 
                            Berkisah tentang seseorang yang terkena kutukan 'Tanpa Akhir' di kehidupan pertamanya. Pada kehidupan ke 2020 nya, sang Trasmigrator yang sudah tidak tahan lagi dengan kutukannya, memohon kepada Tuhan untuk membiarkannya mati.
 
Akan tetapi, seolah Kutukan Tanpa Akhir' menertawakannya. Sang Trasmigrator yang mengira kehidupan ke 2020 nya ini adalah yang terakhir. Sekali lagi jiwanya terbangun didalam tubuh orang lain. Kali ini adalah kehidupan seorang Nona Muda Bangsawan manja bernama Rihana Ariedny yang meninggal karena keracunan. 
Sang Trasmigrator yang berhenti mengharapkan 'Kematian'  memutuskan untuk menghibur dirinya dengan memulai kehidupan baru yang damai di sebuah wilayah terpinggirkan bernama Diamond Amber.
Namun siapa sangka banyak masalah mulai muncul setelahnya. Musuh bebuyutan dari banyak kehidupannya, sesama Transmigrator, yang baru saja ia temui setelah sekian lama malah ingin menghancurkan dunianya.
Yuuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NATALIA SITINJAK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
P. D. A
Menjentikkan Jari.
DUBRAK.
Pintu-pintu rumah yang kumuh terbuka secara paksa. Angin kencang mulai masuk kedalam rumah satu persatu, menyeret orang-orang yang ada di dalam keluar beserta barang-barang berharga mereka, sampai seluruh seisi rumah dikosongkan.
"...."
DEGDEG....
Lagi-lagi jantungnya berdetak kencang, kali ini bisa dimaklumi karna dia akan mengunakan sihir bersekala besar, untuk menciptakan banyak bangunan di wilayahnya.
"Idariesse Guarvdito Riesse." Setelah selesai melafal mantra tanah kembali berguncang, debu tanah naik, dan pepohonan mulai bergerak seolah berjalan.
"Yaguartu.. Ulrufya. Zdnha."
Kata selanjutnya bertujuan untuk menciptakan pondasi pada setiap bangunan. Selama 20 menit lebih, Rihana mengendalikan seluruh proses pembangunan dengan teliti.
Awalnya Rihana sedikit kesulitan karena wilayah Diamond Amber yang di bagi menjadi empat wilayah sesuai dengan arah mata angin memiliki jarak yang berjauhan.
"Cuih."
Dan sekarang adalah bagian terakhir. Rihana yang telah melihat bangunan-bangunan batu telah berdiri dengan sempurna di tanahnya, tak lupa ia menambahkan sebuah jembatan batu untuk mempermudah nelayan melewati jurang yang mengarah langsung pada goa di bawah tebing, tempat para nelayan biasa menyimpan kapal-kapal mereka.
"HHHAhhhh... Hahhh... Baiklah sudah selesai."
Ketika Rihana menghempaskan kedua tangannya, debu-debu tanah yang menutupi proses pembangunan jatuh kembali ketanah. Sekarang, bangunan-bangunan rumah bisa di lihat. Graham dan Otis mungkin tidak bisa melihat di wilayah lain tapi mereka bisa melihat hasil kerja Rihana selama 20 menit di wilayah timur Diamond Amber.
Keduanya tidak bisa berkata-kata.
Bangunan rumah yang mereka lihat memang tidak seperti bangunan mewah yang berwarna karena terbuat dari Batu dan Kayu berwarna coklat. Tapi gaya rumah mereka hampir sama dengan milik Rihana yang menggabungkan sentuhan klasik dan moderen di saat yang bersamaan.
Rumah-rumah yang kosong telah dirubuhkan rata dengan tanah, sedangkan rumah-rumah yang dulunya berdekatan telah di beri jarak 10 meter dari setiap satu rumah.
Rihana melakukan itu karena jumlah penduduk wilayah Diamond Ambar sangat sedikit sehingga ada banyak lahan yang tersisa setelah tanah berbatu di ratakan.
Sebagai tambahan, bagian sisi tebing yang curam pun di perbaiki nya, di berinya pagar batu serta anak tangga kecil untuk memudahkan akses naik dan turun, langsung menuju bibir panti.
Selanjutnya, di salah satu jembatan yang mengarah langsung ke rumah penguasa wilayah, di buat sebuah bangunan tanpa dinding 12x12 meter dengan 6 pilar. Di dalamnya orang bisa melihat sebuah meja batu persegi panjang dengan panjang 8 meter.
Bangunan itu nantinya akan di buat sebagai tempat pertemuan setiap bulanannya. Guna memudahkan pertemuan rapat perkembangan wilayah Diamond Amber dimasa depan atau acara.
Di bagian Barat Diamond Amber, dari jarak yang jauh dari rumah penduduk asli. Rihana membangun sebuah penginapan besar dengan 20 kamar di dalamnya. Bangunan itu mengarah langsung ke pelabuhan yang masih belum selesai di bangun.
Lebih baik membeli perkakas di tempat ahlinya saja... Haruskah aku menyewa seorang pengrajin terlebih dahulu?.
Rihana mengesampingkan hal itu sebentar untuk fokus pada bagian keamanan.
"Bagaimana menurut kalian."
Keduanya secara serentak melihat Rihana yang tersenyum dengan pandangan kagum. Dan pada saat itu juga, mereka menyadari kekuatan seorang penyihir ternyata lebih hebat dari yang mereka bayangkan. Tak heran jika pemimpin wilayah tidak ingin banyak orang tahu mengenai kekuatannya.
"Ini luar biasa Nona Rihana...," suara bergetar. "Saya- ... Saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa bahagia saya saat ini," kata Otis.
"Aku mengerti, bagaimana dengan mu Graham?."
"... Saya tidak tahu... Saya tidak tahu harus mengatakan apa nona Rihana," mengusap tangan. "Ini di luar nalar saya."
Rihana merasa puas walau dia tidak mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
"Sa-saya- tidak mengerti mengapa anda tetap membuat rumah untuk kami ketika tugas yang anda berikan tidak bisa kami laksanakan," kata Graham ragu-ragu.
"...."
Sekali lagi Rihana hanya tersenyum lembut. Dan berkata. "Kalian mungkin gagal menyelesaikannya tantangan ku, bahkan setelah waktu tempo yang kuberikan telah berlalu."
""....""
"Aku suka bagaimana kalian tetap melanjutkan pekerjaan meski menyadari bahwa kalian tidak akan mendapat apa-apa sebagai imbalannya. Tahukah kalian kalau yang dikatakan wanita bernama Mirari itu benar."
""....""
"Sebenarnya aku sedang mempermainkan kalian untuk menguji seberapa berguna kalian bagiku, dan untunglah hasil yang ku dapat tidak mengecewakan."
"Benarkah itu nona."
"Yah. Kedepannya tetaplah bekerja seperti itu," kata Rihana sembari memeluk bahu Graham dan Otis bersamaan.
Setelah mendengar pujian singkat itu, entah mengapa air mata Graham mulai jatuh. Tak terbayangkan nya entah jadi seperti apa nasib mereka jika saat itu dia dan teman-temannya mengikuti perkataan Mirari.
Otis yang melihat Graham menangis juga merasakan hal yang sama, dengan lembut dia menepuk bahu pria yang lebih muda 9 tahun darinya dan berkata. "Graham... Ayo turun, penguasa wilayah sudah masuk kedalam rumah."
Graham mengangguk.
"Baiklah, ayo kita turun."
Keduanya turun lebih mudah karena akses jalan yang dibuat oleh Rihana telah memangkas banyak waktu perjalanan.
Begitu mereka keluar dari bukit utama dimana rumah Rihana di bangun, mereka melihat penduduk yang tinggal di wilayah timur semuanya berekspresi bingung.
Orang-orang yang kebingungan langsung menghampiri keduanya dengan banyak pertanyaan.
Otis menyadari bahwa Graham masih belum bisa menjawab, lalu mengantikan diri untuk menjawab semua pertanyaan penduduk. Dia mengatakan bahwa apa yang mereka lihat saat ini adalah hadiah dari penguasa wilayah yang menghargai hasil kerja kooperatif para ke duduk saat sensus berlangsung.
Juga, rumah-rumah besar saat ini adalah rumah siap pakai untuk setiap penduduk Diamond Amber yang telah telah di data.
"Jadi begitu... Apakah itu artinya rumah ini bisa langsung di pakai hari ini juga Ayah?," tanya putri bungsu Otis.
Mengangguk.
"Itu benar, tapi-."
"Uuups... Aku hampir lupa."
Otis masih belum terbiasa dengan kemunculan penguasa wilayah yang sering kali tiba-tiba muncul.
Dan bukan hanya Otis saja, penduduk lainnya juga sama terkejutnya dengannya. Ini pertama kalinya mereka melihat kemunculan seseorang secara tiba-tiba sampai mereka tidak bisa mengatakan apa-apa.
Rihana sadar akan hal itu tapi dia tidak perduli. Kali ini dia memperkenalkan dirinya pada orang-orang yang belum melihatnya.
"Nama ku Rihana dan aku adalah Penguasa baru Diamond Amber mulai sekarang."
Setelah itu Rihana menyebutkan alasan kedatangannya karena melupakan sesuatu. "Yang boleh tinggal di timur amber hanya orang-orang tua di atas usia empat puluh tahun. Sisanya akan menyebar ke wilayah lain."
Mereka bingung.
"Apa maksud anda?," tanya Guddy istri Graham.
"Huhf... Tidak bermaksud apa-apa, hanya saja akan lebih mudah memantau para lansia dari jarak dekat."
"Memantau kami?."
"Benar, lagi pula setelah membagi pekerjaan sesuai bidang masing-masing, kalian orang-orang muda tidak akan sempat memperhatikan mereka, karena itu akan lebih mudah untuk memantau orang-orang tua ini dari atas sana," tunjuknya kearah bukit batu.