NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:326
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertarungan di Ambang Waktu

Suara runtuhan menara bergema keras, namun di antara debu dan cahaya merah retakan, hanya ada dua titik pusat perhatian: Bell Grezros yang berdiri tegak dengan pedang berkaratnya, dan pria bertudung misterius yang memancarkan aura kegelapan.

“Bell…” Lythienne berbisik lirih, nada suaranya tegang. “Hati-hati, kekuatannya bukan dari dunia ini.”

Pria bertudung itu melangkah maju, kain jubahnya berkibar meski tidak ada angin. Matanya menyala merah seperti bara, menusuk ke dalam jiwa. “Aku sudah lama menunggu saat ini, Pangeran Abadi. Aku ingin melihat… apakah keputusanmu menolak menjadi iblis adalah pilihan yang benar.”

Bell mengangkat pedangnya. “Aku tak butuh pengakuanmu.”

Pedangnya bergetar halus, seolah merespons energi kegelapan yang memenuhi udara. “Aku berjalan di jalanku sendiri, dan jika kau menghalangi, maka kau hanya akan menjadi mayat berikutnya.”

Tawa rendah pria itu bergema. “Kebetulan, aku juga ingin mengujimu.”

Tangannya terangkat, dan dari tanah retak muncul bayangan-bayangan berbentuk prajurit iblis, berderap bagaikan pasukan masa lalu yang pernah menghancurkan Evenard.

Eryndra segera mengangkat tongkatnya, menciptakan perisai cahaya. “Dia memanggil kembali masa lalu untuk melawan kita…!”

Seravine menggertakkan giginya, menyiapkan mantranya. “Dia memanfaatkan kekacauan waktu yang ditinggalkan fragmen.”

Bell maju selangkah, wajahnya dingin. “Aku akan menghadapinya.”

Dengan ayunan pedangnya, ia menebas prajurit bayangan pertama yang mendekat, tubuh iblis itu terbelah lalu menghilang menjadi kabut hitam.

Pria bertudung menggerakkan jarinya, mengendalikan pasukan itu dengan mudah. “Kau bisa menebas bayangannya, Bell. Tapi bisakah kau menebas kenanganmu sendiri?”

Seketika di antara pasukan bayangan, muncul sosok-sosok yang membuat Bell terhenti sejenak—ayahnya, Raja Evenard, ibunya yang anggun, dan prajurit-prajurit yang dulu bersumpah setia kepadanya. Semuanya dalam wujud bayangan, namun suara mereka nyata.

“Pangeran… kenapa kau tidak bersama kami di akhir?”

“Bell… kenapa kau tidak melindungi kami?”

“Anakku… kau meninggalkan takdirmu…”

Suasana menjadi semakin mencekam. Eryndra merasakan dadanya sesak, meski ilusi itu bukan untuknya. Lythienne menutup mulutnya dengan tangan, khawatir Bell akan terjebak dalam tipu daya itu.

Namun, Bell perlahan mengangkat pedangnya. Mata kosongnya menatap sosok-sosok itu tanpa berkedip. “Kalian bukan mereka. Aku sudah mengubur mereka dalam ingatanku. Aku adalah mayat yang berjalan di jalanku sendiri—dan aku tak akan membiarkan siapapun menyeretku kembali.”

Dengan satu tebasan besar, pedangnya memotong udara. Cahaya merah kehitaman memancar, menghancurkan ilusi kenangan itu menjadi debu.

Pria bertudung terdiam sesaat, lalu tertawa rendah. “Hahaha… luar biasa. Kau benar-benar bukan manusia lagi. Kau bahkan menolak masa lalumu sendiri.”

Bell menurunkan pedangnya sedikit, tatapannya menusuk. “Sudah kubilang, aku bukan milik siapa pun. Sekarang… giliranmu.”

Aura di sekitar pria itu berubah semakin pekat, bayangan di belakangnya membentuk siluet sayap iblis. Pertarungan yang sesungguhnya baru saja dimulai.

Udara di reruntuhan menara menjadi semakin berat. Debu masih melayang, seolah enggan jatuh ke tanah, terperangkap dalam lingkaran kekuatan aneh yang muncul dari pria bertudung itu.

Bell menatap lurus, dingin seperti patung batu. Jemarinya yang menggenggam pedang sedikit mengencang, seakan tubuhnya mengingat betapa mematikan aura kegelapan itu.

“Rasanya…” Lythienne berbisik, suaranya bergetar. “…seperti ada ribuan mata mengawasi dari balik kegelapan.”

Tangannya secara refleks meraih panahnya, namun ia tahu, sekadar menembakkan anak panah takkan banyak berarti melawan musuh seperti ini.

Eryndra menutup matanya sesaat, mencoba meredam ketakutannya. Aura iblis itu mengguncang pikirannya, menggoda, berbisik lirih seperti doa terlarang. “Kau bisa mati dengan damai… jika menyerah padaku…”

Ia membuka mata cepat, lalu memukul tongkatnya ke tanah. Cahaya biru samar muncul, melindunginya dari bisikan itu, meski keringat dingin membasahi pelipisnya.

Pria bertudung tak banyak bergerak. Ia hanya berdiri, jubahnya berderai, sementara bayangan di sekitarnya menebal. Siluet hitam itu mulai menyatu, membentuk sayap samar di belakang punggungnya.

“Bell Grezros,” ucapnya dengan suara rendah namun bergetar, seperti gema dari dasar jurang. “Setiap langkah yang kau ambil adalah pengkhianatan pada takdirmu. Kau menolak menjadi iblis, tapi juga menolak menjadi manusia. Jadi… siapa kau sebenarnya?”

Bell terdiam. Suasana hening sejenak, hanya suara reruntuhan yang sesekali jatuh.

Akhirnya ia menjawab, suaranya datar. “Aku adalah sesuatu yang kau tidak pernah bisa pahami. Dan itu cukup.”

Ucapan itu seakan menusuk, membuat pria bertudung terdiam sesaat. Lalu terdengar tawa lirih, panjang, yang menggetarkan udara.

“Hahaha… semakin kau menolak, semakin kuat kegelapan yang mengikutimu. Kau menarik perhatian banyak hal, Bell. Bukan hanya aku.”

Tiba-tiba, tanah di sekitar mereka merekah. Retakan merah membentuk lingkaran, seolah segel kuno baru saja terbuka. Dari dalamnya, bayangan-bayangan mulai merembes keluar, mengitari Bell dan rombongannya.

“Ini…” Seravine mundur selangkah, wajahnya pucat. “Ini bukan sekadar iblis. Dia membuka celah ke dunia lain.”

Lythienne memanah ke arah salah satu bayangan, namun anak panahnya menembus tanpa hasil, hanya menghasilkan riak gelap sebelum sosok itu kembali utuh. “Sial…”

Bell mengangkat pedangnya perlahan. Matanya kosong, namun aura keteguhan terpancar. “Kalau begitu, kita tidak punya pilihan lain. Bersiaplah.”

Eryndra mengangguk, meski jantungnya berdegup kencang. Ia berdiri di sisi Bell, tongkatnya menyala biru muda, cahaya kontras dengan kegelapan pekat di sekitar mereka.

Ketegangan semakin menebal. Tak ada yang bergerak terlalu cepat—seakan waktu itu sendiri menahan napas, menunggu percikan pertama sebelum semuanya meledak.

Pria bertudung mengangkat tangannya perlahan, jemarinya lentik seakan sedang memainkan benang tak kasat mata. “Mari kita mulai… ujian terakhir, Bell Grezros.”

Dan saat jemari itu menjentik, semua bayangan menyerbu serentak, menandai dimulainya pertempuran yang akan mengguncang batas antara waktu dan ruang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!