Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 32
Rindu yang tadi pulang ke rumahnya sudah kembali lagi ke rumah sakit untuk menemani Dinda menjaga Ayahnya, ia juga membawa buah Dan makanan lainnya untuk Dinda dan Ayahnya.
"Ya Ampun Rin, kamu sampai repot-repot bawa beginian." Dinda merasa tidak enak saat melihat Rindu meletakkan banyak hal diatas meja.
"Buat kamu supaya kamu semangat terus." Jawabnya memperlihatkan beberapa makanan manis untuk Dinda.
"Terima kasih yah Rin, kamu memang yang terbaik." Ucap Dinda tidak tau harus berterima kasih bagaimana lagi pada sahabatnya tersebut.
"Berhenti terima kasihnya Dinda, seperti sama orang lain saja." Tegur Rindu yang sudah lelah mendengar ucapan terima kasih dari Dinda, toh dia juga senang melakukan apapun untuk Dinda, pikirnya.
"Aku sayang deh sama kamu." Dinda berhambur memeluk Rindu dari samping, ia menyenderkan kepalanya di bahu Rindu yang lebih tinggi darinya.
Rindu pun tersenyum melihat tingkah sahabatnya yang tidak pernah berubah, tetap lengket dan manja padanya.
"Om Tama gimana perkembangannya?." Tanyanya tanpa melepaskan pelukan Dinda darinya.
"Jauh lebih baik Rin, Papa juga sudah sadar tadi, sekarang lagi tidur." Jawab Dinda masih nyaman dengan posisinya.
"Syukurlah, Aku turut senang dengarnya." Ucap Rindu begitu tulus.
Dinda menghela nafasnya berat kemudian melepaskan pelukannya dari Rindu dan perlahan duduk di sofa, Rindu pun mengikutinya duduk di sofa.
"Banyak hal yang harus aku urus begitu Papa pulih Rin, aku juga harus cari tau siapa yang sudah mencelakai Papa." Dinda mulai murung kembali, banyak hal yang harus ia lakukan tetapi tidak bisa ia lakukan sekarang karena kondisi Ayahnya.
"Sudah tidak perlu dipikirkan, Papaku sudah turun tangan." Ucapan Rindu membuatnya langsung ditatap oleh Dinda dengan tatapan kebingungan.
"Om Aksa?." Tanyanya menyebut nama Ayahnya Rindu.
"Iya, katanya biar Papa yang cari tau, sama urusan dirumah kamu juga biar Papa yang selesaikan." Jawab Rindu menjelaskan rencana Ayahnya untuk membantu Dinda dan Ayahnya.
"Aku makin tidak enak ini." Ucap Dinda dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu dengan kebaikan keluarga Rindu padanya.
"Papaku sama Om Tama kan juga berteman karena kita, Papa aku juga sudah menganggap kamu anaknya sendiri loh. Katanya, kasihan Dinda kalau harus mengurus semuanya sendiri." Kata Rindu menirukan kata-kata Ayahnya dan menyampaikannya pada Dinda.
"Baik sekali Om Aksa." Dinda menatap Rindu dengan tatapan penuh haru, tidak menyangka ternyata ada yang sepeduli itu padanya setelah Ayahnya.
"Makanya kamu jangan terlalu banyak pikiran, fokus saja sama pemulihan Papa kamu." Rindu tersenyum terlihat begitu tulus mengatakan hal barusan, membuat hati Dinda begitu hangat mendengarnya.
"Mau peluk." Pinta Dinda kepada Rindu.
"Sini." Panggil Rindu tertawa kecil dan merentangkan tangannya untuk membawa Dinda ke dalam pelukannya.
Dinda merasa begitu beruntung memiliki sahabat seperti Rindu, rasanya begitu hangat dan tenang mengetahui ada orang lain yang begitu baik dan perhatian padanya.
"Om Aksa tidak kesini buat jenguk Papa?." Tanya Dinda yang ingin cepat-cepat menemui Ayah Rindu untuk berterima kasih.
"Nanti, katanya Papa mau ke rumah kamu dulu." Jawab Rindu masih betah memeluk Dinda layaknya adiknya sendiri, padahal mereka seumuran.
Dinda pun mengangguk mengerti, ia tidak menyangka Ayahnya Rindu bergerak secepat itu membantunya.
***
Di kediaman Mamanya Indra, terlihat Indra yang baru saja bangun tidur saat siang hari hampir berganti sore. Ia keluar dari kamarnya berjalan menuju ke ruang keluarga untuk melihat putrinya dan Ibunya.
"Indra, kamu tidak mau kembali ke rumah sakit sama Mama?." Tanya Ibunya begitu melihat putranya menghampirinya.
"Sepertinya tidak Ma, Ciara kan tidak boleh masuk ke rumah sakit." Jawab Indra tidak ingin meninggalkan Ciara lagi, lagipula kondisi Ayahnya Dinda sudah lebih baik seingatnya pagi tadi waktu ia pergi dari sana.
Ibunya menatapnya dengan tatapan kecewa, padahal ia ingin pergi menjenguk Ayahnya Dinda bersamanya, tapi ia sama sekali tidak ingin memaksa anaknya.
"Ya sudah, kalau begitu Mama mau ke rumah sakit yah jenguk Papanya Dinda." Ucap Ibunya kemudian, Indra pun mengangguk mengiyakan.
Indra lalu berjalan menghampiri putrinya yang tengah bermain sendirian di sofa bayinya, Indra tersenyum melihat kegemasan putrinya lalu segera menggendongnya.
"Ohiya Ma, aku sama Ciara mau pulang ke rumah yah." Katanya berpamitan pada Ibunya yang menatapnya seakan sedang memikirkan sesuatu.
"Kamu tidak capek apa bolak balik rumah kamu dan rumah Mama, jaraknya jauh loh, kasihan juga Ciaranya." Ibunya merasa kasihan pada anaknya, tapi ia juga merasa tidak aman jika harus memakai jasa pengasuh anak untuk cucunya karena trauma masa lalu saat ia menyewa jasa pengasuh bayi untuk Indra waktu Indra masih bayi.
"Asalkan Ciara aman, aku sama sekali tidak masalah Ma." Jawab Indra sama sekali tidak terlihat keberatan melakukan semua itu untuk putrinya.
"Ya sudahlah, kamu hati-hati dijalan." Kata Ibunya berpesan.
"Pamitan sama nenek sayang." Ucap Indra pada Ciara yang mendekatkan anaknya pada Ibunya, hati Ibunya langsung meleleh melihat wajah cucunya yang begitu menggemaskan.
"Hati-hati loh di mobilnya, cucu Mama ini." Ibunya terus mengingatkannya agar selalu berhati-hati.
"Iya Ma, Indra pulang dulu yah." Jawabnya lalu berpamitan dan beranjak pergi dari rumah Ibunya.
***
Setibanya di rumah sakit, Ibunya Indra pun segera menuju ke ruang rawat Ayahnya Dinda. Selain untuk menjenguk Ayahnya Dinda, ada hal lain yang membuat Ibunya Indra penasaran dari kemarin.
Pintu kamar yang terbuka menyita perhatian Dinda dan Rindu, kemunculan Ibunya Indra saat pintu kamar dibuka membuat mereka berdua sontak berdiri bersamaan dari sofa, Dinda yang sudah sangat akrab dengan Ibunya Indra pun langsung berjalan ke arah wanita paruh baya tersebut dan menyambutnya ramah.
"Tante.." Sapa Dinda begitu senang melihat Ibunya Indra, ia pun merangkul lengan Ibunya Indra dan mengajaknya masuk ke dalam.
"Gimana Papa kamu?." Tanya Ibunya Indra menatap ke arah tempat tidur pasien dimana Ayahnya Dinda terbaring disana.
"Tadi pagi sudah sadar Tante, sekarang Papa lagi istirahat." Jawab Dinda yang wajahnya sudah kembali ceria lagi.
"Tante lega loh dengarnya." Ucap Ibunya Indra turut merasa senang mendengar kabar baik dari Ayahnya Dinda.
"Terima kasih Tante sudah datang jenguk Papa." Dinda pun mempersilahkan Ibunya Indra duduk di sofa disebelah Rindu.
"Sama-sama, ini buat Papa kamu." Jawab Ibunya Indra sembari memberikan parcel buah untuk Dinda.
"Ya ampun Tante, sampai repot-repot begini, terima kasih yah." Dinda pun segera menerimanya dan meletakkannya di meja.
"Sama-sama sayang." Ibunya Indra tersenyum saat Dinda menerima pemberiannya dengan antusias.
Ibunya Indra kemudian menatap ke arah tempat tidur, tidak jelas dengan apa yang ia lihat, ia pun berdiri dan berjalan menuju ke tempat tidur.
"Ternyata benar kamu anaknya Pratama sama Sekar?." Tanya Ibunya Indra setelah rasa penasarannya terbayarkan saat ingin melihat wajah Ayahnya Dinda yang ia lihat sekilas semalam.
"Loh Tante tau Papa dan Mama Dinda?." Tanya Dinda balik, ia terkejut Ibunya Indra ternyata mengenal orangtuanya.
"Tante dan Mama kamu dulunya satu kampus, kami berteman cukup dekat, Tante juga hadir di pernikahan Papa dan Mama kamu, jadinya Tante tau Papa kamu." Jelas Ibunya Indra menjawab pertanyaan Dinda.
"Wah kebetulan sekali Tante, Dinda tidak menyangka ternyata Tante kenal orangtua Dinda." Kata Dinda begitu takjub ternyata dunia sesempit ini.
"Makanya Tante tuh setiap lihat kamu, perasaannya tidak asing, kamu sangat mirip dengan Mama kamu." Ucap Ibunya Indra merasa senang mengetahui ternyata Dinda adalah anak teman lamanya.