Aliza Azzahra harus menikah dengan laki-laki yang menjebaknya. Aliza di grebek warga bersama Dhafian, seorang pria yang sengaja mengatur rencana agar bisa menikahi dirinya untuk tujuan pembalasan dendam.
Dhafian hanya ingin membalaskan dendam atas kematian ayahnya yang berkaitan dengan Paman Aliza. Orang yang selama ini tinggal bersama Aliza saat kedua orangnya meninggal dalam kecelakaan.
Meski Aliza mengetahui pernikahan itu untuk dendam. Tetapi tidak satupun rahasia suaminya yang tidak dia ketahui. Dhafian kerap kali berterus terang kepadanya.
Bagaimana Aliza menjalani pernikahannya dengan pria yang dipenuhi dengan dendam.
Apakah kemuliaan hatinya mampu menaklukkan seorang Dhafian?
Lalu bagaimana perjalanan pernikahan mereka berdua yang penuh dengan lika-liku, air mata dan diwarnai dengan keromantisan tipis-tipis.
Mari para pembaca untuk mengikuti ceritanya dari bab 1 sampai akhir, jangan boom like dan jangan suka nabung Bab.
Ig. ainunharahap12.
Ig. ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Semakin Dekat
Aliza menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan. Dia berusaha untuk tidak terlalu berbicara banyak agar suaminya tidak semakin emosi.
"Jangan melukai diri sendiri dengan cara seperti ini, kamu hanya akan semakin menderita, jangan menyalahkan diri kamu atas apa yang terjadi. Dhafian berusahalah untuk berdamai dengan keadaan," ucap Aliza yang mencoba untuk menasehati suaminya.
"Aku berbicara seperti ini bukan karena aku berpihak pada Paman. Bagaimanapun aku tidak bisa membenarkan semua pikiran kamu bahwa Paman terlibat atas kematian kedua orang tua kamu, karena tidak ada bukti, tapi aku juga tidak bisa mengatakan apa yang kamu katakan adalah bohong, karena Paman juga tidak memberikan bukti. Aku yang berusaha untuk netral," ucap Aliza.
"Kamu bisa berbicara seperti itu karena kamu tidak mengalaminya. Aliza aku yang mengalami semuanya dan yang tahu apa yang terjadi!" tegas Dhafian.
Aliza memegang dada Dhafian yang membuat Dhafian bingung dengan dahi mengkerut.
"Tenangkan hati kamu, jangan terus marah, aku mengerti bagaimana perasaan kamu yang tetap berusaha untuk seorang wanita yang kehilangan suaminya, aku mengerti bagaimana keluhan kamu yang seharusnya kamu tanggung jawab ini tidak dijatuhkan kepada kamu, tetapi kamu tidak punya pilihan," ucap Aliza dengan lembut yang berbicara kembali menatap suami yang berharap agar perkataannya mudah Dhafian dan emosi itu tidak menggebu-gebu lagi.
Dhafian yang tidak merespon apapun yang dikatakan istrinya, dia mencoba untuk menurut dengan menenangkan diri dan mengendalikan emosi yang terlalu berlebihan.
"Ini sudah selesai, jangan merugikan diri sendiri dengan melukai tangan kamu seperti ini, nanti efeknya bisa lebih Farah," ucap Aliza memberi ingat yang sudah menyudahi pengobatan itu.
Aliza merapikan obat-obatan tersebut yang mengembalikan pada tempatnya dan saat dia ingin berdiri dari tempat duduknya tiba-tiba ditahan oleh Bian.
"Apa kau memiliki rencana?" tanya Bian yang membuat Aliza mengerutkan dahi yang bingung dengan pemikiran suaminya kepadanya.
"Apa maksudnya?" tanya Aliza.
"Biasanya wanita yang sangat tenang dan seolah-olah berpihak padaku sudah dapat dipastikan memiliki rencana yang membuatku lengah sampai akhirnya aku kalah. Aliza aku adalah orang yang baru kau kenal dan selama ini kau hidup bersama dengan Lucky yang bahkan kau sendiri yang mengatakan bahwa dia sudah jadi orang tuamu karena dia yang merawatmu sejak kecil. Sangat aneh sekali jika kau akan membiarkanku untuk membunuhnya," ucap Dhafian dengan segala pemikirannya yang mencurigai Aliza.
"Benar dugaanku, jika selama ini ketenanganmu memiliki maksud, apa yang kau rencanakan dan apa yang diperintahkan laki-laki itu untuk membuatmu tetap bertahan di rumah ini seperti orang mengawasiku," ucap Dhafian.
Aliza menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan.
"Terserah kamu menganggap apa tentang keberadaanku di rumahmu, tetapi kamu yang memasukkan ku ke dalam rumah ini dan bahkan Paman ingin membebaskanku dari tempat ini dan kamu yang menahan ku. Aku tidak perlu meyakinkan kamu bahwa aku tidak memiliki rencana apapun. Aku juga tidak mengharap kamu percaya padaku,"
"Tetapi aku tidak akan melakukan sesuatu yang membuatku melewati batasku dan aku tahu apa yang harus aku lakukan dan tidak boleh aku lakukan. Percaya tidak percaya kepadaku adalah hak kamu," ucap Aliza memberi jawaban yang singkat.
Aliza melepaskan tangannya dari genggaman Dhafian dan kemudian meletakkan kotak obat tersebut di atas nakas.
"Kamu istirahatlah," ucap Aliza.
Sekarang dia sudah tidak memanggil suaminya itu dengan sebutan tuan lagi. Sejak awal Dhafian memang tidak pernah meminta untuk dipanggil seperti itu Aliza saja yang memanggil dengan hormat.
Dhafian tidak menanggapi dan juga memilih untuk membaringkan diri. Aliza juga yang sudah selesai mengurus suaminya juga langsung beristirahat yang menyusul menaiki tempat tidur.
Dhafian hanya melihat dari ekor matanya yang kemudian memejamkan mata yang langsung beristirahat.
Kamar Aliza dan Dhafian yang sangat gelap dan keduanya yang terlihat sama-sama nyenyak dalam tidur mereka yang sama-sama memejamkan mata dengan selimut di dada.
"Mama!"
"Papa!"
Kamar yang tadinya begitu sangat hening yang tiba-tiba saja Aliza mengigau yang tampak pucat dengan mata terpejam yang tampak begitu gelisah dengan kepalanya yang kekiri dan ke kanan.
"Mama, Papa, jangan pergi!"
"Aliza mohon. Mama, Papa!" Aliza terus saja berteriak dan tidak mampu mengendalikan dirinya.
Suaranya yang cukup keras mampu membuat Dhafian membuka mata dan langsung lihat ke arah sang istri dengan dahi mengkerut.
"Aliza!" tegur Dhafian.
Karena Aliza tetap pada mimpi buruknya yang membuat Dhafian duduk dan memastikan keadaan istrinya itu. Dhafian melihat dahi Aliza berkeringat dan wajahnya yang tampak ketakutan.
"Aliza bangun, Aliza!" tegur Dhafian dengan khawatir, tangannya yang bahkan menyenggol tangan istrinya itu.
"Mama, Papa!" teriak Aliza yang langsung tidur duduk dengan nafas naik turun.
"Hah, hah, hah, hah, hah,"
"Aliza kamu kenapa?"
"Kamu baik-baik saja?" tanya Dhafian.
Aliza yang tidak mampu menjawab dan hanya menoleh ke arah Dhafian.
"Ada apa?" tanya Dhafian.
Aliza geleng-geleng kepala. Air mata di pipinya tiba-tiba saja jatuh.
"Kamu mimpi buruk?" tanya Dhafian yang mengusap rambut Aliza yang mencoba untuk menenangkan istrinya itu.
Mengetahui bahwa sang istri tidak baik-baik saja yang membuat Dhafian membawa Aliza kedalam pelukannya. Aliza memejamkan mata yang mungkin jauh lebih tenang daripada sebelumnya. Dhafian dapat merasakan bergetarnya tubuh istrinya itu.
"Tenanglah, jangan takut," ucap Dhafian begitu lembut.
Ternyata laki-laki Arogant itu mampu berbicara sangat manis kepada istrinya dan bukan karena ada orang lain yang seperti biasa adanya sandiwara.
Aliza tidak mengatakan apapun dia merasa jauh lebih tenang dan hanya tetap diam dan merasa nyaman dipelukan itu. Bian yang menenangkan istrinya sembari mengusap-usap rambut Aliza.
Suasana kamar yang kembali hening, Aliza yang masih di pelukan suaminya dengan mata yang tetap terpejam.
Akhirnya setelah beberapa menit Aliza sudah mulai tenang dan kamar mereka kembali terang. Dhafian yang berdiri menuangkan segelas air putih dan memberikan pada Aliza.
"Terima kasih," ucap Aliza mengambil air minum tersebut yang kemudian langsung meneguknya.
"Bagaimana perasaan kamu apa sudah mulai tenang?" tanya Dhafian.
Aliza mengganggukan kepala.
"Aku sekarang jauh baik-baik saja, aku tidak apa-apa," jawabnya.
"Kamu mimpi buruk?" tanya Dhafian.
"Aku mendengarkan kamu manggil kedua orang tuamu," lanjut Dhafian.
"Aku pasti merindukan Mama dan Papa, kecelakaan yang merenggut nyawa mereka berdua tiba-tiba saja kembali dalam mimpiku dan mungkin karena memang aku sudah lama tidak berkunjung ke tempat Mama dan Papa," ucap Aliza yang terlihat begitu sering ketika mengingat kedua kedatangan.
Dhafian sebagai orang yang juga kehilangan orang tua pasti bisa merasakan apa yang sekarang ada di dalam pikiran istrinya itu.
"Aku ada pekerjaan di Solo. Jika kamu mau, kamu bisa ikut denganku dan bertemulah dengan orang tuamu," ucap Dhafian yang tiba-tiba saja punya rencana untuk mengajak istrinya yang membuat Aliza cukup kaget.
"Aku boleh ke Solo?" tanyanya.
"Ya, aku tidak sengaja dan hanya kebetulan saja ada pekerjaan di sana," jawab Dhafian.
Aliza melakukan kepala dengan tersenyum, mau suaminya itu dengan sengaja mengajaknya atau hanya kebetulan yang terpenting Aliza bisa berkunjung ke makam kedua orang tuanya sudah sangat dia rindukan.
Bersambung......