Di tengah kekacauan ini, muncullah Black Division—bukan pahlawan, melainkan badai yang harus disaksikan dunia. Dipimpin oleh Adharma, si Hantu Tengkorak yang memegang prinsip 'hukum mati', tim ini adalah kumpulan anti-hero, anti-villain, dan mutan terbuang yang menolak dogma moral.
Ada Harlottica, si Dewi Pelacur berkulit kristal yang menggunakan traumanya dan daya tarik mematikan untuk menjerat pemangsa; Gunslingers, cyborg dengan senjata hidup yang menjalankan penebusan dosa berdarah; The Chemist, yang mengubah dendam menjadi racun mematikan; Symphony Reaper, konduktor yang meracik keadilan dari dentuman sonik yang menghancurkan jiwa; dan Torque Queen, ratu montir yang mengubah rongsokan menjadi mesin kematian massal.
Misi mereka sederhana: menghancurkan sistem.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengorbanan Sang Perdana Menteri
Ruangan kendali operasi, jauh di dalam kedutaan Indonesia di Istanbul, terasa sunyi mencekam. Cahaya monitor memantul pada wajah Puja Fernando, membuat ketenangan parasnya terlihat menakutkan. Di layarnya, terlihat jelas tubuh The Chemist (Yama) dan Symphony Reaper (Nadira) terkapar setelah dihantam tendangan brutal Kaiser Jatindra. Kaiser kini melesat ke udara, mengejar kontainer lapis baja yang ditarik oleh Gunslingers dan Torque Queen.
Di samping Puja, wajah asistennya terlihat pasi.
"Misi berhasil 60%, Ibu," lapor asisten Puja, suaranya tercekat. "Kontainer Rhausfeld terangkat. Tetapi Unit Yama dan Nadira—mereka lumpuh. Mereka tidak merespons, vital sign mereka di ambang batas kritis."
"Mereka akan mati, Bu," sambung Faizah, analis strategi yang bertanggung jawab atas logistik evakuasi. Faizah telah mengatur drone evakuasi dan rute pelarian tercepat kembali ke Indonesia. "Kaiser akan kembali. Pasukan GATRA yang tersisa akan memindai area itu. Jika kita mengirim drone evakuasi ke sana sekarang, Kaiser akan menghancurkannya. Kita harus—"
Puja mengangkat tangan, menghentikan Faizah. Matanya terpejam sesaat, menghirup napas panjang yang terasa sangat berat. Ia melihat angka di layar: estimasi korban sipil jika senjata-senjata Rhausfeld ini didistribusikan mencapai jutaan jiwa. Ia mempertimbangkan dua nyawa versus jutaan nyawa.
Ia membuka mata. Tatapannya kini setajam belati yang baru diasah.
"Edy, Melly," suara Puja terdengar tegas dan dingin, menyalurkan perintahnya langsung ke headset Gunslingers. "Dengarkan baik-baik. Tinggalkan posisi Yama dan Nadira. Prioritas utama adalah kontainer. Pastikan kargo itu mencapai zona pickup Cepat."
Di angkasa, Gunslingers yang sedang menembakkan rentetan peluru suppressive fire ke arah Kaiser, menghentikan tembakannya sejenak. Ia melihat ke belakang, ke Melly, yang mengendalikan Jet Pack dan heavy drone penarik kontainer. Edy merasakan Torque Cuff di lengannya berdenyut, menerima perintah final dari Puja.
"Dipahami, Puja," jawab Edy, nadanya tanpa emosi. Seorang prajurit yang tunduk pada strategi, meskipun itu berarti pengorbanan. "Kontainer dijamin. Kami akan mempertahankan kargo."
Di padang gurun, Adharma yang tengah berlutut di samping tubuh Yama dan Nadira, mengepalkan tangan hingga tulang buku jarinya memutih. Tika, yang masih harus mempertahankan diri dari sepuluh boneka GATRA, hanya bisa mendengarkan lewat headset-nya.
The Chemist (Yama), yang rusuknya mungkin patah, perlahan membuka mata, melihat darah menggenang di bawahnya.
"Puja..." bisik Yama, suaranya lemah dan pasrah. "Dia benar. Dua nyawa untuk menghentikan perang..." Ia menghela napas, rasa frustrasi ilmiahnya tergantikan oleh penerimaan. "Darma, Edy. Jangan sia-siakan ini. Bawa kargo itu. Ini adalah rumus terbaik untuk menyelamatkan dunia."
Symphony Reaper (Nadira), yang terbaring di sampingnya, meski air mata ketakutan membasahi pelipisnya karena kehilangan biolanya, mengangguk lemah. "Lanjutkan, Darma. Biola saya sudah hancur. Saya sudah gagal. Sekarang giliran kalian. Lari."
Perintah dari pusat komando dan penerimaan dari Yama dan Nadira seharusnya mengakhiri perdebatan, tetapi tidak bagi Harlottica.
Tika, yang baru saja menghancurkan tiga boneka GATRA dengan tendangan kristalnya, berteriak keras ke headset, amarah dan rasa sakitnya bercampur.
"PUJA, KAU GILA!" raung Tika, suaranya menembus neuro-link semua orang. "Dua puluh pasukan GATRA itu adalah distraksi untuk kita! Kau menukar nyawa Darma, Yama, dan Nadira hanya untuk satu kontainer yang bisa kau temukan lagi besok! Kami bukan pion yang bisa kau korbankan semudah itu!"
"Tika, turunkan suaramu," tegur Puja, suaranya tetap tenang, tetapi ada ketegasan baja di dalamnya. "Ini bukan tentang pion. Ini tentang skala. Jika kau mencintai Adharma, bantu dia menyelesaikan misi ini. Bukan menantangku."
"Cinta? Cinta macam apa yang meninggalkan rekannya mati di tengah gurun!" Tika balas membentak, air mata bercampur debu di wajahnya. Ia melihat Adharma berlutut di samping dua temannya.
Melly, yang mendengar seluruh perdebatan ini sambil susah payah mempertahankan daya angkat Jet Pack-nya, hanya terdiam. Di balik goggle-nya, matanya terasa panas. Ia adalah Ratu Mesin, dan mesin tidak memiliki emosi. Tapi ia melihat bagaimana Yama dan Nadira, dua otak paling berharga bagi operasi mereka, terkapar. Keputusan ini berat—melanggar perintah Puja sama dengan mati; mengikuti perintah berarti mengkhianati hati nurani tim.
Gunslingers (Edy) menyadari keheningan Melly. "Melly, jangan ragu. Fokus pada penerbangan! Aku akan menembak jatuh Kaiser! Kita ikuti perintah!"
"Aku tidak bisa, Edy," balas Melly, suaranya bergetar. "Aku tidak bisa. Mereka... mereka tidak pantas mati seperti ini."
"Melly, ini adalah perang!" balas Edy, suaranya kini mendesak.
Tepat saat Edy dan Melly berada di puncak konflik batin, Adharma membuat keputusannya.
Ia berdiri, topeng tengkoraknya kini memancarkan aura kegelapan dan tekad yang dingin. Ia melihat Yama dan Nadira, lalu ia melihat Tika yang mulai kelelahan. Terakhir, ia melihat ke langit, ke kontainer yang menjauh.
Adharma ingat janji yang ia buat untuk Dwi: aku akan melakukan hal yang benar, Nak.
Ia menyadari bahwa hal yang benar bukan hanya menyelesaikan misi. Hal yang benar adalah melindungi orang-orang yang ia cintai—keluarga yang tersisa.
Ia mengaktifkan neuro-linknya, suaranya memotong semua perdebatan, penuh otoritas dan kesedihan yang mendalam.
"Harlottica. Cukup."
Tika terdiam, terkejut mendengar ketegasan Adharma.
"Mundur dari pertarungan itu, Tika," perintah Adharma. "Selesaikan sisa GATRA itu. Lalu kau ambil Yama dan Nadira. Bawa mereka ke titik evakuasi terdekat yang disiapkan Faizah. Ini adalah perintah terakhir dari ketua timmu."
"Darma, kau gila! Aku tidak akan meninggalkanmu di sini!" teriak Tika, matanya membelalak, kristalnya meredup karena syok.
"Aku akan menghadapi Kaiser Jatindra sendirian," kata Adharma, menoleh ke arah kontainer yang kini menjauh, diikuti oleh bayangan Kaiser. "Dia adalah benteng yang harus kuhancurkan. Selama aku mengalihkan perhatiannya di darat, Edy dan Melly punya waktu untuk melarikan kargo."
Puja, Edy, Melly, Yama, dan Nadira—semua orang terperangah mendengar keputusan Adharma.
"Darma, jangan bodoh!" teriak Gunslingers dari angkasa. "Kau tidak punya armor anti-peluru! Kaiser akan membunuhmu dalam satu pukulan! Regenerasimu tidak akan cukup cepat!"
"Aku tahu," jawab Adharma. Nada suaranya berubah pasrah. Ia kini menerima takdir yang telah disiapkan Puja sejak awal—pengorbanan. "Katakan pada Puja, misi berhasil. Katakan pada anak-anak itu, The Closer sudah selesai. Dan katakan pada Tika—" Adharma menarik napas, matanya terasa perih di balik topeng. "Katakan padanya, terima kasih karena telah menjadi alasan aku kembali menjadi manusia."
Yama terbatuk-batuk, mencoba berbicara. "Darma, jangan! Kita bisa—"
"Tidak ada kita, Yama," potong Adharma. "Ada mereka dan aku. Dan aku adalah harga yang harus dibayar. Aku adalah Adharma, dan aku sudah lama mati."
Adharma menoleh ke belakang, ke arah Tika yang terdiam kaku. Air mata Tika mengalir deras di pipinya yang dilapisi kristal.
"Tika," suara Adharma melembut, kali terakhir. "Jangan buang waktumu. Pergi."
Tika, dengan amarah dan rasa sakit yang luar biasa, mengeluarkan teriakan pilu. Ia tahu, dalam situasi ini, jika ia membangkang, mereka semua akan mati. Keputusan Adharma, meskipun heroik, adalah satu-satunya jalan keluar.
Tika menyeka air matanya, mengaktifkan kristal merah mudanya, dan melesat ke arah sepuluh pasukan GATRA yang tersisa, kali ini dengan niat membunuh yang sungguh-sungguh.
Di angkasa, Kaiser Jatindra yang mengejar kargo, merasakan heat signature di bawahnya. Kaiser menyadari bahwa ia telah meninggalkan target yang paling penting. Ia menghentikan Jet Pack-nya di udara, berputar 180 derajat.
"Sial!" teriak Gunslingers. "Dia tahu! Dia kembali ke darat!"
Kaiser melesat turun dengan kecepatan gila. Edy segera mengaktifkan Sniper-Arm kanannya.
"Melly, penuh daya Jet Pack-nya! Jangan lihat ke belakang! Aku akan menahan Kaiser!" teriak Edy.
Torque Queen hanya bisa mengangguk, air mata mengalir di pipinya. Ia memfokuskan semua energinya pada daya angkat kargo, membiarkan Heavy Drone dan Jet Pack-nya bekerja hingga batas maksimal.
Sementara itu, Adharma berdiri di tengah gurun yang gelap, cerulit kembarnya diacungkan, siap menerima takdirnya. Ia melihat Kaiser turun dari langit, menjadi sosok biomekanik yang tak terhentikan, mengincar dirinya.
Semua orang kini tahu Adharma telah mengorbankan dirinya.
Bersambung....