Rere seorang Gadis yang berasal dari keluarga Sederhana dan cukup tapi takdir berpihak kepadanya, dia Yang anak kandung diperlakukan seolah dirinya orang lain, sedangkan orang yang seharusnya tidak menggantikan tempatnya menjadi kesayangan semua keluarganya.
Bagaimanakah kisah hidupnya, akankah dia mendapatkan kebahagian yang dia cari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Aska pulang dalam keadaan lesu dan tidak bersemangat, dia tak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri karena keterlaluan pada adiknya, dia dibutakan oleh rasa sayang pada Marsya sampai membuat adiknya tersisih.
"Aku pulang". Ucapnya begitu sampai didalam rumah.
Dia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan keluarganya tapi tidak dia temukan, dia melangkah masuk kedalam dapur, dia bisa melihat ibunya sibuk di dapur sendirian tanpa dibantu siapapun.
"Ibu masak sendiri??, kenapa ibu tidak minta tolong pada Marsya untuk bantu ibu, toh dia juga hanya dirumah". Aska mengelus pundak sang ibu dengan penuh perhatian.
"Dia tidak mau nak, sejak tadi ibu mengetuk pintunya tapi tak dibukanya, mungkin dia sedang melakukan Sesuatu sampai tak dengar ketukan ibu". Ucap Bu Lastri dengan sendu.
"Tapi bu, ini sudah kelewatan, dulu ada Rere yang bantu ibu, tapi sekarang ibu sendirian, harusnya Marsya tahu dirinya untuk membantu ibu, Rere saja yang bekerja bisa bantu ibu apalagi dia yang tidak bekerja". Kesalnya pada sang adik.
Mendengar nama Rere disebutkan, hati Bu Lastri tiba-tiba gundah, anak perempuan satu-satunya yang harusnya mendapatkan cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar kini tidak ada lagi, dia sudah lelah karena tak pernah mereka anggap
"Bagaimana keadaannya nak?? ". Cicitnya pelan, dia bahkan kesulitan mengeluarkan kata-kata itu.
"Dia baik-baik aja seperti nya Bu, tadi aku ketemu dia di perusahaan saat investigasi mendadak". Ucapnya dengan helaan nafas kasar
"Baguslah jika seperti itu, artinya ibu tak perlu menghawatirkan dia, toh dia sendiri memilih pergi". Bu Lastri berusaha membuang perasaan bersalahnya pada Rere.
"Baiklah Bu, aku akan bahas sesuatu nanti setelah makan malam, aku tidak mau ibu terus-menerus mengerjakan semua ini seorang diri, Marsya harus tahu jika dia juga wajib membantu ibu, apalagi dia tidak bekerja". Aska memeluk ibunya dengan sayang.
"Iya nak, baru sehari mengerjakan semuanya, ibu sudah lelah". Cicit Bu Lastri dengan pelan tapi masih bisa Aska mendengar perkataan sang ibu.
"Apa??, jadi sejak tadi ibu mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri sedangkan Marsya enak-enak kan di kamarnya, ini keterlaluan ". Ucapnya dengan penuh emosi.
"Nak sudah, nanti kita bahas nya setelah makan". Tegur sang ibu, dia sangat khawatir jika anaknya ini mengamuk dan mengusir Marsya dari sini.
Aska mengepalkan tangannya, dia tidak menyangka Marsya melakukan semua ini pada ibunya padahal kasih sayang yang mereka berikan selama ini sangat melimpah sedangkan Rere yang tak pernah mendapatkan kasih sayang malah selalu membantu ibunya tanpa diminta, matanya langsung berkaca-kaca mengingat adiknya itu.
"Kamu mandi lah dulu nak, kita akan malam, adik-adikmu juga sebentar lagi pada pulang". Bu Lastri mengelus tangan anaknya dengan sayang.
Aska tidak menjawab tapi meninggalkan ibunya dengan perasaan kalut dan penuh emosi, entah bagaimana perasaannya kini, semua yang dia rasakan campur aduk.
Sejam berlalu mereka pun makan malam bersama tapi ada yang berbeda dari Aska dan itu tak luput dari penglihatan orang dirumah selain ibunya yang sudah tahu.
"Setelah makan malam, tolong kalian semua kumpul ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian". Ucap Aska dengan dingin dan tajam.
Matanya yang biasa memandang Marsya dengan tatapan hangat kini berubah jadi dingin dan Marsya menyadari itu, dia sejak tadi mulai menyusun rencana agar dia tetap menjadi kesayangan keluarga.
"Ada apa Aska??, Kamu ingin bicara apa dengan kami?? ". Sang ayah menatap anaknya itu dengan seksama.
"Apa yang kau lakukan seharian dirumah Marsya?? ". Ucap Aska dengan tatapan dingin.
Marsya memulai akting nya dengan memasang wajah takut dan juga kesakitan.
"Aku hanya melakukan hal biasa kak, aku berada dikamar". Cicitnya pelan berusaha menduga apa yang terjadi sebenarnya.
"Kamu membiarkan ibu mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian??, apakah kamu lupa kalau ibu sudah tua?? ". Ucapnya semakin dingin dan tajam mendengar perkataan Marsya barusan.
Marsya menelan salivanya bulat-bulat, ternyata ini permasalahannya, dia harus mencari cara agar Aska tidak marah padanya.
Sedangkan semua orang menatap Marsya tidak percaya, saat ada Rere, bu Lastri hanya mengerjakan pekerjaan ringan dan kini semua dia kerjakan padahal ada Marsya dirumah.
"Maaf kak, aku tidak bermaksud begitu". Air mata buaya itu jatuh dan memulai drama.
"Tadi aku marah dan sakit hati pada tetangga karena mereka menghinaku sebagai anak angkat tidak tahu diri karena kepergian Rere kemaren, tadi aku membersihkan pekarangan rumah dan menyiram tanaman dan mereka menghina aku, jadi aku masuk kedalam kamar dan menangis ". Ucapnya dengan wajah dibuat terluka mungkin.
Benar saja mereka semua langsung mengerumuni Marsya setelah Marsya menyelesaikan kalimatnya, sedangkan Aska kini hanya menatapnya dengan tatapan datar, entah mengapa dia merasa jika Marsya berbohong.
" Siapa yang berani menghinamu dek, akan ku buat perhitungan padanya". Rafa mengepalkan tangannya tidak terima.
"Iya nak, siapa yang berani menghinamu seperti itu?? Kini sang ayah ikut emosi.
Marsya tertawa dalam hati karena mereka sangat gampang dia bodohi, tidak ada yang tahu jika dia akan merencanakan sesuatu yang besar.
"Itu ayah, kak Rafa, tetangga kita yang ada disamping rumah, dia tahu kalau Rere pergi semalam dan dia menghina aku mengambil tempat Rere padahal Rere sendiri ingin pergi". Marsya menangis buaya semakin kencang untuk menarik simpati mereka.
Aska tidak melihat penyesalan atau kesakitan dimata Marsya, dia seperti pemain drama yang tengah berpura-pura, tapi dia tidak punya bukti akan tuduhannya.
"Ya sudah nak, jangan ambil hati lagi, biarkan saja mereka berkata apapun, toh kejadiannya tidak seperti itu". Sang ayah mengelus kepala sang anak untuk menenangkan.
"Tapi kamu tidak bisa seenaknya seperti itu Marsya, kau dirumah tidak ngapa-ngapain, harusnya selesai atau semarah apapun kamu sama orang lain, kamu harus tetap membantu ibu, kau tidak bekerja jadi seharusnya kau punya ibah sama ibu". Aska menatap tajam Marsya dengan kesal.
"Iya kak, maafkan aku, aku akan membantu ibu kedepannya". Ucap Marsya semakin menangis.
Semua orang langsung menatap tajam Aska kecuali ibunya yang merasa jika putranya menyayanginya.
"Tidak usah ngegas seperti itu pada Marsya kak, kakak bisa beritahu dia pelan-pelan tanpa harus menyakitinya seperti itu". Adam menatap sang kakak marah.
"Harusnya dia mengerti tanpa diberitahu Adam, dia tinggal dirumah ini juga karena kebaikan kita semua padanya, harusnya tanpa dia diberi tahu dia harus membantu ibu karena ibu membesarkan dia dengan kasih sayang yang melimpah, Rere saja yang tidak dapat kasih sayang membantu ibu dan mengerjakan semua pekerjaan rumah walau dia juga bekerja". Aska menatap tajam kearah mereka semua.
Mereka semua terkesiap mendengar perkataan Aska yang mengungkit keadaan sebelumnya.
"Jangan pernah bawah nama Rere disini, dia sudah pergi!! ". Pak Rauf menatap tajam sang putra