Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.
Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.
Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Mulai saat itu, dunianya pun berubah.
Dunia yang dipenuhi estetika keindahan, ternyata banyak menyimpan hal yang tak pernah terduga sebelumnya.
(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Acara meet and greet semacam ini diselenggarakan di berbagai tempat. Seringnya di kota-kota besar.
Tak hanya bisa bertemu, akan ada juga penampilan dari kami yang biasanya disebut mini concert dan berbagai acara lain.
Masih segar dalam ingatan ketika aku menjadi penjaja makanan. Rasanya cukup seru meski cukup melelahkan. Untuk kali ini, akan ada kegiatan seperti apa lagi ya?
Kami berangkat ke sana bersama-sama sejak pagi tadi. Matahari belum seutuhnya nampak tapi kami sudah sibuk memilih baju dan berias. Sepertinya seharian ini akan jadi hari yang panjang.
Aku memilih pakaian bebas yang akan kukenakan bersama Anna dan Viola. Anna hanya menemani karena ia sudah membawa pakaiannya sedari rumah.
"Enak ya, jadi putri entertainer. Mau pakai baju bagus, tinggal buka lemari." Gerutu Viola.
"Apa iya?" Tanyaku kurang yakin.
Mengingat hubungan ibu-anak itu kurang akur.
"Iya bener! Udah lemarinya lebar, banyak baju-baju bagus lagi!"
"Heh, tadi pagi kan sudah kubilang, kalau mau, kamu boleh pinjam kok."
"Memang. Tapi tadi aku kesiangan. Aku lupa kalau hari ini harus berangkat pagi-pagi."
"Makanya jangan suka nonton drakor sampai malam. Kan sudah kubilang kalau pola tidur yang baik itu bagus untuk kulit?"
"Tapi kapan lagi aku bisa nonton? Waktuku cuma ada malam hari."
"Libur nonton dulu kan bisa."
"Enggak bisa, An. Itu seru banget. Seru parah."
"Pasti lagi nonton stand for you 'kan?" Tebakku.
"Iya betul! Kamu nonton juga?" Tanya Viola antusias.
"Iya, baru sedikit. Memang seru banget."
"Ya 'kan? Ya 'kan? Dia aja nih yang kudet."
"Aku bukannya enggak mau nonton, aku juga suka, aku cuma mau menjaga waktu tidurku aja."
"Bohong ah! Jangan percaya, Ran. Dia itu enggak suka drakor, dia kalo libur tontonannya film-film aneh."
"Film Hollywood 'kan? Banyak juga kok yang bagus-bagus" sanggahku.
"Bukan begitu, Ran! Dia itu suka banget film horor. Aneh banget tau!"
Aku geleng-geleng dengan perdebatan mereka. Tak habis pikir dengan kedekatan mereka.
Apa mereka tinggal seatap atau semacamnya? Mungkin karena mereka sering bersama di barisan depan, mereka menjadi akrab di tempat yang tak kuketahui.
Sambil berbincang, mataku mencari di antara baju-baju yang tergantung. Tanganku menyisirnya satu per satu. Aku butuh dua potong pakaian.
Satu yang bergaya kasual untuk acara di luar panggung, satu lagi untuk kupakai ketika ikut serta dalam meet and greet.
Entah kenapa, sudah jadi aturan tak tertulis, kalau pakaian dalam acara haruslah berbeda. Katanya sih agar orang-orang tidak bosan.
Makanya, terkadang menunjukkan penampilan yang tak pernah ditunjukkan sebelumnya bisa menjadi nilai jual tersendiri.
Termasuk di antaranya ber-cosplay. Entah itu dokter, polwan, pemain tenis atau bahkan tokoh fiktif. Makanya penting untukku membuat penampilan yang berkesan. Apalagi ini perdana.
Aku menemukan sebuah kaos berwarna hitam polos. Tak jauh dari situ kutemukan celana jeans panjang. Ini dia baju yang kusuka. Baju yang kupakai sehari-hari pun seperti ini. Nyaman dan aman.
Beberapa detik aku menatapi pakaian yang ada di tanganku. Rasanya ada yang salah. Bukankah aku mau menunjukkan keunikan? Kenapa aku mengambil pakaian yang biasa kukenakan sih? Keduanya kugantung kembali. Meneruskan penelusuranku yang tertunda.
Banyak sekali rupa dan modelnya. Ada yang modelnya lucu dengan warna terang. Aku ingin sih mencobanya. Tapi, kurasa aku tak akan cocok dengan baju semacam itu. Jadi, kupilih baju yang berwarna gelap saja.
Beberapa menit mencari, mataku terpincut pada baju lengan pendek yang lengannya mengembang. Lalu warnanya juga hitam dihias titik-titik perak kecil. Aku suka modelnya. Kuambil dari gantungan. Mencari pasangannya. Kurasa rok hitam panjang sudah cocok.
Ada sebuah gantungan yang penuh dengan outfit stage. Sepertinya sengaja dipisahkan dari pakaian lain hingga membuat satu gantungan khusus untuknya.
Mataku terpaku pada sebuah outfit stage yang familiar. Outfit stage yang dulu pernah kulihat di televisi dulu. Mungkin sudah hampir setahun lalu lamanya.
Kuambil outfit stage itu. Mataku tak salah lihat. Memang itu adalah outfit stage yang pertama kali kulihat dikenakan oleh anggota-anggota Flow yang kala itu sedang tampil di sebuah stasiun televisi.
Outfit stage ini mengingatkanku tentang aku kala itu. Senyumku sontak mengembang.
Kalau bukan karena hari itu, mungkin aku tidak akan berada di sini.
Baiklah. Aku tahu apa yang akan kupakai.
...----------------...
Aku mengganti baju di ruang ganti. Memandang cermin persegi. Atasan berlengan balon pendek berwarna hitam. Bawahnya rok panjang. Make up telah terbubuh rapi.
Kuikat rambut yang berayun lembut. Tak kusangka rambutku sudah melebihi bahu. Mungkin sudah waktunya untuk pergi ke salon.
Staf mengarahkan untuk ikut serta dalam event yang ada di sana. Kami dipecah menjadi beberapa kelompok kecil.
Ada yang mengisi panggung, ada yang mempromosikan produk sponsor, ada yang menjajakan merchandise, ada juga yang mengisi event bersama dengan para fans.
Aku mendapat tugas yang berbeda seperti sebelumnya. Kebetulan ditunjuk untuk turut serta dalam event bersama fans. Setelah beres dengan penampilan, aku bergegas meluncur ke sana.
Suara riuh manusia terdengar. Hiruk pikuknya mulai kentara melalui celah di antara jendela. Acara semacam ini tak pernah sepi pengunjung. Bahkan selalu ramai sampai berjubel di pintu masuk.
"Ran," sapa Viola, menunda langkahku. "Kamu kebagian di mana?" lanjutnya.
"Aku di event ular tangga".
"Eh ikut kami yuk!" ajak Anna yang mendadak muncul dari belokkan.
"Kemana?"
"Panggung, kami tadi disuruh mengajak satu orang lagi, nah kami maunya kamu."
"Tapi tugasku?"
"Enggak apa-apa, biar yang lain aja yang menggantikan." Viola bersikeras.
Kupikir tidak apa-apa. Toh ini salah satu perintah staf juga.
"Oke deh, aku ikut."
Aku berpindah arah mengikuti langkah mereka berdua. Menuju ke panggung utama.
Kuintip melalui celah kecil, ternyata cukup banyak orang yang menunggu kedatangan kami. Tepatnya sih mereka berdua.
"Ayo kita naik." Ajak Anna.
Kami berdua pun mengambil mik, menanjaki tangga. Anna naik terlebih dahulu. Disusul kami berdua.
"Halo semuanya! Apa kabar kalian?" Tanya Anna dengan suara yang lantang.
Jawaban terdengar samar karena banyaknya orang yang menjawab dalam waktu yang bersamaan.
"Sebelumnya kami perkenalan dulu ya!" Lanjutnya.
Kami membentuk barisan tepat di tengah panggung. Dadaku mulai berdegup kencang. Meski belum seramai ketika manggung terakhir kali, jantungku tak peduli.
Anna memperkenalkan diri. Dilanjutkan dengan Viola. Entah kenapa, mereka berdua terlihat klop. Sepeti sudah sepaket. Dimana ada Viola, di situ pasti ada Anna. Begitupun sebaliknya.
Giliranku untuk memperkenalkan diri. Suara riuh bertepuk tangan. Beberapa ada yang berteriak.
"Rame banget ya?" Tanya Viola membuka obrolan.
"Iya, dari mana aja nih?" tanya Anna ke penonton. Ia menyuguhkan miknya ke arah depan.
Penonton pun berlomba untuk menjawab. "Wih ada yang dari aceh. Serius kak? Jauh banget." Anna terpukau.
Kami pun tak kalah terkejutnya.
"Kita di sini mau ngapain nih, An?" Tanya Viola.
"Kita di sini mau cerita-cerita dong."
"Nah, akhir-akhir ini kamu sibuk ngapain nih, Vi? Selain latihan."
"Akhir-akhir ini aku suka nyobain makanan yang belum pernah kucobain."
"Apa tuh?"
"Terakhir aku coba makan pizza Black Paper. Ternyata aku kurang suka."
"Kok bisa?" Tanya Anna heran.
"Ya aneh aja di mulut. Justru aku lebih suka rasa pecel keong dibanding pizza."
"Hah? Pecel keong?"
"Iya, keong dikasih bumbu gitu. Jangan bilang kamu enggak tau keong?"
"Apa mungkin maksudmu Escargot?"
"Apalagi itu?"
Mereka berdua terlihat kebingungan. Aku hanya cekikikan saja.
"Eh ini lagi temen kita satu. Malah senyum-senyum doang. Ngomong woy, ngomong!" Tegur Viola.
Bukannya aku enggan bicara. Dari tadi aku bingung harus mulai darimana. Menyelak mereka pun rasanya salah.
"Sebenarnya aku heran dari tadi."
"Kenapa tuh, Ran?" Timpal Anna.
"Aku tuh heran kenapa penonton kita keren-keren banget hari ini." Seruku antusias.
"Iya betul banget, Ran."
"Setuju."
"Tadi bahas apa? Kegiatan belakangan ini?" Tanyaku agar topiknya kembali.
"Iya betul. Kalo Kirana, apa nih?"
Aku menyelami isi otak. Mencoba menarik kembali memori-memori yang baru-baru ini kubuat.
"Aku akhir-akhir ini baca buku."
"Buku apa tuh?"
"Novel. Genrenya romance. Ceritanya bagus lho. Aku aja sampai nangis bacanya."
"Kamu suka baca buku? Sejak kapan?" Viola terheran.
"Hey gini-gini aku cewek intelektual lho."
"Hah? Mana mungkin! Dia jago olahraga lho guys, makanya pas audisi, yang lain gelagapan, dia santai aja." Jelas Viola.
"Tapi bener kok itu. Dia kan jadi introvert sekarang." Sanggah Anna.
"Betul tuh, aku sekarang nolep, Vi. Semenjak jadi idol, sudah jarang bergaul karena sibuk. Tapi, enggak apa-apa kok! Nolep bukan hal yang buruk."
"Ya ampun temenku, nolep kok bangga?"
Kalimat Viola memecah gelak penonton.
"Tapi tenang aja, Ran. Ada kita-kita kok."
Sebelah tangan Viola merangkul pundakku. Aku membalasnya dengan senyum simpul.
"Eh kalian ada yang punya sesiku enggak?" Tanya Anna pada penonton.
"Enggak? Wah parah. Sold out-in lah. Mumpung masih ada waktu, ya ga?"
"Bener tuh. Kapan lagi cowok-cowok kaya kalian bisa ngobrol sama cewek cantik kaya Anna?" Celetukku begitu saja.
Anna dan Viola terkejut bersamaan. Sebagian penonton tertawa, yang lainnya kaget. Kami terdiam sesaat.
"Awas kalian kalau enggak beli." Lanjut Anna.
"Iya, aku tunggu ya."
Obrolan kami cukup seru. Aku yang awalnya ragu-ragu untuk berucap, mulai bisa menikmati keseruan obrolan di atas stage.
Sayangnya, sesi kami hendak dimulai, kami harus segera turun untuk bersiap-siap.
...----------------...
Ruang ganti pun sesak. Dipenuhi orang yang hendak berganti baju. Kami bertiga mengantri beberapa saat. Di tanganku telah sedia pakaian yang akan kukenakan.
"Kamu yakin mau pakai itu?" Tanya Anna menatapi bawaanku. Aku mengangguk dalam. Memancarkan tatapan berbinar. Melihatku yang begitu, ia pasrah.
Aku melihat jinjingannya. Sebuah gaun panjang berwarna hitam yang biasanya dipakai untuk pesta. Mungkin itu pakaian yang dibicarakan oleh Viola.
Aku tak terkejut kalau gaun yang nampak mahal itu memang bawaannya. Sementara Viola yang tadi pusing akan memakai apa, telah menentukan pilihannya.
Sebuah pakaian jas ala-ala cewek kantoran sepaket dengan roknya. Aku tidak tahu alasan ia memilihnya, yang jelas ia nampak girang saat bertemu dengan setelan itu.
Giliranku tiba. Aku segera menukar posisi pakaian. Yang kulepas, kukaitkan ke hanger, yang dari hanger kukenakan.
Sebuah outfit stage yang kala itu kulihat di televisi, kini ada di tubuhku. Warnanya yang bercorak merah dan biru gelap, sangat kusuka. Perasaan nostalgia ini, telah berubah menjadi kebahagiaan.
Aku tak pernah menyangka. Kirana yang dahulu cuma bisa berharap, cuma bisa melihat dari balik layar televisi, kini bisa mengenakan outfit stage persis dengan yang ia lihat dulu.
Kucubit pipiku. Terasa sakit. Benar ini bukan mimpi. Aku yang menatapi diriku dalam balutan pakaian ini nyata.
Mimpi yang dulu hanyalah mimpi, sekarang perlahan-lahan menjadi nyata. Kutatap pantulan diriku yang ada dalam cermin.
Outfit stage yang indah, rambut yang terkuncir rapi, bibir yang segar sebab lip gloss, blush on memerahkan pipiku, alis yang menghitam, kulit yang bersinar memantulkan cahaya.
Hai diriku di masa lalu. Apa kamu melihat aku sekarang? Pasti kamu tidak menyangka kalau dirimu di masa depan ini bisa menjadi sosok yang kau kagumi waktu itu.
Aku yakin kalau diriku di masa lalu bahagia melihat diriku yang sekarang.