"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19 Pindah
"Jangan pergi le!" cegah pak Rohman.
"Gpp pak, mungkin memang sudah
waktunya Alvin keluar dari rumah ini"
jawab Alvin. Membuat pak Rohman
tanpa sadar meneteskan air matanya.
"Kamu mau tinggal dimana nanti?"
tanya pak Rohman.
"Ada lah pak, nanti Alvin kasih tahu
bapak" jawab Alvin.
"Tinggal disini aja nak" ucap pak
Rohman yang tak tega melihat anaknya
diusir sang istri.
"Udahlah pak, bagus kan kalau dia
pergi. Kebutuhan rumah akan berkurang,
belum lagi sampah dan rosokan itu, tidak akan membuat rumah kita semakin
terlihat kumuh tahu gak" ujar Bu Elanor
kesal mnelihat sang suami seolah memohon
pada Alvin.
"Berhenti bicara Elanor!" teriak pak
Rohman.
Tanpa banyak bicara lagi, Alvin pun
segera mengemasi seragam dan pakaian
miliknya, tak lupa perlengkapan sekolah
juga ia masukkan ke dalam kresek, sebab
ia tak memiliki tas lain selain yang biasa ia
gunakan untuk sekolah.
Sementara pak Rohman yang melihat
hal itu tampak sedih, beliau memilih
masuk ke dalam kamar.
"Jangan bawa apapun yang bukan
milik kamu di rumah ini!" peringatan Bu
Elanor pada Alvin yang tengah berkemas.
"Saya kan memang tak memiliki banyak hal di rumah ini buk" jawab
Alvin seraya menutup ranselnya.
"Baguslah kalau kamu sadar" ucap Bu
Elanor.
"Asal kamu tahu ya, kamu itu bukan
anak Bapak mu dan ibu mu yang sudah meninggal itu, kamu cuma anak pungut, yang
Mereka temukan di pinggir jalan, bahkan
orang tuamu sendiri membuang kamu di
pinggir jalan. Kamilah yang merawatmu di
tengah keterbatasan ekonomi kami
sendiri, ingat itu!" ujar Bu Elanor.
Suara Bu Elanor yang cukup keras
membuat pak Rohman keluar kamar.
Sedangkan Alvin memilih diam, tak
tahu harus berkomentar apa.
"Diam El! Awas kamu, jangan bicara
yang aneh-aneh!" Hardik pak Rohman
dengan wajah penuh emosi.
Bu Elanor yang melihat wajah pak
Rohman tampak marah, memilih
menghindar dan berlalu.
"Kamu gak nanya mengenai ucapan
ibuk tadi le" ucap pak Rohman berhati-
hati.
"Alvin sudah tahu dari sebelumnya
pak" jawab Alvin singkat.
Pak Rohman justru terkejut
mendengar pengakuan Alvin, beliau tak
menyangka jika sebenarnya selama ini
Alvin sudah mengetahui fakta yang ada.
"Alvin pamit ya pak, terimakasih
selama ini sudah menampung dan
membiayai Alvin, Alvin minta maaf
jika selama ini Alvin selalu nyusahin
bapak sama ibuk pamit Alvin membuat
pak Rohman kembali meneteskan air
mata.
"Kamu gak pernah nyusahin bapak Le"
ucap pak Rohman seraya memeluk
Alvin dengan erat.
***
Kilas ingatan mengenai saat awal pak
Rohman dan Istrinya yang pertama menemukan Alvin pun muncul.
Saat itu, di malam hari, pak Rohman
yang saat itu adalah tukang becak, melihat
Alvin kecil tengah menangis di pinggir
jalan.
Bocah yang saat itu diperkirakan
usianya belum genap 2 tahun, menarik
perhatian pak Rohman.
Dengan hati hati pak Rohman
mendekati bocah tersebut, ditanyainya
dengan hati hati sambil di tenangkan.
Namun bocah yang belum bisa bicara itu
hanya terdiam dengan tatapan melas, usai
lelah menangis.
Pak Rohman sendiri yang bingung
mengembalikan Alvin kemana,
memilih untuk menemani bocah tersebut,
berharap ada orang tua maupun saudara
yang mencarinya kesana.
Hingga 2 jam menunggu, tak ada satu
orang pun yang mencari, melihat Alvin
kecil yang sudah tampak mengantuk, pak
Rohman pun mengajaknya pulang.
Sesampainya di rumah, pak Rohman
pun menjelaskan pada istrinya, istrinya
dan pak Rohman yang sudah menikah
selama 5 tahun, dan belum memiliki
momongan tentu saja menganggap
kehadiran Alvin adalah anugrah.
Raut bahagia di wajah Istri pertamanya, tak
bisa pak Rohman hilangkan, pak Rohman
juga bahagia melihat sang istri begitu
senang dengan kehadiran Alvin.
Keduanya pun bahagia, mereka
memutuskan untuk merawat Alvin. Tak
ingin ditanyai oleh tetangga nmengenai
asal usul Alvin, pak Rohman dan Istrinya pun memilih pindah di pagi harinya.
Lagi pula saat itu, mereka tinggal di
sebuah kos kecil, sehingga mereka bisa
pindah tanpa terlalu keberatan.
"Kasih tahu bapak kamu mau tinggal
dimana" ucap pak Rohman yang masih
engga melepas kepergian Alvin.
"Nanti Alvin kasih tahu ya pak,
Alvin masih ada perlu lain soalnya"
jawab Alvin santai.
Pak Rohman pun mengeluarkan
sebuah dompet kecil, yang didalamnya
terdapat sebuah kalung, dengan bandul
lingkaran yang bisa di buka.
"Dulu, saat bapak menemukan kamu, kamu memakai kalung ini le, semoga
suatu saat kalung ini bisa jadi jalan untuk
ketemu orang tua kamu nak" ujar pak
Rohman seraya memberikan kalung
tersebut.
Alvin menatap beberapa detik pada
kalung tersebut, sebelum benar-benar
menerimanya.
"Kalau Alvin memang dibuang,
sepertinya tak ada alasan untuk Alvin
mencari orang tua kandung Alvin pak"
tutur Alvin seraya menerima kalung
tersebut.
"Kita gak tahu kamu dibuang atau
diculik, sebab sejujurnya bapak dan ibuk
langsung pindah tempat tinggal setelah
menemukan kamu, dulu bapak ketemu
kamu di Surabaya. Lalu pindah kesini"
papar pak Rohman membuat Alvin
sedikit terkejut.
"Seminggu setelah pindah, bapak
kembali ke Surabaya karena ada perlu
dengan kenalan disana, bapak dengar ada
orang yang mencari anak kecil, bapak
yakin kalau yang mereka cari itu adalah
kamu. Tapi karena bapak dan ibuk sudah
terlanjur sayang sama kamu, bapak
memilih diam dan sejak itu bapak sudah
gak pernah ke Surabaya lagi" jelas pak
Rohman dengan mata berkaca-kaca. Ada
gurat penyesalan yang tersirat, seolah
dirinyalah yang paling bersalah.
"Baiklah kalau begitu, Alvin akan
pakai kalung ini mulai saat ini, sekali lagi
terimakasih karena sudah ikhlas merawat
Alvin pak' ucap Alvin seraya berdiri,
dengan memakai tas ransel di punggung
sambil menenteng sebuah kresek berisi
perlengkapan sekolah, Alvin menyalami
pak Rohman dengan takzim.
"Salam buat adik adik ya pak" ucap
Alvin sebelum benar-benar
melangkahkan kakinya.
"Iya, kamu hati hati, jaga diri kamu
dengan baik, makan yang teratur le.
Segera kabari bapak, dimana kamu
tinggal" ujar pak Rohman menepuk
pundak Alvin.
Alvin pun mengangguk, seraya
berjalan keluar rumah. Ia memasukkan
sepeda pancalnya kedalam gerobak
sampah, tak lupa hasil mulungnya hari ini
juga ia masukkan ke dalam gerobak
tersebut agar mudah membawanya.
Dengan membawa ransel dipunggung,
Alvin pun menarik gerobak sampahnya
ke tempat yang tadi sudah dikunjunginya
bersama dengan Mingyu.
Sebuah rumah kecil yang terlihat sedikit menyeramkan menjadi tujuan
Alvin.
Dengan sedikit rasa lelah, Alvin
membuka pintu rumah tersebut, debu
menyapanya, meski tadi sudah sempat ia
bersihkan.
Nyatanya tak bisa membohongi jika
rumah tersebut memang sudah lama tak
dihuni, Alvin pun segera membawa
barangnya masuk, dan hanya
meninggalkan gerobak sampahnya diluar
rumah.
la berdiam diri diruang depan, entah
harus apa lagi setelah ini, fakta yang baru
ia dengar, kalung yang ia pakai, rumah
yang tanpa lampu, semua terasa
menyesakkan, pindah memang
keinginannya, tapi ia tak berfikir akan
secepat ini.
"Haruskah aku mencari orangtua
kandungku?"
"Tapi bagaimana jika aku memang
anak yang tak diinginkan?"
"Adakah yang akan berbeda jika aku
bertemu mereka?"
Pertanyaan pertanyaan mengenai
dirinya mulai muncul di kepala Alvin.