping. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya, namun dadanya terasa sesak. Wajahnya menoleh kearah Raya, berembun dan berlinang. Sekali kedipan cairan itu akan lolos dari sudut matanya.
" Gue capek... Hiks. Gue bener bener capek...." Raut wajah Raya berubah menjadi bingung. Jihan mulai terisak dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
" Han.....!"
" Gue teman masa kecilnya. Bahkan dari TK. Hiks. kami sudah saling kenal. Tapi kenapa? Hiks. Kenapa sampai saat ini dia nggak pernah nganggep gue ada?"
DEG
Raya terdiam. Penuturan Jihan membuat kinerja sarafnya tak berfungsi dengan baik. Raya tak bersuara, dia membiarkan Jihan untuk terus bercerita. Sebenarnya apa yang sudah terjadi pada gadis ini? " Apa salah gue?" Tanya Jihan pada Raya. Hidungnya sudah memerah dengan mata yang terlihat sembab " Gue seperti inipun karena Dia."
" Han...."
" Jangan sentuh gue." Jihan mengusap kasar air matanya. Terisak pilu dan menyayat hati bagi siapa saja yang mendengarnya. Benar. Jika sudah lelah maka air matalah yang mampu menjadi temannya. Gadis yang terlihat kuat, sembrono, berani dan cantik inipun ternyata memiliki kelemahan. Dia rapuh, dia sama seperti gadis lainnya. Menangis saat dirinya sudah tak mampu untuk menghadapi kenyataan.
" Dulu Diana dan sekarang lo," ucapnya menatap Raya " Hiks. Gue yang dari kecil bersamanya. Hiks. tapi nggak pernah dia anggap ada. Lo tau. Hiks. ini sangat menyakitkan Raya!"
" Ini menyakitkan. Hiks." Jihan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya guna meredam suara tangisannya.
Jihan kembali menghapus air matanya. Matanya mulai berubah menjadi sayu, terlihat jelas dari sorot matanya. Gadis yang pintar dan selalu ceria di depan teman temannya ini ternyata sedang bersandiwara menutupi lukanya " Semudah itu? Semudah itu lo dapat perhatian dari dia? Hiks. Ray, gue udah berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari Dirga tapi sampai saat ini, Hiks. dia nggak pernah nganggep gue ada."
" Gue tau cara yang gue lakukan itu salah," Jihan menggantungkan ucapannya " Cinta gue berubah menjadi obsesi untuk mendapatkan pengakuan dari dia."
Jihan terkekeh, di detik berikutnya dia kembali terisak " Jangankan untuk mendapatkan cintanya. Untuk mendapatkan pengakuan kalau gue adapun sepertinya itu nggak mungkin. Dimata Dirga, gue hanyalah angin lalu, nggak lebih!"
Penuturan Jihan membuat dada Raya ikut sesak. Tak terasa air matanya ikut lolos dari sudut matanya. Melihat kondisi Jihan, Raya seperti sedang bercermin namun dengan versi yang berbeda. Mereka memiliki kisah yang sama, menginginkan pengakuan dari teman masa kecil mereka.
Kaki Raya melangkah, mendekati Jihan yang masih terisak. Raya mulai mengambil napas lalu menghembuskannya pelan. Dia menghapus air matanya terlebih dulu, bersikap tenang meskipun hatinya kini tengah hancur atas luka yang kembali dia dapatkan dari orang orang yang dia berikan kepercayaan.
" Maaf. Maafin gue ya Han, gue nggak tau Kal....
Jihan menggelengkan kepalanya. Wajahnya mendongak menatap pada Raya yang berada tepat di depannya " Lo nggak perlu minta maaf karena lo nggak salah. Harusnya gue yang minta maaf sama lo dan juga Diana."
Nama itu kembali Raya dengar. Siapa sebenarnya Diana itu? Seperti apa dirinya? " Diana, siapa dia?"
" Dia adalah cewek yang udah bikin gue menyesal sampai sekarang. Gue nggak mau lagi membuka luka lama. Ray," Jihan membawa tangan Raya dalam genggamannya " Cukup penyesalan atas Diana saja. Gue nggak mau hidup gue menyesal atas nama lo."
Alis Raya berkedut bingung dengan penuturan Jihan " Demi mendapatkan Dirga gue ngorbanin temen gue sendiri. Dan sekarang gue sadar, Obsesi gue untuk mendapatkan Dirga sudah kelewat batas."
" Gue capek. Gue juga pengen bahagia. Gue nggak mau kembali di hantui dengan rasa bersalah dan penyesalan. Gue minta Maaf Ray, gue minta maaf." Kedua sudut Raya tertarik kearah berlawanan, tersenyum tipis dengan bibir yang bergetar.
" Gue udah maafin lo. Dan satu lagi, gue salut dengan keputusan lo," ucap Raya menahan tangis " Gue juga minta maaf Han." Mereka berpelukan, terisak bersamaan menumpahkan Rasa yang terbenam dalam hati mereka.
" Gue udah mutusin buat lupain Dirga. Meskipun ini sangat sulit, tapi gue akan berusaha. Gue iklas. Harusnya keputusan ini yang seharusnya gue ambil sejak dulu. Sebelum akhirnya hidup gue di hantui dengan penyesalan," Raya menatap mata Jihan, tidak ada kebohongan dia berbicara dengan penuh keyakinan " Gue ingin bebas. Seperti yang lainnya!"
Raya mengangguk lalu menghapus cairan bening itu yang kembali lolos dari mata Jihan " Gue yakin Lo bisa!" Ucapnya menyemangati. Kedua gadis itu tersenyum lalu kembali berpelukan.
Hati kecilnya menjerit. Raya merasa menjadi pengecut untuk kesekian kalinya. Melihat keberanian dan keputusan Jihan menampar kuat ulu hatinya. Raya terlalu takut untuk melepaskan Hito, dia tidak ingin kehilangan pria itu. Meskipun kenyataannya hanya luka yang dia dapatkan. Entah kenapa tak ada rasa kapok untuk meninggalkannya.
Raya tidak bisa.
Dia ingin menyerah. Namun hatinya tetap menolak. Meskipun saat ini hatinya tengah hancur tapi kenapa, kenapa untuk melepaskan pria itu sangat sulit?
Tidak.
Raya pun ingin bebas. Dia ingin bahagia. Dia ingin hidup seperti gadis lainnya. Menikmati masa remaja mereka dengan bahagia. Bukan seperti saat ini, terus menjadi bayangan seseorang. Raya tidak menyukainya.
Lebih baik hidup sendiri meskipun tidak ada yang mengakui kehadirannya. Di bandingkan dengan mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang lain tapi dengan sosok bayangan orang lain. Bukankah itu lebih menyakitkan? Di saat dirimu hadir diantara mereka, namun identitasmu tak pernah mereka anggap ada. Ya Bayangan. Sebuah bayangan. Yang selalu mengikuti cahaya dimanapun dia berada.
Menyerah?
Apakah Raya harus mengambil keputusan itu?
Apa dia bisa?
Tuhan. Kenapa? Saat Hito menganggap Dirinya sosok gadis itu, kenapa saat ini hatinya lebih sakit dari sebelumnya? Apa yang sedang terjadi padanya? Kenapa, hanya untuk mengambil napas pun sangat sulit. Sebenarnya apa yang sedang terjadi padanya Tuhan?