Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.
Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.
Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TDT 33
Raka tak pernah menyangka hari itu ibunya dan adiknya akan datang. Tadi pagi, saat ibunya menelpon, Raka hanya sempat bercerita sekilas bahwa dirinya sedang tidak enak badan, mungkin hanya masuk angin biasa setelah kehujanan beberapa hari lalu. Ia tidak bermaksud membuat ibunya khawatir, bahkan sebisa mungkin menyembunyikan suara seraknya agar terdengar tetap sehat.
Namun tampaknya, seorang ibu selalu bisa membedakan nada suara anaknya. Meskipun Raka bilang tak perlu khawatir, nyatanya beberapa jam kemudian, tanpa kabar, ibunya justru berdiri di depan pintu rumah kontrakan itu, ditemani oleh Putri, adik perempuannya.
Suara pintu dibuka dari luar membuat Raka dan Aruna yang saat itu masih di ruang tamu saling berpaling dengan cepat. Aruna segera mengambil jarak, bangkit dari duduknya dan merapikan bajunya dengan canggung. Raka, yang tadinya masih setengah rebah di sofa, buru-buru menguatkan diri untuk duduk tegak.
"Raka?" terdengar suara sang Mama.
"Mama?" Raka menahan keterkejutannya.
Ibunya melangkah masuk dengan wajah setengah lega, setengah bingung. Ia melihat sekilas Raka yang duduk pucat, lalu... matanya langsung tertuju pada sosok perempuan yang berdiri kikuk tak jauh dari anaknya.
Pandangan mata sang ibu menyapu Aruna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bukan dengan pandangan curiga, tetapi lebih ke arah heran dan mencoba mencari tahu. Terlihat jelas di wajahnya dia tidak menyangka ada seorang perempuan, dan bukan sembarang perempuan, melainkan wanita dewasa yang usianya tampak cukup jauh lebih tua dari Raka, berada di dalam rumah anak lelakinya pada waktu yang tidak biasa.
Putri, yang baru saja menyusul masuk setelah memarkir mobil di depan rumah, ikut mengerutkan dahi saat melihat Aruna. Ia memang belum pernah bertemu dengan Aruna, tapi nalurinya sebagai adik perempuan langsung bekerja cepat.
"Mas Raka..." sapanya pelan sambil melirik dari ujung mata ke arah Aruna. "Siapa ibu ini?" tanyanya dalam hati.
Putri masih menyimpan kesal terhadap perpisahan Mas Raka dengan Rita, mantan kekasih yang menurutnya sudah sangat cocok untuk sang kakak. Diam-diam, ia sempat berharap Raka akan kembali dengan Rita. Tapi melihat pemandangan sore ini, Putri jadi bertanya-tanya jangan-jangan inilah perempuan yang jadi penyebab semua itu.
Raka bangkit berdiri, mencoba menguasai suasana. "Ibu, ini Bu Aruna," katanya sambil sedikit melirik ke arah Aruna. "Beliau pemilik kebun tempat aku sekarang ikut bantu-bantu. Kami juga sedang kerja sama buat meneliti kondisi tanah dan tanaman di sana."
Ibunya mengangguk pelan, senyumnya sopan namun tidak sepenuhnya hangat. Ada sesuatu dalam raut wajahnya yang tampak menahan pertanyaan. Perasaannya sedikit terusik karena dalam benaknya, tak lazim rasanya seorang pemilik kebun datang langsung ke rumah karyawannya yang sedang sakit, apalagi seorang perempuan dewasa yang datang sendiri.
‘Kalau bukan ada perhatian lebih, rasanya tidak mungkin dia sampai repot-repot seperti ini,’ pikir sang ibu, meski tak mengucapkannya.
Mamanya mengangguk kecil, masih memasang wajah netral tapi menyimpan berbagai tanda tanya. "Oh begitu... Terima kasih, Bu..." ucapnya kepada Aruna, suaranya sopan tapi agak datar.
Aruna sedikit membungkuk, tersenyum gugup. "Sama-sama, Bu. Saya cuma khawatir saja tadi, jadi mampir sebentar. Maaf kalau jadi tidak nyaman."
"Tidak... tidak... bukan begitu," balas ibu Raka cepat. "Saya hanya... kaget. Raka tidak bilang kalau ada yang datang."
Putri berjalan pelan ke arah meja dan pura-pura melihat keranjang buah yang dibawa Aruna. "Wah, buahnya mahal-mahal ya, Bu."
Raka menatap adiknya tajam, memberi isyarat diam. "Put, nggak sopan..."
Suasana mendadak kaku.
Ibu Raka hanya duduk diam di sofa, memandang ke arah Raka lalu ke arah Aruna. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, siapa sebenarnya perempuan ini? Kenapa dia terlihat begitu perhatian pada Raka? Dan kenapa sorot mata Raka terlihat berbeda ketika berbicara dengannya?
Aruna sadar situasinya tak lagi nyaman. Ia pun segera berkemas, mengambil tas kecilnya dan berdiri. "Saya pamit dulu ya, Bu. Maaf mengganggu. Semoga Mas Raka cepat sembuh."
Raka mengangguk pelan. "Makasih, Bu udah datang."
"Ya... nggak apa-apa..." Aruna tersenyum lembut ke arah ibu Raka dan Putri sebelum berbalik menuju pintu keluar.
Begitu pintu tertutup di belakangnya, suasana di dalam rumah hening sejenak. Ibu Raka baru saja hendak bertanya lebih lanjut ketika Putri lebih dulu bersuara, "Mas, serius ya? Itu yang bikin Mas Raka dan Mbak Rita putus?"
Raka memijat pelipisnya pelan, merasa sore itu berubah menjadi tekanan yang tak terhindarkan. Sementara di luar sana, Aruna menyetir perlahan di bawah langit yang mulai gelap, dadanya sesak. Ia tidak menyangka akan bertemu keluarga Raka dalam situasi seperti ini. Dan untuk pertama kalinya sejak mengenal Raka... ia merasa benar-benar asing.
Setelah pintu tertutup dan suara mobil Aruna perlahan menjauh, suasana di dalam rumah kontrakan Raka berubah menjadi lebih tegang. Sang ibu duduk di kursi kayu ruang tamu, menatap Raka yang kembali bersandar lemah di dekat dinding. Putri, adik Raka, masih duduk di ujung sofa, matanya menyipit penuh rasa ingin tahu.
“Raka,” suara ibunya akhirnya memecah keheningan. “Ibu tahu kamu bilang dia itu pemilik kebun, tempat kamu kerja. Tapi... apa cuma sebatas itu hubungan kalian?”
Raka menunduk sesaat. Tak bisa langsung menjawab.
“Kamu pikir ibu tidak melihat cara dia memandangmu? Dan cara kamu bicara padanya tadi?”
Putri menatap sang kakak dengan ekspresi menunggu. “Mas... seriusan? Siapa sebenarnya Bu Aruna itu buat-mu?”
Raka menarik napas dalam-dalam. Tak bisa lagi mengelak, ia harus jujur. “Aku... aku memang tertarik sama Bu Aruna.”
Mata ibunya membelalak, tangan refleks menggenggam kain di pangkuannya. Putri pun spontan membungkukkan badan ke depan. “Apa? Kamu serius, Mas?” suaranya hampir berbisik namun penuh tekanan.
“Iya,” jawab Raka lirih, namun mantap. “Aku tahu ini nggak biasa. Umur kami jauh, aku tahu itu. Tapi aku nggak bisa bohong soal perasaan ini.”
Ibunya menghela napas panjang, tapi wajahnya kini mengeras. “Dia... dia janda?” tanyanya tajam.
Raka menggeleng perlahan. “Tidak, Ma. Dia masih punya suami. Tapi suaminya jarang di rumah. Suaminya sering pergi kerja jauh, dan... mereka seperti hidup masing-masing.”
Seketika wajah ibunya berubah masam. Suaranya meninggi sedikit. “Dan kamu... kamu masuk ke dalam rumah tangga mereka, begitu Raka?”
“Aku nggak berniat merusak apa pun, Ma,” ujar Raka, mencoba menjelaskan. “Semuanya terjadi karena kedekatan. Aku cuma... merasa nyaman. Dia perhatian. Kami saling menghargai.”
Ibunya berdiri. “Tidak bisa begitu, Raka. Apa pun alasannya, dia masih istri orang. Dan kamu... kamu anak Mama. Kamu tahu ini salah.”
Putri hanya diam, antara bingung dan terkejut. Ia belum pernah melihat kakaknya sejujur itu. Tapi kini, ia tahu, masalah ini tidak sesederhana yang ia kira.
Dan Raka hanya bisa menunduk, menanggung benturan antara perasaan dan kenyataan yang perlahan mengguncang fondasi keyakinannya.
____________
Untuk readers tersayang, Jika menurutmu ceritaku menarik dan layak untuk dinikmati, aku akan sangat berterima kasih jika kamu bersedia memberinya bintang. Dukunganmu sangat berarti bagiku dan menjadi semangat untuk-ku terus berkarya. 🌟
O ya aku udah jg ngeliat visual mereka di ig mu Thor, Aruna cantik banget dan Raka guanteng abis 🫶