Ini bukanlah tentang idol Kpop yang memerankan sebuah cerita. Bukan juga cerita fiksi yang berakhir dengan idola. Namun cerita ini terus mengalir bak realita. "Kalian yakin kita bisa nonton konser NCT dan ngelanjutin kuliah di Korea?" "Gue yakin kita bisa! Lagipula kita punya banyak waktu. Kita bisa nabung buat nonton konser. Dan belajar buat ajuin beasiswa ke Korea! Gak ada yang gak mungkin kalau kita mau berusaha!" ucap Yerika yang terus yakin akan mimpi mereka. Elina mengangguk. "Lagipula, kita juga gak bego-bego amat." Yerika tersenyum. "Mulai besok, kita harus giat belajar! Dan kita manfaatin untuk nabung dari sekarang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Prepti ayu maharani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15 [2]
"Mengapa dari awal kau tak pernah bilang kalau kau bisa bahasa Indonesia?" ucap Ayana yang mulai menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara dengan Yeon-jin.
Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan pulang. Setelah selesai makan bersama dengan keluarga Park. Yeon-jin memutuskan untuk mengantarkan Ayana pulang. Sebab waktu sudah hampir malam.
"Aku sengaja merahasiakannya sampai waktu yang tepat," ujar Yeon-jin.
Ayana menggelengkan kepala tak habis pikir. "Mungkin jika kau tidak membawaku ke rumahmu, aku tidak akan tahu."
Yeon-jin tersenyum. "Karena itu aku membawamu ke rumah. Dan seharusnya aku harus berterima kasih pada Dosen kita."
"Untuk?" Ayana menaikan kedua alisnya.
"Untuk tidak hadir hari ini," jawab Yeon-jin membuat Ayana kembali tertawa.
"Tapi kita tetap harus mengganti waktu kuliah 'kan?" ucap Ayana dengan gamblang dan hanya di balas dengan cengiran oleh Yeon-jin.
Yeon-jin kembali fokus dengan kemudinya dan Ayana sibuk dengan pikirannya.
"Ayana," panggil Yeon-jin saat mereka telah sampai dan Ayana bersiap untuk turun. Ayana menoleh dan membiarkannya berbicara. "Kamu tidak ada niat untuk menyukaiku?"
Ayana tertawa terbahak mendengarnya.
"Aku serius Ayana," ucap Yeon-jin merenggut sebal.
Ayana menghela napas dan menatap Yeon-jin. "Aku tidak tahu."
"Mengapa?"
Ayana menunduk sebentar dan menjawab, "Ini perihal hati. Aku belum bisa membuka hatiku untukmu, Yeon-jin."
"Apa karena ada laki-laki lain?"
Ayana terdiam. Benarkah hal itu? Entahlah, Ayana sendiri pun bingung. Ayana menghela napas panjang dan membuka pintu mobil Yeon-jin. Namun sayangnya, tangannya di tahan oleh laki-laki itu membuat Ayana kembali pada duduknya.
"Ayana."
Ayana menoleh dan menatap laki-laki itu penuh tanya.
"Aku mencintaimu. Sungguh."
Ayana terdiam. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan datar.
"Beri aku kesempatan, Ayana. Aku janji aku akan membuatmu bahagia."
"Aku tidak bisa memberimu kesempatan jika aku tidak memiliki perasaan padamu, Yeon-jin. Aku takut nantinya semua itu hanya akan menyakitimu saja."
"Tak apa. Aku tak peduli jika nantinya kau akan pergi meninggalkanku. Yang jelas, kau harus tahu jika aku menyukaimu."
Ayana masih dengan diamnya, lalu menatap lurus ke depan.
Tiba-tiba, suasana semakin canggung. Tidak ada lagi suara dari keduanya.
Ayana tak bisa diam seperti ini. Ia segera membuka pintu mobil dan turun.
Yeon-jin membiarkan Ayana turun. Ia menoleh dan melihat gadis itu sudah berlari memasuki apartemennya. Yeon-jin mengusap wajahnya lalu mengacak rambutnya frustasi.
"Aku benar-benar mencintaimu, Ayana!" ucapnya lalu mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.
Setelah mobil Yeon-jin menjauh, Ayana mencoba mengatur napasnya. "Huft!" Helaan napas Ayana terasa berat.
"Ahh, Ayana! Stop! Jangan mikirin itu!" ucapnya lalu melangkah keluar dari apartement.
Tujuannya kali ini adalah minimarket. Ia akan menghilangkan pikiran-pikiran tersebut dengan makanan pedas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ayana belum pulang?" tanya Yerika yang baru saja keluar dari kamar setelah berdiam diri sepulang dari kampus tadi.
Elina dan Vania yang tengah duduk di kursi pun hanya menjawab dengan gelengan kepala.
"Angguk-angguk-geleng-geleng. Gitu terus aja jawabnya. Untuk apa fungsinya mulut, anak-anak?" tanya Yerika lalu mendudukan dirinya di antara keduanya.
"Mulut juga butuh istirahat kali Yer. Capek juga ngomong terus," ujar Elina.
"Au ah gelap." Yerika membuka kunci layar ponselnya dan menghidupkan data seluler.
Ia terperanjat begitu terdapat panggilan masuk dari Dae-hyun. "Gue ke depan dulu ya? Ada telpon dari yayang beb." Yerika bangkit dan berjalan keluar.
Keduanya hanya menatap heran lalu tertawa.
"El."
Elina menoleh dan menatap Vania dengan tatapan penuh tanya.
"Gue pengen cerita," lanjut Vania.
Elina menghadapkan dirinya tepat di depan Vania. "Mau cerita apa? Hmm?"
Vania menunduk sejenak. Ia tak yakin akan menceritakan ini pada Elina. Tapi ia juga tak mungkin akan merahasiakannya sendiri. Sebab, perlahan tapi pasti semuanya akan tahu. Begitupun Ayana. "El, tapi lo janji ya jangan cerita masalah ini ke Ayana ataupun Yerika."
Elina mengerutkan dahinya, "Tumben mereka nggak boleh tahu?"
Vania menunduk, "Ini semua ada hubungannya dengan Nevan."
"Nevan?"
Vania mengangguk membenarkan.
"Lo berhubungan sama Nevan?" tanya Elina sekali lagi.
"Sebenarnya dari awal kita masuk kampus, gue udah deket sama dia. Awalnya kami deket cuma sebatas organisasi. Tapi makin kesini, gue semakin suka sama Nevan. Lebih lagi Nevan yang sering kasih perhatian ke gue."
Elina terdiam. Ia tak percaya semuanya bisa terjadi seperti ini.
Vania menghela napasnya. "Sebenarnya saat lo ketemu Nevan malem-malem itu, Nevan abis nganterin gue pulang."
Elina melebarkan matanya. "Lo serius?"
"Dan kemarin, dia baru aja nembak gue, El," lanjut Vania.
"Dan lo terima?" tanyanya.
Vania menelan salivanya dengan susah payah, "Gue belum jawab."
Elina menatap sahabatnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Ia tak bisa menyalahkan Vania, sebab ini perihal rasa. Tidak ada yang bisa menyalahkan tumbuhnya cinta. Namun ia juga tak bisa membayangkan perasaan Ayana jika tahu semua ini. Elina tahu betul jika Ayana masih mengagumi Nevan.
"Bantu gue, El. Gue harus gimana? Gue nggak mungkin terima dia gitu aja."
"Terima? Apa yang di terima?" ucap Ayana yang sudah berada di samping keduanya.
Elina dan Vania tercengang saat melihat Ayana dan Yerika sudah berada disini.
"Apa nih yang terima?" tanya Yerika menghampiri Vania.
"Cie Vania di tembak cowok! Cie! cie!" timpa Ayana.
Vania dan Elina saling menatap sebelum akhirnya keduanya tersenyum menutupi kegugupan mereka.
"Gue--"
"Akhirnya sahabat gue yang satu ini akan melepas masa jomblonya yang telah jamuran dan usang, gengs!" celetuk Yerika.
"Jadi siapa nih cowok yang berhasil ngambil hati sahabat gue? Hmm?" tanya Ayana sambil merangkul pundak Vania membuat Yerika tertawa. "Yah, gagal deh gue mau ngeracunin Jaemin ke Vania. Padahal gue udah beliin lo banyak stuff berbau Jaemin loh. Supaya lo gak kesepian. Yah, gak tahunya udah ada doi nih orang."
Yerika tertawa. "Yaudah sini buat gue aja Ay stuff Jaeminnya, Ay."
"Gak boleh! Jaemin untuk Vania. Gak boleh di tikung!" ucap Ayana seraya menjulurkan lidahnya ke Yerika.
"Ah, gak asik lo!" ucap Yerika lalu kembali menoleh pada Vania. "Jadi siapa, Van?"
"Iya, siapa nih? Kasih tahu dong. Kepo 'kan gue," ucap Ayana seraya merangkul pundak Vania.
"Dia kakak tingkat Vania. Kalian beneran pengin tahu?" tanya Elina yang membuat Vania melebarkan matanya dan menatap Elina tajam. Namun Elina hanya tersenyum.
"Seriusan kakak tingkatnya?" tanya Ayana.
Elina mengangguk.
"Asik, siapa tuh? Hmm?" tanya Ayana sekali lagi sambil menggoda Vania.
Vania menatap Elina sekilas lalu menjawab pertanyaan Ayana. "Kalian nggak kenal kok," jawabnya dengan senyuman tipis.
"Ya kenalin dong biar kenal! 'Kan tak kenal maka tak sayang," tutur Yerika.
"Terus lo mau sayang gitu sama doi-nya Vania? Nusuk temen dong namanya."
Ucapan Ayana barusan cukup menohok Vania. Seolah-olah apa yang Ayana ucapkan telah menyinggungnya.
"Kok diem? Jadi gimana nih? Kita di kenalin nggak sama doi-nya Vania?" tanya Yerika kali ini.
"Tenang aja gaes, besok Vania akan ngenalin kok. Jadi kalian tenang aja," ujar Elina lalu beralih pada Vania dan mengangguk.
"Yeeee!!!" teriak Ayana dan Yerika yang mau tak mau membuat Vania dan Elina harus tersenyum.
"Gue seneng banget," ucap Ayana lalu memeluk Vania.
"Gue juga," balas Yerika yang ikut memeluk Vania.
Vania tersenyum tipis lalu menatap Elina sekilas dan membalas pelukan Ayana dan Yerika.
"Maafin gue, Ay."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...