NovelToon NovelToon
Nikah Dadakan Karena Salah Alamat

Nikah Dadakan Karena Salah Alamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Pengantin Pengganti
Popularitas:9.3k
Nilai: 5
Nama Author: Anjay22

Cantika yang bekerja sebagai kurir harus menerima pernikahan dengan yoga Pradipta hanya karena ia mengirim barang pesanan ke alamat yang salah .
Apakah pernikahan dadakan Cantika akan bahagia ??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kuliah hari ke -2

Hari kedua kuliah dimulai dengan langit yang cerah dan angin sepoi-sepoi yang bermain di antara dedaunan pohon flamboyan di halaman Fakultas Ekonomi. Cantika tiba lebih awal,jauh sebelum bel berbunyi,dengan niatan untuk menghindari tatapan penasaran sekaligus membangun rutinitas baru: datang duluan, duduk di tempat yang sama, dan memulai hari dengan tenang.

Kali ini, ia memilih bangku di pojok kiri depan. Lebih terlihat, tapi setidaknya tidak ada yang bisa mengintip dari belakang. Ia membuka notebook dan mereview catatan dari kelas Pengantar Bisnis kemarin. Ada beberapa konsep tentang (value chain) yang belum ia pahami sepenuhnya. Ia menggaris bawahi bagian itu dengan stabilo kuning,warna yang menandakan "harus ditanyakan ke dosen."

Belum sempat ia menyelesaikan review, suara langkah kaki mendekat.

“Eh, Cantika? Kamu datang pagi banget,” sapa Amara, membawa tas ransel besar dengan stiker klub akuntansi menempel di sisinya. Matanya berbinar. “Gue juga mau duduk di sini boleh, kan?”

“Tentu! Aku malah senang punya teman sebangku

Amara meletakkan tasnya, lalu mengeluarkan termos kecil dan sebungkus kue lapis. “Nih, buat kamu. Buatan nenek. Katanya biar otaknya jernih,” ujarnya sambil menyodorkan sepotong kue.

Cantika menerima dengan hangat. “Makasih banget, Mara. Aku belum sarapan tadi. Buru-buru nyiapin bekal buat Yoga juga.”

“Oh iya, kamu kan udah nikah. Suaminya baik, ya?” tanya Amara, nada suaranya penuh rasa ingin tahu, tapi tidak menghakimi.

“Dia... baik banget. Bahkan lebih kayak partner daripada suami tradisional,” jawab Cantika, sambil menatap kue lapis di tangannya. “Dia yang nyuruh aku kuliah lagi. Bahkan yang nemenin aku beli buku teks.”

Amara mengangguk perlahan. “Wah, keren banget. Kebanyakan cowok malah nggak suka istrinya terlalu sibuk. Tapi kayaknya suamimu beda.”

“Dia percaya kalau perempuan harus punya tujuan hidup sendiri,” ucap Cantika, suaranya pelan tapi penuh keyakinan.

Obrolan mereka terhenti ketika sekelompok mahasiswa masuk ruangan—termasuk si gadis berambut pirang dari kemarin. Begitu melihat Cantika, ia berbisik ke temannya sambil tertawa kecil. Cantika menunduk, tapi Amara langsung menoleh tajam ke arah mereka.

“Ngomongin orang tuh jangan sambil ketawa kayak begitu. Nggak sopan,” ucap Amara lantang, cukup keras agar terdengar, tapi tidak terlalu kasar.

Gadis pirang itu mendelik, lalu memilih duduk di barisan belakang. Cantika menatap Amara dengan rasa terima kasih yang mendalam.

“Jangan biarin mereka bikin kamu minder, Canti,” bisik Amara. “Kita di sini buat belajar, bukan buat jadi objek gosip.”

---

Kelas hari itu membahas topik (entrepreneurship). Pak Arifin mengajak mereka berpikir secara kritis: “Bayangkan, kalian punya satu juta rupiah. Apa yang akan kalian lakukan dengannya? Investasi? Usaha kecil? Atau malah belanja?

Cantika mengangkat tangan. “Kalau saya, saya akan mulai usaha kue rumahan. Modal kecil, tapi bisa berkembang lewat media sosial dan delivery online.”

Beberapa mahasiswa tertawa kecil,mungkin menganggap idenya terlalu sederhana. Tapi Pak Arifin tersenyum lebar. “Itu jawaban yang sangat strategis, Cantika. Karena kamu mempertimbangkan (scalability)dan (low entry barrier). Tepat sekali.”

Kelas pun berubah jadi ramai. Beberapa mahasiswa mulai mengajukan ide bisnis mereka sendiri. Cantika merasa hangat di hatinya—untuk pertama kalinya, ia merasa dihargai karena idenya, bukan karena siapa suaminya.

---

Di luar kelas, suasana kampus semakin ramai. Kantin penuh sesak, taman dipenuhi mahasiswa yang duduk berkelompok, dan koridor dipadati suara tawa, diskusi, bahkan debat kecil tentang tugas kelompok. Cantika dan Amara memutuskan untuk makan di teras gedung lama,tempat yang jarang dikunjungi karena jauh dari kantin, tapi tenang dan teduh.

“Kamu tahu nggak, sebenarnya banyak yang iri,” kata Amara

Amara sambil menyeruput teh manisnya.

“Mereka bilang kamu ‘dikasih jalan mulus’, tapi mereka nggak tahu kamu rela bangun jam lima pagi cuma buat siapin bekal dan review materi.”

Cantika tertawa kecil. “Aku juga nggak minta jalan mulus. Aku cuma minta kesempatan. Selebihnya, aku yang kerja keras.”

“Dan itu yang membedakan kamu,” sahut Amara.

Tiba-tiba, ponsel Cantika bergetar. Pesan dari Yoga:

#Yoga : “Gimana hari keduamu, istriku yang sedang jadi calon CEO?”

Cantika tersenyum, mengetik balasan:

#Cantika : “Masih selamat. Belum dibully sampai nangis. Tapi tadi dapat pujian dari dosen. Aku senang.”

Ia menunjukkan pesan itu ke Amara, yang langsung terkekeh. “Wow, suamimu romantis banget sih.

“Romantis sih nggak. Tapi dia dukung banget. Kemarin malam, dia bantu aku pahamin konsep opportunity cost pake analogi brownies. Katanya, kalau aku bikin brownies, itu artinya aku nggak bisa bikin lapis. Jadi, pilih mana?”

Amara tertawa terbahak-bahak. “Itu… itu jenius! Aku mau minta suamimu jadi tentor juga.”

Mereka berdua tertawa, suara mereka menyatu dengan gemericik air kolam di dekat situ. Di tengah kebisingan kampus yang penuh ambisi dan persaingan, Cantika akhirnya merasa—meski sedikit—bahwa ia punya ruang miliknya sendiri.

---

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.

Saat Cantika masuk ke perpustakaan siang itu untuk mencari referensi buku mikroekonomi, ia melihat sekelompok mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial sedang berdiri di dekat rak jurnal. Salah satunya,gadis pirang itu lagi,sedang memegang ponsel dan menunjuk ke arah Cantika.

“Lihat tuh, dia beneran ke perpustakaan. Kayak beneran serius aja,” ejeknya. “Padahal kemarin di Instagram-nya cuma posting foto brownies dan caption ‘hari pertamaku di kampus’. Mana fotonya pake tas LV segala.”

Cantika ingin berpura-pura tidak mendengar. Tapi dadanya sesak. Ia ingat ucapan Dimas: *“Di sini, yang dihitung itu nilai dan kecerdasan.”*

Maka, alih-alih pergi, ia berjalan tenang ke meja pustakawan dan meminjam tiga buku tebal: (Principles of Microeconomics)karya Mankiw, (Business Model Generation), dan (Thinking, Fast and Slow). Ia meletakkannya di meja baca dekat jendela, membuka semuanya, lalu mulai mencatat dengan fokus.

Beberapa menit kemudian, ia sadar bahwa gadis-gadis itu masih mengamati,namun kali ini, dengan ekspresi bingung. Salah satunya berbisik, “Dia beneran baca buku tebal gitu?”

Cantika pura-pura tidak peduli. Tapi dalam hati, ia berjanji: (Aku akan jadi mahasiswa yang mereka bicarakan bukan karena suamiku, tapi karena nilaiku.)

---

Sore menjelang, Cantika pulang dengan langkah yang lebih mantap. Di mobil, Yoga menatapnya dengan senyum kecil.

“Kamu tampak... beda hari ini,” katanya.

“Kenapa? Aku kelihatan capek?” tanya Cantika sambil membuka sabuk pengaman.

“Nggak. Kamu kelihatan... punya misi,” jawab Yoga.

Cantika menatap ke luar jendela. “Aku sadar sesuatu hari ini, Mas. Aku nggak bisa mengontrol apa yang orang pikirkan. Tapi aku bisa mengontrol seberapa keras aku belajar. Dan aku akan belajar sampai mereka nggak punya alasan lain selain menghormatiku.”

Yoga menggenggam tangannya sebentar. “Itu baru istriku.”

Malam itu, di kamar mereka yang sekarang berubah jadi mini perpustakaan dadakan, Cantika mulai menyusun jadwal belajar mingguan. Yoga duduk di sebelahnya, membaca materi akuntansi dasar,walau ia lulusan teknik, ia tak ingin kalah semangat.

Di luar, hujan mulai turun perlahan. Tapi di dalam, semangat Cantika menyala lebih terang dari lampu meja yang terus menyala hingga dini hari.

Kampus mungkin penuh gosip dan penilaian. Tapi ia takkan biarkan itu menjadi batu sandungan—melainkan batu pijakan.

Karena kini, ia bukan hanya “Istri Tuan Muda Pradipta.”

Ia adalah ,Cantika,mahasiswa Fakultas Ekonomi, calon pebisnis

1
kartini aritonang
konflik yang lagi dan lagi ........ribet banget hidupnya orang kaya ....yang tak pernah terpikirkan oleh Cantyka..Peluk jauh...yang kuat ya Cantyka🫠😘😘
MayAyunda: he he
total 1 replies
kartini aritonang
Gimana sih bu Ratna. ..yang milih Cantyka jadi mantu kan bu Ratna bukan Yoga?...
Salut sama bu Ratna...yang sabar dan telaten. ngajari Cantyka...
Semangat Cantyka...nggak butuh waktu lama kamu pasti lulus pelatihan oleh mama mertu 😍😍
MayAyunda: iya kak
total 1 replies
kartini aritonang
Sabar dong bu Ratna. . secara Bu Ratna kan tau menantu ibu cuma kurir...pelan pelan saja ya bu mendidik menantu ibu.
Cantyka pasti mudah belajar menjadi pendamping pebisnis.
Dedemit...aku suka caramu memperlakukan Cantyka....semoga langgeng yaaas😍😍
MayAyunda: iya kak
total 1 replies
kartini aritonang
lanjut thor
kartini aritonang
Ghea siapa thor ?
Marlina Armaghan
smangat Thor. bagus
MayAyunda: terimkasih
total 1 replies
kartini aritonang
menyimak
MayAyunda: jangan disimak kak dibaca 🤭😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!