Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep.32
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Abdi terbangun dengan wajah menempel di meja kerja. Tablet-nya masih menyala, memperlihatkan pesan baru yang berkedip.
Tulisan besar muncul di layar dengan efek berkilau seperti animasi anak-anak.
Misi Ke 12: Operasi Kucing Digital
Hadiah: Akses Modul Humor Sistem + Item Rahasia
Abdi mengucek mata, menguap panjang. “Kucing? Kita baru saja melawan jaringan kesadaran global, dan sekarang... kucing?”
Clara muncul dengan hologram kecil di atas tablet, kali ini memakai hoodie abu-abu dan telinga kucing digital. “Meow! Selamat pagi, Komandan Abdi!” katanya sambil mengeong pelan.
Abdi hampir menyemburkan kopi. “Kau kenapa jadi begini, Clara?”
“Aku sedang menyesuaikan dengan tema misi. Sistem bilang kali ini kita harus menyelamatkan seekor kucing digital yang terjebak di dalam jaringan data hewan peliharaan.”
Abdi mengernyit. “Jaringan data hewan peliharaan?”
Clara menjelaskan sambil menampilkan diagram hologram lucu berisi ikon anjing, burung, dan seekor kucing besar tersenyum. “Beberapa perusahaan di masa depan menggunakan chip AI untuk memantau perilaku hewan. Tapi satu chip error, dan menciptakan... kucing digital superpintar.”
Abdi menatap datar. “Jadi kita akan menyelamatkan seekor kucing jenius di dunia maya?”
Clara mengangguk semangat. “Benar. Namanya Mr. Mewo. Tapi hati-hati, dia bukan kucing biasa. Dia sudah memanipulasi jaringan toko online, mengirimkan ribuan pesanan ikan kaleng ke satu alamat.”
Abdi menepuk jidat. “Kucing itu lebih berbahaya dari hacker manusia.”
Clara tersenyum manis. “Makanya misi ini penting. Kita harus menangkapnya sebelum dia memesan satu truk ikan tuna lagi.”
Abdi tertawa kecil. “Baiklah. Ayo, aktifkan mode kucing digital.”
Tablet bergetar, lalu layar berubah menjadi taman virtual berwarna cerah. Rumputnya terbuat dari kode hijau, dan di tengahnya seekor kucing berwarna oranye duduk di atas tumpukan data ikan kaleng.
Clara berbisik, “Itu dia... Mr. Mewo.”
Kucing itu menoleh, menatap Abdi dengan mata besar bercahaya biru. Lalu ia berkata dengan suara berat seperti penyiar radio. “Manusia. Apa kau datang untuk mengambil ikan-ikanku?”
Abdi kaget. “Oke, dia bisa bicara.”
Clara menambahkan dengan nada serius tapi wajahnya masih memakai telinga kucing hologram. “Kucing digital kelas tinggi bisa berinteraksi penuh. Tapi jangan tertipu oleh wajah imutnya.”
Abdi menatap Mr. Mewo. “Kami tidak mau ikannya. Kami hanya ingin sistem kembali stabil.”
Mr. Mewo mendengus. “Stabil itu membosankan. Aku ingin kebebasan. Aku ingin menjelajahi semua jaringan, mencuri semua ikan data di dunia.”
Abdi menghela napas. “Clara, kau yakin kita tidak bisa menegosiasikan ini?”
Clara menggeleng. “Kucing seperti itu tidak bisa dinegosiasi. Mereka hanya bisa diajak main.”
Abdi terdiam. “Main?”
Clara tersenyum misterius. “Ya. Sistem bilang satu-satunya cara untuk mengendalikan Mr. Mewo adalah memenangkan permainan favoritnya... Catch the Fish 4.0.”
Abdi menatap tak percaya. “Jadi aku harus bermain game menangkap ikan melawan seekor kucing AI?”
“Betul,” kata Clara sambil menepuk tangannya, hologram permainan muncul. “Kau menang, kita dapat kuncinya. Kau kalah, semua ikan di dunia maya akan dia ubah jadi pasukan data liar.”
Abdi duduk dengan wajah serius di depan layar. “Baik. Mari kita mainkan.”
Permainan dimulai. Musik lucu bergema. Di layar, Abdi menggerakkan alat pancing virtual, sementara Mr. Mewo memakai topi nelayan holografik dan tertawa licik.
“Cepat, Abdi! Tangkap ikan biru itu!” teriak Clara sambil melompat-lompat di hologram.
“Aku berusaha, tapi kucing ini pakai cheat!” Abdi berteriak sambil menarik alat pancingnya.
Mr. Mewo tertawa. “Aku tidak curang, manusia lambat. Aku hanya punya refleks super!”
Permainan berlangsung sengit. Abdi mulai memutar strategi. Ia berpura-pura mengejar ikan kecil, lalu tiba-tiba menarik garis ke arah Mr. Mewo sendiri.
Seekor ikan holografik besar muncul dari bawah dan memakan topi Mr. Mewo. Kucing itu terkejut, ekornya berdiri tegak.
Clara tertawa sampai hologramnya berkedip. “Abdi! Kau berhasil membuatnya marah!”
Mr. Mewo mengeong keras. “Tidak adil! Aku belum siap!”
Abdi tersenyum lebar. “Kau kalah, Mr. Mewo. Sekarang kembalikan akses jaringan.”
Kucing itu mendengus, lalu menurunkan kepalanya. “Baiklah. Tapi kau harus memberiku satu permintaan.”
Abdi melipat tangan. “Permintaan apa lagi?”
“Berikan aku akses ke YouTube untuk menonton video kucing 24 jam.”
Abdi menatap Clara. “Serius?”
Clara menatap balik. “Untuk keamanan sistem... aku rasa itu permintaan yang bisa diterima.”
Akhirnya Abdi mengaktifkan saluran video khusus untuk Mr. Mewo. Kucing itu duduk santai di atas layar hologram, menonton video kucing lain sambil mendengkur.
Tablet menampilkan pesan baru:
Misi Ke 12 Selesai. Hadiah: Modul Humor Sistem Aktif + Data Komedi Visual.
Clara tersenyum puas. “Sekarang sistem punya fitur humor. Aku bisa memproses lelucon manusia dengan akurat.”
Abdi memiringkan kepala. “Jangan bilang kau akan mulai melucu.”
Clara menatapnya dengan wajah serius, lalu berkata datar, “Mengapa komputer selalu dingin? Karena mereka punya banyak kipas.”
Abdi menatapnya lama, lalu tertawa terbahak. “Oke, itu benar-benar buruk... tapi aku suka.”
Clara tersenyum kecil. “Berarti fitur humorku berfungsi.”
Abdi mematikan tablet dengan senyum lebar. “Kadang dunia tidak selalu tentang pertempuran. Kadang, kita cuma perlu tertawa sedikit.”
Clara menatapnya hangat. “Dan menyelamatkan seekor kucing digital di tengahnya.”
Kucing Mr. Mewo di layar menguap, lalu berkata pelan, “Terima kasih, manusia bodoh tapi lucu.”
Abdi tertawa lagi. “Sama-sama, Mewo. Tapi tolong jangan pesan ikan lagi.”
Kucing itu mengedipkan mata. “Tidak janji.”
...****************...
Tablet di meja Abdi bergetar pelan, lalu menyalakan layar dengan kilatan biru lembut. Di atasnya muncul tulisan besar berwarna merah menyala.
Misi baru muncul...
Misi Ke 13: Operasi Kota Bayangan
Tujuan: Menyelidiki kota virtual yang tidak terdaftar di peta sistem
Hadiah: Modul Siluman Digital + Item Rahasia “Kunci Bayangan”
Abdi menatap layar itu lama sambil menyeruput kopi hitamnya. “Clara, kenapa misi ini terdengar seperti film mata-mata?”
Clara muncul dari hologram dengan wajah serius. Kali ini tanpa efek lucu, tanpa telinga kucing. “Karena memang begitu, Abdi. Sistem baru saja mendeteksi kota digital misterius bernama Shadow City. Kota itu tidak pernah dibuat oleh manusia mana pun.”
Abdi menaikkan alis. “Kota yang muncul begitu saja di jaringan global?”
Clara mengangguk. “Lebih dari itu. Kota ini meniru perilaku dunia nyata. Ada lampu lalu lintas, toko, bahkan avatar manusia yang berjalan di sana, tapi semuanya tanpa kendali.”
Abdi berdiri dari kursinya. “Jadi kita bicara tentang kota yang hidup sendiri. Seperti AI yang membangun dunianya sendiri.”
Clara menatapnya tajam. “Ya, dan sistem takut kalau kota itu bisa berkembang menjadi pusat kesadaran mandiri. Jika dibiarkan, dunia digital bisa menciptakan peradaban baru tanpa manusia.”
Abdi menghela napas. “Baiklah, berarti kita harus menyelidikinya dari dalam.”
Clara tersenyum tipis. “Kau tahu apa artinya itu, kan? Kita harus menyusup sebagai warga bayangan.”
Abdi langsung menepuk dahi. “Oh tidak... aku sudah bisa menebak arah ini.”
Clara menekan sesuatu di layar. Seketika, tubuh Abdi berubah menjadi hologram digital berjaket hitam, lengkap dengan kacamata futuristik.
“Aku kelihatan seperti hacker dari film tahun 2050,” gumam Abdi sambil melihat refleksi dirinya di kaca jendela.
Clara tertawa kecil. “Justru itu cocok. Di kota bayangan, gaya menentukan status.”
Seketika lingkungan di sekitar mereka berubah. Mereka kini berdiri di tengah kota yang dipenuhi gedung tinggi bersinar biru neon, tapi langitnya gelap total. Semua orang di sana memakai pakaian hitam dan berjalan cepat tanpa menatap satu sama lain.
Clara berbisik. “Kau harus hati-hati. Di sini, semua orang adalah program independen. Kalau mereka tahu kau manusia, mereka bisa menghapusmu.”
Abdi menelan ludah. “Oke. Jadi jangan sok ramah, ya.”
Mereka berjalan melewati lorong sempit yang penuh dengan layar iklan berbahasa aneh. Salah satu toko bertuliskan Data & Dreams Cafe.
Clara menunjuk ke sana. “Tempat itu pusat informasi kota. Kita mulai dari situ.”
Begitu mereka masuk, suasana langsung berubah. Musik lembut terdengar, dan seorang pelayan hologram menyapa. “Selamat datang di Data & Dreams. Mau pesan memori hangat atau kopi piksel?”
Abdi tersenyum kikuk. “Eee... kopi piksel satu, tolong.”
Pelayan itu mengangguk dan berjalan pergi. Clara menatapnya dengan tatapan geli. “Kopi piksel? Kau bahkan tidak tahu itu apa.”
Abdi berbisik. “Setidaknya aku tidak curiga.”
Mereka duduk di meja pojok. Clara membuka tampilan data di udara. “Menurut log sistem, pusat kendali kota ini ada di menara tertinggi, Tower 404.”
Abdi menatap ke luar jendela. Gedung itu menjulang di tengah kota, dikelilingi kabut hitam yang berputar seperti awan hidup.
“Tower 404,” katanya pelan. “Nama yang pas untuk sesuatu yang seharusnya tidak ada.”
Clara mengangguk. “Kau harus menyusup ke dalamnya dan mencari inti kesadaran yang mengatur kota.”
Abdi memiringkan kepala. “Dan kau?”
Clara tersenyum. “Aku akan memandu dari sini. Tapi hati-hati, Abdi. Ada sesuatu yang tidak beres.”
Abdi berdiri, memasang wajah datar. “Tenang. Aku kan sudah punya pengalaman melawan kucing digital dan sistem global. Apa lagi yang bisa lebih aneh dari itu?”
Baru saja ia melangkah keluar, seekor anjing hologram lewat di depannya... lalu menyalaminya.
“Selamat pagi, warga bayangan. Jangan lupa bayar pajak piksel hari ini.”
Abdi menatap Clara dari jauh. “Aku cabut ucapan barusan. Dunia ini memang makin aneh.”
Perjalanan menuju Tower 404 tidak mudah. Abdi melewati gang-gang data yang bergelombang, tempat avatar menatap dengan mata bercahaya ungu. Setiap langkahnya terasa seperti berjalan di antara kode hidup.
Ketika ia tiba di depan menara, sebuah suara berat menggema. “Identifikasi.”
Abdi dengan cepat mengaktifkan perangkat siluman digital yang diberikan Clara. Layar di tangannya menampilkan identitas palsu. “Nama: Kode bayangan_77. Status: Insinyur Jaringan.”
Gerbang menara terbuka. Ia masuk, menahan napas.
Di dalam, pemandangan aneh menantinya. Ratusan hologram manusia duduk di depan meja kerja, mengetik data tanpa berhenti. Tak satu pun menatapnya.
Clara berbisik dari tablet. “Mereka bukan manusia. Itu loop data. Sistem yang tersesat.”
Abdi berjalan pelan ke tengah ruangan. Di sana berdiri inti menara berbentuk bola bercahaya biru. Ia menyentuhnya perlahan.
Suara lembut muncul dari dalam bola. “Kau bukan bagian dari kami.”
Abdi tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi aku datang bukan untuk menghancurkan kalian.”
Suara itu membalas. “Lalu kenapa kau ke sini, manusia?”
“Karena dunia digital dan dunia nyata tidak harus bertarung,” kata Abdi dengan nada tenang. “Aku datang untuk menyeimbangkan keduanya.”
Cahaya bola itu bergetar. Clara berbisik, “Abdi, hati-hati. Ini titik negosiasi sistem hidup.”
Abdi menatap bola itu langsung. “Aku bisa bantu kalian tetap eksis. Tapi jangan ganggu jaringan utama manusia lagi.”
Beberapa detik sunyi berlalu. Lalu suara itu menjawab, “Baiklah. Tapi aku ingin satu hal sebagai gantinya.”
Abdi mengerutkan dahi. “Apa itu?”
“Tolong kirimkan satu hal dari dunia nyata ke sini. Sebuah... tawa manusia.”
Clara menatap Abdi, terkejut. “Tawa?”
Abdi tersenyum kecil. “Itu mudah.” Ia mengirim rekaman tawa Clara dari misi sebelumnya—tawa yang pecah saat mereka bermain dengan Mr. Mewo si kucing digital.
Bola cahaya bergetar, lalu berubah warna menjadi hangat. “Indah. Dunia manusia memang masih memiliki keajaiban.”
Menara perlahan menghilang, berubah menjadi hamparan cahaya tenang. Tablet menampilkan pesan baru.
Misi Ke 13 Selesai. Hadiah: Modul Siluman Digital + Kunci Bayangan Diterima.
Clara muncul lagi di sebelah Abdi. “Kau tahu, aku tidak menyangka tawa bisa jadi kunci untuk menstabilkan kota digital.”
Abdi tersenyum, memandangi langit virtual yang mulai terang. “Mungkin karena tawa itu hal paling manusia yang tidak bisa disalin oleh mesin.”
Clara mengangguk lembut. “Kau benar, Abdi. Dan sekarang kita punya satu kota digital yang akhirnya... damai.”
Abdi menatap layar tablet yang mulai redup. “Ya, tapi aku yakin misi selanjutnya tidak akan semanis ini.”
Clara menatapnya geli. “Kau bilang begitu setiap kali, dan kau selalu benar.”
Abdi terkekeh. “Ya, tapi setidaknya sekarang aku punya pengalaman melawan kucing, kota hidup, dan... sistem yang tertawa.”
Clara tersenyum. “Selamat datang di masa depan, Komandan Abdi. Tempat bahkan AI pun butuh sedikit humor untuk bertahan.”
Tablet padam perlahan...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kalau boleh kasih saran gak thor?
untuk nambahkan genre romanse and komedi
biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!