NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia Tidak Seharusnya Di sini

Alan masih terdiam di tempatnya berdiri saat Tara dan Dirga melewatinya, melangkah menuju ke arah pintu utama lobby.

Tak ada kata yang keluar dari mulut pria itu ataupun Tara sekalipun dalam pertemuan singkat barusan, hanya diam dan saling menatap.

“Tuan...” suara Rico yang memanggilnya membuat Alan tersentak pelan. Ia seperti diseret keluar dari pusaran pikirannya sendiri.

Alan berkedip pelan. Ia menoleh ke arah Rico sebentar sebelum pandangannya beralih ke arah pintu kaca lobby yang kini kembali tertutup. Di balik pintu terlihat Dirga yang tengah mengajak Tara berbicara.

“Co,” ucapnya pelan. “Cari tahu kenapa gadis itu bisa ada di sini?”

Rico mengerutkan alis, ingatannya akan sosok Tara masih muncul samar di benaknya. Maklum ia baru sekali bertemu dengan gadis itu, itupun setahun yang lalu dan dalam waktu yang cukup singkat.

“Maksud Tuan... gadis yang bersama Dirga?”

Alan mengangguk. “Tara. Cari tahu kenapa dia bisa berada di tempat ini. Kenapa dia bisa pergi dari desanya. Dan kenapa dia ada di kantor kita.”

Rico masih berusaha mencerna ucapan Alan dan mencoba mengingat-ingat, dan sebentar kemudian...

“Ah, saya baru ingat, Tuan. Dia kan gadis desa yang dulu itu?”

Alan tak menjawab, rahangnya mengeras, dan tatapannya masih tertuju ke arah pintu lobby, meskipun bayangan Tara dan Dirga sudah tidak lagi terlihat.

Sementara itu di dalam mobil Dirga yang melaju dengan kecepatan sedang, Tara duduk diam di samping Dirga yang tengah mengemudi.

Matanya menatap ke luar jendela, tapi pikirannya kembali melayang pada peristiwa di depan lift barusan.

Ia sama sekali tak menyangka akan kembali dipertemukan dengan Alan, suami dadakan yang telah meninggalkannya begitu saja sejak satu tahun belakangan. Dan yang lebih membuatkan kaget, rupanya pria itu adalah pemimpin salah satu perusahaan  terbesar di kota itu, perusahaan yang menjadi tempatnya bekerja sekarang.

Di sisi lain, Dirga yang duduk di belakang kemudi tampak santai, satu tangannya mencengkram stir sedang tangan lainnya menggenggam ponsel. Sesekali ia menoleh, mendapati Tara  yang sedang melamun menatap ke luar jendela.

“Kamu kenapa sih?” suara pria itu memecah keheningan. “kok tiba-tiba diam begitu? Kamu tidak habis lihat hantu, kan?”

Tara menoleh pelan. “Tidak apa-apa, Pak,” jawabnya lirih, berusaha memaksakan senyum kecil. “Saya hanya kepikiran laporan untuk besok pagi saja.”

Dirga terkekeh pelan. “Jangan terlalu dipikirkan. Dibawa santai saja seperti saya.”

Tara menanggapinya dengan anggukan singkat sebelum kembali menatap ke luar jendela tanpa fokus.

Beberapa menit kembali berlalu dalam diam, sampai akhirnya Dirga kembali berbicara.

“Kamu... nggak nyaman ya saya antar?”

Pertanyaan itu membuat Tara kembali menoleh padanya. “Tidak, Pak. Bukan seperti itu,” jawabnya cepat namun terdengar sedikit gugup.

Dirga menatapnya sejenak lalu tersenyum kecil sambil kembali fokus ke jalan. “Baguslah kalau begitu.”

Tara menunduk, menatap jemarinya yang kini saling bertaut di pangkuan. Entah bagaimana ia akan menghadapi hari-hari selanjutnya ketika ia akan lebih sering bertemu dengan Alan.

Ketika mobil Dirga akhirnya berhenti tepat di depan rumah kost Tara, gadis itu buru-buru melepas sabuk pengamannya.

“Terima kasih tumpangannya, Pak,” ujarnya pelan, menunduk sedikit ke arah Dirga.

Dirga mengangguk diiringi senyum samar. “Sama-sama, Tara. Cepat istirahatlah, kamu terlihat capek.”

Tara membalas dengan anggukan kecil sebelum membuka pintu dan turun. Ia berdiri sejenak di depan pagar kost, menatap mobil Dirga yang perlahan menjauh.

Begitu ia masuk ke kamar kost, Fifi yang sedang makan sambil lesehan di lantai langsung menoleh. “Akhirnya pulang juga Lo, Ra,” celetuknya dengan nada protes. “Gue hampir kelaparan nungguin Lo pulang.”

Tara hanya tersenyum  kecil menanggapi ocehan Fifi sembari melepas jaket dan tasnya, lalu menaruhnya di kursi.

“Maaf, tadi ada kerjaan tambahan,” jawabnya sambil menghampiri Fifi lalu duduk bersila di hadapannya.

“Nih bakso Lo,” ujar Fifi menyodorkan mangkuk berisi bungkusan bakso ke hadapan Tara. “Gue udah ngiler dari tadi, nungguin lo nggak pulang-pulang. Jadi gue beli sendiri.”

Meski selera makannya mendadak menghilang, Tara tetap menuang bakso miliknya ke dalam mangkuk untuk menghargai usaha Fifi.

“Mmm... mantap banget kuahnya, Ra,” celoteh Fifi begitu bersemangat saat menyeruput kuah bakso pedas miliknya. “Baksonya Mang Wahid emang the best...”

Sementara Tara, bahkan setelah suapan pertamanya, rasa pedas dan gurih dari kuah yang biasanya selalu membuatnya tergoda itu, justru terasa hambar di lidahnya.

“Lo kenapa?” tanya Fifi sambil mencomot kerupuk bawang dari toples lalu mengunyahnya. “biasanya paling semangat makan pedes?”

Tara menggendikkan bahu. “Tidak ada apa-apa,” jawabnya singkat.

Fifi menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Tara. “Yang bener?” dan Tara pun langsung mengangguk

“Lo nggak lagi ada masalah kan di tempat kerja?” tanya Fifi lagi, masih belum percaya melihat ekspresi Tara.

“Nggak ada, Fi... beneran,” sahut Tara meyakinkan.

Fifi manggut-manggut, mencoba percaya. “Ya udah... kalau ada apa-apa ngomong ke gue, jangan dipendem sendiri.”

Tara menatap Fifi. Meski dulu pertemanan mereka tak seakrab sekarang, tapi melihat seperhatian itu Fifi terhadapnya, membuat Tara sungguh terharu, dadanya menghangat. Ia lalu tersenyum kecil. “Makasih, Fi.”

Fifi hanya mengangguk santai, lalu kembali fokus dengan baksonya. “Udah, buruan makan, abis itu mandi. Lo keliahat seperti orang yang habis mikirin utang negara aja.”

Tara tertawa kecil, meski masih ada sesuatu yang menekan dadanya.

Sementara itu di kediaman Hardinata, Dirga yang baru saja masuk ke dalam rumah dikagetkan dengan keberadaan Alan yang duduk sendirian di ruang tamu. Tak biasa sekali abangnya itu menyendiri saat sedang ada di rumah, biasanya dimanapun dia ada pasti selalu ada Lira di sampingnya.

“Kau habis darimana?” tanya Alan tanpa basa-basi dengan diiringi tatapan tajam.

Dirga mengangkat bahu.”Dari kantor lah, kan kita ketemu tadi saat di depan lift,” jawabnya santai.

“Dan gadis itu?” lanjut Alan bertanya, kali ini nadanya lebih dingin.

Dirga sempat mengernyit. “Tara?” tanyanya memastikan.

Tapi Alan tidak menjawab, hanya sorot matanya saja yang kini menajam.

“Dia sudah kuantar pulang ke kost-an,” jelas Dirga pada akhirnya. “Abang tenang saja, aku nggak ngapa-ngapain dia, kok.”

Alan tampak menghela napas. Keningnya berkerut dalam. “Sejak kapan kalian saling kenal?”

“Abang kenapa sih?” protes Dirga spontan. “Tidak biasanya Abang bertanya hal beginian.”

“Jawab saja pertanyaanku, Dirga,” tegas Alan.

Dirga mendengus pelan, lalu menjatuhkan diri di sofa. Ia tahu betul sifat Alan, jika pria itu menghendaki sesuatu, dia akan mengejarnya sampai dapat.

“Baru beberapa hari, Bang. Dia itu karyawan baru, staffnya Andri yang pernah kuceritakan waktu itu.”

Alan diam dengan rahang mengeras. Sedari tadi, pertanyaan tentang kenapa Tara datang ke ibukota dan kenapa gadis itu bisa berada di kantornya apalagi bersama Dirga terus berputar-putar di benaknya, membuatnya merasa tidak tenang sama sekali.

Dia seharusnya tidak ada di sini, batinnya dingin. Tidak setelah semua yang terjadi.

Dirga memperhatikan ekspresi Alan yang sulit dibaca. Beberapa saat kemudian ia pun iseng bertanya, “Abang... mengenal Tara?”

1
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!