Di sebuah kampung yang sejuk dan dingin terdapat pemandangan yang indah, ada danau dan kebun teh yang menyejukkan mata jika kita memandangnya. Menikmati pemandangan ini akan membuat diri tenang dan bisa menghilangkan stres, ada angin sepoi dan suasana yang dingin. Disini bukan saja bercerita tentang pemandangan sebuah kampung, tapi menceritakan tentang kisah seorang gadis yang ingin mencapai cita-citanya.
Hai namaku Senja, aku anak bungsu, aku punya satu saudara laki-laki. Orangtuaku hanya petani kecil dan kerja serabutan. Rumahku hanya kayu sederhana. Aku pengen jadi orang sukses agar bisa bantu keluargaku, terutama orangtuaku. Tapi kendalaku adalah keuangan keluarga yang tak mencukupi.
Apakah aku bisa mewujudkan mimpiku?
yok baca ceritanya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia weni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Subuh ini sungguh spesial bagi Novi. Belum pernah dia merasakan sholat jamaah bersama keluarganya seperti ini. Biasanya Ayah sholat di masjid, kadang di rumah sholat sendiri. Novi teringat malam tadi, dia sangat bahagia karena hampir semua keinginannya terwujud, seperti kehangatan keluarga yang sudah membaik. Ditambah malam tadi, dia meminta Ayahnya untuk menjadi imam sholat subuh pagi ini, dan Ayahnya setuju.
"Ayah, besok kita sholat jamaah subuh dulu sebelum pergi, ya? Ayah yang jadi imam."
"Baik, Nak. Besok kita sholat subuh jamaah, Ayah yang jadi imam," jawab Ayah sambil tersenyum dan mengacungkan jempol sebagai tanda setuju.
****************
Keluarga Novi melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan khusyuk. Setelah sholat, Ayahnya berdoa, "Ya Allah, ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami di waktu kecil. Ya Allah, mudahkanlah urusan keluarga hamba, lancarkanlah perjalanan kami menuju RS, dan angkatlah penyakit anak hamba."
"Aamiin..." Novi mencoba mengucapkan kata itu, tapi tiba-tiba tubuhnya melemas dan dia rebah ke lantai. "Nak! Novi!" seru Ayah dan Ibu dengan panik, menghampiri Novi yang tergeletak tidak sadarkan diri. "Tolong! Ambil air cepat!" teriak Ayah, sementara Ibu memeluk Novi erat, berusaha menenangkannya. "Ya Allah, selamatkan Novi..." Ibu berdoa dalam hati, sementara Ayah sibuk mencari minyak kayu putih untuk membantu Novi.
Ibu Novi terus menangis, tak lama kemudian Novi sadar dan meminta maaf pada kedua orangtuanya. "Alhamdulillah, kamu sudah bangun, Nak," ucap Ibu yang tersedu-sedu.
"Ibu, Ayah, maafkan Novi jika selama ini Novi salah ya. Terima kasih untuk kebahagiaan yang telah Novi dapatkan. Novi bahagia sekali. Untuk kamu, adekku, jaga Ibu dan Ayah ya, sayangi mereka. Mereka orang hebat," kata Novi dengan suara lemah.
Ibu, Ayah, dan adik Novi tidak bisa menahan tangis. Novi berada di pangkuan ibunya. "Jangan berbicara seperti itu, Nak. Ayah Ibu sayang Novi, kamu anak baik, tidak ada salah," ucap Ayah yang tak tahan dengan air matanya.
"Iya, Nak, kamu anak hebat. Maafkan Ibu yang selama ini keras sama kamu. Kamu harus kuat ya, kita pergi berobat," ucap Ibu Novi, sambil terus memeluk Novi erat dan menyeka air matanya.
"Ayah akan mengantarkan kita ke rumah sakit, kita akan membuatmu sembuh," tambah Ayah dengan penuh harapan dan kasih sayang.
Baiklah, mari kita lanjutkan cerita dengan adegan yang menyentuh hati.
Novi tersenyum lemah, lalu menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan ibunya. Keluarga Novi berteriak kencang, menangis, dan memeluknya erat. Ibu Novi memeluk tubuh Novi, menangis tersedu-sedu, sementara Ayah Novi mencoba menahan air matanya yang mulai mengalir.
"Jangan pergi, Nak... Jangan tinggalkan kami," Ibu Novi berteriak, suaranya penuh kesedihan. Ayah Novi memeluk mereka berdua, mencoba memberikan kekuatan meskipun dirinya sendiri merasa hancur.
Adik Novi menangis di pojokan, tidak mengerti apa yang terjadi. "Kakak... Kakak..." dia terus mengulang, suaranya tercekat.
Keluarga Novi berada dalam kesedihan yang mendalam, tetapi mereka tahu bahwa Novi telah pergi dengan tenang, dikelilingi oleh cinta dan kasih sayang mereka.
Teriakan ibu Novi membuat tetangga berhamburan datang, termasuk Senja dan keluarganya. Mereka terkejut melihat keluarga Novi dalam keadaan panik dan sedih. "Apa yang terjadi?" tanya Senja, khawatir. Ibu Novi hanya menangis, tidak bisa berbicara. Ayah Novi menjelaskan bahwa Novi telah meninggal.
Senja tidak bisa menahan emosinya, dia menangis dan memeluk tubuh Novi yang sudah tidak bernyawa. "Novi, tidak mungkin kamu pergi meninggalkanku. Kita punya janji untuk mewujudkan mimpi bersama," ucap Senja dengan suara yang bergetar.
Lalu ibunya menghampiri anaknya dan memeluk Senja, mencoba memberikan kekuatan. "Senja, kita semua sedih. Novi juga tidak ingin pergi, tapi takdir berkata lain," katanya dengan suara yang lembut.
Senja terus menangis, dia merasa kehilangan sahabat yang sangat berarti baginya. Dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Novi.
Senja menangis di pelukan ibunya, merasa kehilangan sahabat yang sangat berarti baginya. Ayah Senja membelai rambut Senja, mencoba menenangkannya. "Kita semua ada di sini untukmu, Senja. Jangan ragu untuk menangis," ucapnya dengan suara yang lembut.
Ibu Novi masih memeluk tubuh Novi erat, sementara Ayah Novi mencoba menenangkan adik Novi yang masih menangis. Suasana di rumah Novi tetap dipenuhi dengan tangisan dan kesedihan, tapi ada juga kekuatan dari keluarga dan teman-teman yang mendukung satu sama lain.
Tubuh Novi kemudian diangkat dengan hati-hati dan dipindahkan ke ruangtamu, ditempatkan di atas kasur yang telah disiapkan. Keluarga dan tetangga membantu membersihkan dan mempersiapkan rumah untuk prosesi melayat.
Senja masih dipeluk ibunya, tapi dia juga memperhatikan prosesi pemindahan tubuh Novi. Dia tidak bisa menahan air matanya lagi ketika melihat wajah Novi yang tenang.
Novi masih memakai mukenah yang dia pakai setelah sholat subuh, dan wajahnya seperti orang bahagia tersenyum.
Keluarga dan teman-teman Novi sangat terpukul dengan kepergiannya. Ibu Novi menangis tersedu-sedu, sementara Ayah Novi mencoba menenangkan dirinya sambil membacakan doa-doa untuk Novi. Adik Novi sudah mengerti apa yang terjadi, dia bisa merasakan kesedihan yang mendalam dari keluarganya.
Senja, sebagai sahabat dekat Novi, merasa seperti kehilangan bagian dari dirinya. Dia menangis dan berbicara kepada Novi, seperti Novi masih bisa mendengarnya. "Novi, kamu pasti bahagia di sana, kan? Aku akan selalu mengingatmu dan melanjutkan mimpi kita bersama," ucap Senja dengan suara yang bergetar.
Tidak lama kemudian, Bu Tet datang. Bu Tet berpikir orang ramai di rumah Novi karena ingin melihat Novi yang pergi ke RS kota. Namun, dia mendapat kabar saat masuk ke rumah Novi bahwa Novi telah tiada.
Bu Tet terkejut dan langsung menuju ke ruang tamu di mana tubuh Novi terbaring. "Ya Allah, Novi...," ucap Bu Tet dengan suara yang tercekat. Dia tidak bisa menahan air matanya, merasa sedih karena tidak bisa melihat Novi lagi.
Bu Tet langsung memeluk Ibu Novi, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un... Semoga Novi ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi Allah," kata Bu Tet dengan suara yang lembut.
Ibu Novi juga memeluk Bu Tet, dan menumpahkan semua tangisnya di pelukan Bu Tet. "Bu Tet... aku tidak bisa menerima ini... Novi, anakku..." ucap Ibu Novi dengan suara yang tersedu-sedu.
Bu Tet membalas pelukan Ibu Novi, membiarkannya menangis dan mengeluarkan semua kesedihannya. "Sabar, Bu... sabar... kita semua ada di sini untukmu," kata Bu Tet dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang.
Sementara Senja, belum bisa menerima kepergian Novi, masih berada dalam pelukan ibunya, dia masih mengingat kenangan bersama sahabatnya. Air matanya mengalir deras, membasahi bahu ibunya. "Ibu... aku masih ingin Novi ada di sini... aku masih ingin bermain dengannya, mengobrol dengannya..." ucap Senja dengan suara yang bergetar.
Ibunya membelai rambut Senja, mencoba menenangkannya. "Ibu tahu, Nak... kita semua merindukan Novi. Tapi kita harus kuat, untuk Novi dan untuk diri kita sendiri," kata ibunya dengan lembut.