Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 : Antara Cinta dan Kehilangan
Nayura menikmati makan malam dengan hambar. Bukan karena masakannya yang tidak enak, tetapi perasaannya yang terasa kacau. Kepalanya juga terasa sakit dan dadanya terasa sesak.
Kenapa, akhir-akhir ini begitu banyak masalah di hidupnya? Kenapa ia tidak di biarkan tenang sejenak saja....
Gavian, yang duduk di hadapannya diam memperhatikan. Mata tajamnya terus memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Sesekali ia tetap melahap nasi dan masakan Nayura yang sangat pas di lidahnya.
Gavian menyilangkan sendok dan garpu di atas piring, pertanda kalau makannya sudah selesai.
"Teman-teman lo curiga?" tanya Gavian pelan, membuat Nayura mengangkat pandangan dengan mata sayu.
Perlahan, Nayura mengangguk "Gue nggak tahu harus gimana...." ucapnya nyaris tidak terdengar, nadanya penuh kepasrahan.
Gavian menghela nafas lalu berpindah duduk di samping gadis itu. Mengambil alih sendok yang ada di tangan Nayura dan menyuapinya.
"Buka mulut lo..." pinta Gavian tenang dengan sendok berada tepat di depan mulut Nayura.
Ia melirik tangan tersebut dengan malas. Sebelum akhirnya membuka mulut menerima suapan itu. Makanannya terasa lebih nikmat dari pada sebelumnya.
"Lo harus tetap makan, walaupun hati dan pikiran lo nggak baik-baik aja." tutur Gavian, sambil terus menyendok nasi dan lauk di piring Nayura, lalu menyuapinya.
Ucapan Gavian terdengar sederhana, namun mampu membuat hati Nayura tenang. Sudah lama orang tidak memperlakukannya begini. Bahkan, sahabatnya pun tidak selalu bisa ia ajak berbagi semua hal.
"Tapi gue bingung harus jelasin apa ke mereka..." ungkap Nayura, ia takut Tessa dan Stevi tidak bisa menjaga rahasia. Dan yang lebih takutnya lagi, kehilangan mereka.
Gavian diam sejenak, ia termenung ikut memikirkan hal yang sama. Selama ini, ia terbiasa tidak peduli terhadap pendapat dan pandangan orang. Namun ini berbeda, ini tentang gadis yang berstatus sebagai istrinya. Gadis yang kini terlibat dalam dunia rumitnya.
Sampai akhirnya, sebuah ide terlintas di benaknya dan menurutnya ini akan lebih aman. "Bilang aja, gue pacar lo."
Nayura menoleh cepat dengan alis terangkat tinggi. "Yang benar, aja!" ucapnya yang terdengar seperti protes.
"Terus lo mau nya jujur, gitu!"
Kali ini, Nayura terdiam. Menimbang ide dari cowok misterius itu. Ide yang masuk akal...jauh lebih masuk akal ketimbang jujur sekarang.
"Gimana?" tanya Gavian melihat Nayura yang tampak berpikir.
"Hmm...menurut gue itu aman. Tapi, gue nggak pernah pacaran. Ntar mereka malah ngetawain gue dan tanya macem-macem." cemas Nayura dengan pipi bersemu merah.
Gavian terkekeh pelan, mengetahui satu fakta kalau istrinya ini tidak pernah pacaran. Tiba-tiba hatinya menghangat, merasa beruntung jadi yang pertama.
"Ikh! Lo juga ngetawain, kan!" kesal Nayura langsung menabok lengan cowok itu.
"Oke-oke, gue nggak ketawa lagi." Gavian mengangkat tangan, berusaha meredakan tawanya.
"Mereka nggak bakalan berani ngetawain lo..." katanya dengan tangan kembali menyuapi Nayura.
Dahi Nayura berkerut tipis "Lah, kenapa nggak berani?" tanyanya penasaran.
Gavian selalu gemas dengan gadis ini, apalagi saat dirinya cerewet begini rasanya pengen langsung di kokop. Ehhh...
"Gue tampan, gue mapan. Apalagi yang harus mereka ketawain selain iri dan cemburu."
Nayura mendelik "Pede banget nih, cowok!"
Namun di balik itu semua, Nayura merasa sedikit tenang. Semoga saja, ide itu bisa jadi solusi baginya. Setidaknya untuk saat ini...
......................
Ke esokan harinya
Sinar mentari tampak cerah pagi ini, memberi harapan baru untuk mereka. Tapi, tidak dengan Nayura yang justru takut dan gelisah pagi ini.
Ia tahu hari ini akan panjang dan melelahkan. Mengingat suara sahabatnya semalam yang penuh kekhawatiran dan kekecewaan.
Lagi, ia di antarkan oleh Gavian ke sekolah. Sebelum ke sekolah, mereka mampir ke rumah Nayura untuk mengambil buku dan seragam, baru setelahnya berangkat menuju sekolah.
Motor sport berwarna hitam itu berhenti tepat di depan gerbang sekolah Nusa Dua. Nayura turun lalu melepaskan helm dan menyerahkannya kepada Gavian.
Banyak pasang mata yang memperhatikannya mereka. Apalagi Gavian yang tampak mencolok sebab seragamnya yang berbeda.
"Gue takut, nih!" ujar Nayura jujur, ia melirik gerbang besar itu dengan cemas.
Gavian tersenyum tipis "Gue yakin lo pasti bisa!" ucapnya memberi semangat.
Nayura mengangguk pelan, ia melirik Gavian sekali lagi sebelum cowok itu berangkat menuju sekolahnya.
Ia melangkah pelan dengan tangan mencengkram tali tasnya. Mencoba mengatur ritme jantung agar bisa berdetak normal. Tatapan siswa-siswi yang melihatnya turun dari motor Gavian membuatnya semakin gugup.
Sesampainya di kelas, Nayura mendapati Tessa dan Stevi yang tengah duduk. Ia menarik napas panjang, menaruh tasnya di kursi lalu menghampiri mereka.
"Gaes...." panggilnya lirih.
Tessa menatapnya dingin lalu bangkit dari duduknya dan menata langsung mata Nayura. "Lo bukan teman kita lagi, terlalu banyak yang lo sembunyiin akhir-akhir ini."
Tessa akui, akhir-akhir ini Nayura banyak berubah tidak seperti biasanya. Entah rahasia apa yang disimpan oleh gadis itu. Yang jelas ia merasa Nayura seperti menjaga jarak dengannya.
Nayura serasa di hantam batu besar. Namun, ia sadar ia juga salah karena telah membuat mereka kecewa.
"Dengerin dulu, gue bisa jelasin..." Nayura mencoba meraih pergelangan tangan Tessa namun, dengan cepat gadis itu menarik tangannya.
Nayura menoleh ke arah Stevi yang menatapnya kecewa. "Stevi, please dengerin gue dulu."
Stevi menghela napas panjang sebelum akhirnya ikut bangkit. Ia dan Tessa melangkah pergi keluar dari kelas. Meninggalkan Nayura dalam rasa bersalah.
Mereka benar-benar kecewa atas tindakan Nayura semalam. Mereka khawatir. Namun, Nayura malah mematikan sambungan panggilan secara sepihak tanpa penjelasan. Mereka merasa tidak dibutuhkan dan dikhianati.
Hati sahabat mana yang tidak sakit...
Nayura tidak mengejar Tessa dan Stevi. Hatinya juga sakit. Ia membiarkan mereka pergi, memberi waktu untuk mereka bisa menerimanya kembali.
Meskipun, ia tidak tahu itu kapan akan terjadi...
...----------------...
mampir di ceritaku juga ya ..
makasih 😊
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?