The Vault membawa pembaca ke dalam dunia gelap dan penuh rahasia di balik organisasi superhero yang selama ini tersembunyi dari mata publik. Setelah markas besar The Vault hancur dalam konflik besar melawan ancaman luar angkasa di novel Vanguard, para anggota yang tersisa harus bertahan dan melanjutkan perjuangan tanpa kehadiran The Closer dan Vanguard yang tengah menjalankan misi di luar angkasa.
Namun, ancaman baru yang lebih kuno dan tersembunyi muncul: Zwarte Sol, sebuah organisasi rahasia peninggalan VOC yang menggabungkan ilmu gaib dan teknologi metafisik untuk menjajah Indonesia secara spiritual. Dengan pemimpin yang kejam dan strategi yang licik, Zwarte Sol berusaha menguasai energi metafisik dari situs-situs kuno di Nusantara demi menghidupkan kembali kekuasaan kolonial yang pernah mereka miliki.
Para anggota The Vault kini harus mengungkap misteri sejarah yang tersembunyi, menghadapi musuh yang tak hanya berbahaya secara fisik, tapi juga mistis, dan melindungi Indonesia dar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Badai Es Dan Penari Kematian
Raungan dingin Ghuls es masih menggema di udara, mengoyak ketenangan lautan yang baru saja dicairkan Solara. Siluet-siluet kelabu itu meluncur cepat di atas pecahan es raksasa, bagai hantu-hantu yang haus akan nyawa. Jumlah mereka belasan, mungkin puluhan, bergerak dalam formasi serigala yang mematikan, mata mereka memancarkan cahaya biru pucat di tengah kegelapan fajar Hyperborea Zenith.
"Mereka menyerang!" teriak Bagas, matanya membelalak. Dengan cepat, ia berteriak ke arah kru kapal yang hanya beranggotakan robot AI, "Siapkan perisai energi!"
Namun, Ghuls itu terlalu cepat. Sebelum perisai energi FX Vault Tank 805 bisa aktif sepenuhnya, dua Ghuls pertama melompat dari bongkahan es, menabrak lambung kapal dengan kekuatan brutal. Suara benturan keras mengguncang seluruh kapal, membuat tim The Vault terhuyung. Alarm darurat mulai meraung-raung, memperburuk suasana tegang.
"Tembak mereka!" perintah Dira, tangannya sigap menarik senjata energi The Vault dari pinggangnya. Aura dingin yang memancar dari Ghuls itu terasa menusuk kulit, bahkan dari balik lambung kapal.
Bagas, Noval, Rendi, Intan, dan Yuni langsung menembaki para Ghuls yang mulai merayap naik ke geladak. Sinar-sinar energi biru dan merah melesat, menghantam tubuh-tubuh Ghuls. Tapi, mereka terbuat dari es yang mengeras, membiaskan sebagian besar tembakan. Beberapa Ghuls memang terpecah menjadi serpihan es saat terkena tembakan telak, namun yang lain hanya terdorong mundur sesaat, lalu kembali melesat dengan kecepatan menakutkan.
"Sial! Peluru energi tidak terlalu efektif!" teriak Noval, mengumpat. "Mereka terbuat dari es atau apa?!"
"Mereka makhluk es, Noval! Otakmu di mana?!" Rivani menyambar senjata cadangan dari dinding. Wajahnya tegang, namun ada kilatan kegembiraan di matanya—kegembiraan seorang petarung yang akhirnya menemukan lawan sepadan.
Solara, yang masih berdiri lemas di geladak, melihat kengerian itu. Ia mencoba mengumpulkan energinya lagi, namun tubuhnya terasa seperti jelly. Batu permata di dadanya masih berdenyut samar, kelelahan setelah upaya kerasnya mencairkan es. "Aku… aku tidak bisa…" bisiknya, putus asa.
"Tetaplah di belakang kami, Solara!" perintah Yuni, yang kini bersiaga di sampingnya, memancarkan aura spiritual yang mencoba menghalau dinginnya Ghuls. "Jangan paksa dirimu!"
Dira menembak terus-menerus, berusaha menargetkan titik lemah Ghuls, namun gerakan mereka terlalu lincah. Wajahnya menunjukkan konsentrasi penuh, otaknya bekerja menganalisis pola serangan. Ini bukan cuma kekuatan. Ada kecerdasan di balik gerakan mereka.
Tiba-tiba, sebuah Ghuls melompat melewati tembakan-tembakan mereka, mendarat tepat di depan Bagas. Cakar esnya yang tajam mengayun cepat. Bagas bereaksi sigap, menghindar tipis, lalu membalas dengan pukulan kuat yang dilapisi energi dari sarung tangannya. Pukulan itu mementalkan Ghuls ke belakang, tapi hanya sesaat.
Di sisi lain, Intan bergerak dengan presisi, menembaki dua Ghuls yang mencoba mengapitnya. Tembakannya akurat, mengenai sendi-sendi es pada tubuh Ghuls, membuat gerakan mereka melambat. Rendi berusaha memberikan tembakan pendukung, menjaga jarak dari makhluk-makhluk itu.
Namun, yang menjadi MVP, yang benar-benar mengubah jalannya pertempuran, adalah Rivani.
Ia melesat bagai kilat, bukan menembak, melainkan melompat. Dengan senjata di tangan, ia melompati tembakan-tembakan yang melesat dari Ghuls lain, mendarat tepat di atas kepala salah satu Ghuls yang merayap di tiang kapal.
"Rasakan ini, dasar makhluk es!" teriaknya.
Dengan gerakan akrobatik, Rivani mengayunkan senjata di tangannya, memukulkannya kuat-kuat ke leher Ghuls itu, lalu menendang bagian kepala dengan tendangan tumit yang keras. Ghuls itu terhuyung, lalu tubuh esnya retak dengan bunyi keras dan hancur berkeping-keping.
"Yuhuu! Satu tumbang!" seru Rivani, tersenyum puas. Ada kilatan gila di matanya. Inilah yang aku butuhkan setelah berhari-hari cuma lihat layar komputer! batinnya, adrenalinnya melonjak.
Ghuls lain yang melihat temannya hancur, langsung menyerbu Rivani. Dua Ghuls mendekat dari kiri, satu dari kanan. Mereka mengayunkan cakar es dan tanduk tajam.
Rivani menari di antara serangan. Ia meliuk, melompat, dan berputar. Gerakannya begitu luwes dan cepat, seolah ia adalah penari yang tak tersentuh di tengah badai. Ia menghindari tebasan cakar dengan gerakan pinggul yang tipis, lalu membalas dengan tendangan memutar ke wajah salah satu Ghuls. Ghuls itu terpental, kepalanya retak.
"Dasar payah!" ejek Rivani, mengayunkan kakinya kembali untuk menendang Ghuls yang lain. Ia adalah seorang master beladiri, dan dalam pertarungan jarak dekat, ia tak tertandingi.
Dira, yang melihat aksi Rivani, merasa sedikit lega. Ia berteriak, "Fokus serang bagian kepala atau sendi mereka! Itu titik lemahnya!"
Anggota The Vault lain mencoba meniru taktik Rivani. Bagas mulai memadukan tembakan dengan pukulan fisik yang kuat, berusaha menghantam titik lemah. Noval, yang biasanya hanya menembak dari jauh, mencoba mendekat dan menendang salah satu Ghuls yang limbung.
"Hiiiaaat!" teriak Noval, menendang Ghuls itu dengan canggung. Kakinya meleset, dan ia nyaris terpeleset di geladak yang licin. "Ugh, ini lebih susah dari yang kulihat di film!" Ia menggerutu, untungnya Ghuls itu sudah dirobohkan oleh tembakan Intan.
Intan, dengan ketenangannya, terus menembak dengan akurat, melindungi Bagas dan Rendi. "Jangan lengah! Jumlah mereka banyak!"
Namun, Ghuls-ghuls itu tidak menyerah. Mereka terus datang, melompat dari es ke kapal, seolah tak ada habisnya. Teriakan mereka semakin sering dan menakutkan, membuat bulu kuduk berdiri.
Yuni, melihat Solara masih pucat dan gemetar, memutuskan untuk mengambil tindakan lebih drastis. Ia maju ke depan, mengulurkan tangannya. Aura spiritual putihnya kini memancar lebih kuat, membentuk semacam perisai tak terlihat di sekitar Solara, menghalau dinginnya Ghuls dan sedikit menenangkan sang putri.
"Aku akan menahan mereka!" teriak Yuni. "Kalian fokus menyerang!"
Dengan kekuatan spiritualnya, Yuni menciptakan gelombang kejut tak kasat mata yang mendorong mundur beberapa Ghuls yang mencoba mendekat. Tubuhnya bergetar, namun ia bertahan.
Dira terus memindai situasi. Meskipun Rivani menjadi penari kematian yang memukau, dan yang lain bertarung sekuat tenaga, jumlah musuh terlalu banyak. Dan yang paling mengkhawatirkan, ada beberapa Ghuls yang tampak lebih besar dan lebih kuat, bergerak di kejauhan, belum menyerang secara langsung. Mereka seperti pemimpin.
"Kita tidak bisa terus-menerus bertarung seperti ini!" Dira berteriak. "Kita harus mencari jalan keluar! Kita butuh strategi!"
Tiba-tiba, salah satu Ghuls yang lebih besar melompat ke arah kapal, jauh lebih tinggi dari yang lain. Gerakannya cepat dan brutal. Ia mengayunkan cakar es raksasa yang menyala biru pucat ke arah Rivani, yang sedang sibuk menghadapi tiga Ghuls lain.
"Rivani, awas!" teriak Bagas.
Rivani menoleh, terkejut. Ia tidak punya waktu untuk menghindar. Cakar es itu sudah sangat dekat.
Namun, sebuah sinar energi biru melesat dari samping, menghantam tepat cakar es Ghuls raksasa itu. Cakar itu retak dan hancur, membuat Ghuls raksasa itu meraung kesakitan dan terpental.
Semua mata menoleh ke sumber sinar.
Itu adalah Solara.
Dengan napas terengah-engah, dan keringat membasahi wajahnya, Solara berdiri tegak. Dada dan matanya kembali menyala biru terang, memancarkan aura kosmik yang kuat. Ia telah memaksakan diri.
"Aku… aku tidak akan membiarkan kalian terluka!" teriak Solara, suaranya sedikit serak, namun penuh tekad. Ada kemarahan yang membara di matanya. Ia tidak suka melihat teman-temannya dalam bahaya.
Para Ghuls yang lain, bahkan yang lebih besar, tampak ragu sejenak. Aura kosmik Solara terlalu asing bagi mereka.
"Dia bisa mengeluarkan energinya lagi!" Noval berseru gembira. "Putri Kosmik Biru comeback!"
Dira tersenyum tipis. Itu dia, Solara. Kekuatan sejatimu.
"Fokus ke Ghuls besar, Solara!" perintah Dira. "Yuni, bantu Solara menjaga fokus! Rivani, manfaatkan celah ini!"
Ghuls raksasa yang cakarnya hancur meraung marah, menyerbu Solara. Namun, Solara tidak lagi panik. Ia mengulurkan tangannya, dan kali ini, gelombang energi biru yang jauh lebih besar dan stabil melesat dari telapak tangannya, tidak hanya menghantam, tetapi juga membekukan dan menghancurkan Ghuls raksasa itu menjadi serpihan es yang tak tersisa.
Para Ghuls yang lain terpaku, seolah tak percaya. Pemimpin mereka telah hancur dalam sekejap.
Rivani melompat, menyambar salah satu Ghuls yang masih terpaku, dan dengan tendangan memutar, menghancurkannya. "Kerja bagus, Putri! Habisi mereka!"
Pertarungan berlanjut dengan intensitas baru. Dengan Solara yang kini bisa menembakkan gelombang kosmik yang mematikan, keseimbangan mulai bergeser. Yuni terus menyalurkan energi untuk menstabilkan Solara dan melindungi tim, sementara Bagas, Intan, Rendi, dan Noval menembaki Ghuls-ghuls yang tersisa.
Dira mengamati, otaknya sudah merancang rencana selanjutnya. Mereka telah melewati ujian pertama. Tapi ini baru Hyperborea Zenith, benua es yang mematikan. Dan ia yakin, ini baru permulaan dari jebakan yang disiapkan Zwarte Sol.
Bersambung...