Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: konflik?
- chapter 20
- chapter 35
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 32 Hen Hen si Fobian
"Han.. alesan gue ngebet pengen skill Nia kayak zona diri itu biar gue eksis bareng temlen. Punya defens yang nyata dalam diri kami."
"Ntar abis sekian tahun masa prihatin nih bakal lo kangenin, Len."
"Waktu itu, kira-kira apa yang lagi lo pikirin pas Nia ngabisin lo?"
"Gue pasrah aja gak diijinin koid. Gue ngambek lagi sama tenaga yang kesisa. Tapi akhirnya gue apes beneran. Gizi kena qarrat sekali tembak."
"Lo sadar pas kalut gitu?"
"Sedih anjir. Mana bisa gue sadar sama solusi lari? Gue udah niatin kabur sejak awal tapi tetep aja kami ketahuan."
"Kayak gini juga my lord. Buang-buang waktu. Ngumpet mulu."
"Gue cuma tau kalo Ray bisa balikin waktu. Makanya gue langsung manggil dia. Tapi pedang dendam yang gue butuhin gak muncul-muncul. Di luar nalar, itu mustika lagi dibawa-bawa sama Gizi. Begitu bola pemusnah paradok dihancurin Hoax, dia keluyuran di banyak temlen buat ngebunuh satu-persatu semua paradoknya. Manual kill-lah. Yakin banget kalo suatu hari dia bakal ketemu Hoax lagi. Tapi Ray keburu bosan. Manual kill beresiko. Garis waktu gue bakal ikut kehapus kalo Gizi salah bunuh. Gue bisa koid di tangan Gizi karena gue lagi eksis di garis waktu Jisas. Tubuh gue nih udah bukan bodi inisial."
"Pelarian my lord harus kita stop, Nan. Ya, kita makan dulu di kantin."
Blizt..! Lena pergi begitu saja.
Jihan yang ditinggalkan mendapati tali yang membentuk orang, seperti gambar manusia di papan tulis, yang hanya diwakili garis tepi.
"..??"
Sosok tersebut mengeluarkan sayap punggungnya. Blurrh!
Sayap api yang dikeluarkan, membuat tubuh pengerahnya jadi hitam dan bertambah dimensi satu sisi.
"Oh gitu. Pantesan Hen Hen takut. Telkin gue efek ke dia biarpun lagi pake Stealth. Lo dapet di mana, Bonin?"
Sosok hitam botak menggerakkan dua tangannya ala diregen paduan suara. Muncul karton demo dengan teks; DISURUH SEHA NUNJUKIN INI KE ELO, JUDES.
"Trus gimana dia waktu liat lo?"
Set!
NYARIIN.
MANGGIL.
GUE DIBILANG LAGI PAKE TOPENG ERROR. KAUM PETAK UMPET.
"No komen."
Lawan bicara meremas karton. Kresh! Kemudian menarik kembali sayapnya. Beth!
Dia yang sudah jadi sosok manusia garis segera menyentuh pusarnya.
Glith..!
"Gue mau patroli lagi. Kemaren ada sebelas wajah anyar."
Blizt! Nina pergi menghilang.
Tinggallah Jihan seorang diri di arena perak ini. Dia tak bisa memaksa teman-temannya untuk terus dialog di Endfield. Begitu juga pada Hen Hen. Jadi sudah bisa ditebak, Jihan akan pergi ke mana.
Berbeda dengan Lena dan Nina, Jihan membiarkan tubuh ditarik ke bawah, hilang mode teleport klasik, tanpa ada pancaran.
Wezzt!!
Jika Lena punya skil telekinetis setingkat Jihan, dapat melihat Hen Hen dalam mode stealth, sudah pasti masalahnya tuntas. Lena mungkin akan mempertemukan Lord-nya dengan Jihan, membukakan mata Hen Hen lebar-lebar, membentangkan daun kuping korban besar-besar agar Jihan balik fobia pada mereka.
Sementara telwave sepertinya memang tak bisa diandalkan sebab tak menjangkau Hen Hen yang always menggunakan kostum invisible.
Kok ada manusia seperti itu? Ada. Tak hanya di alam geblek. Di dunia nyata juga ada silent reader seperti Hen Hen, dan itu juga sudah boleh disebut usaha, bukan sedang mengada-ada.
Lalu apa suatu yang mengada-ada itu berbahaya? Bisa jadi, bisa tidak. Dalam urusan hati, kehendak seseorang tanggungan yang bersangkutan dan YME, sukses atau pun gagalnya, apa yang diupayakan hanya akan kembali pada yang bersangkutan.
"Kecewa ataupun puasnya..?"
"Demikian Tuan Putri. Hamba telah mengupayakan diri atas keberadaan Blooming. Kiranya penglihatan Nia tidak demikian, Hoax takkan mengetahui apa yang hamba sembunyikan untuknya."
Di balkon rumah ini, Gizi yang berpiyama motif Kalajengking diam menatap genteng rumah-rumah tetangga. Sementara Ira menaruh dagunya di tangan pada pagar balkon.
"Hoax menginginkanku hanya untuk membuat hal yang lebih tinggi dari sekedar Blooming. Hoax sampaikan bahwasanya dia telah melihat bagaimana meteor mengguncang. Sungguh dia mengetahui diriku atas Pop Up yang pernah aku buat."
"Trus, apa kak Gizi menemukan Hoax waktu bersama Nature?"
"Hamba diperingatkan agar menyudahi upaya itu.. yang dikatakan, keputusasaan hamba atas suatu rahmat."
"Terus?"
"Pada saat jatuh di arena, hamba putuskan mengakhiri Hoax dengan yang Tuanku inginkan. Hari itu Anak Langit mencegahku demi apa yang telah menimpa Sorrow. Katakanlah, Hoax lebih pantas berada di Circlet. Dengan demikian hamba dapat menemuinya kapan saja serta dijauhkan dari pertumpahan darah."
"Circlet penjara aman, kuncinya juga dipegang napi bukan dipegang sipir. Jadi segala perbuatan buruk pengunjung, kunci bakal patah sendiri sampe muncul kunci baru di ruang penjara itu."
April menambahkan informasi.
"Dipegang napi atau paradok Pril? Kompleks banget antah berantah."
"Keduanya. Mereka sudah balik nyerahin urusan sama Komunitaz. Diberitahu oleh yang hanya bisa didengar paradok."
Di kamar ini, Jihan yang terbaring di kasur dapat mendengar obrolan dari kamar sebelah walaupun sayup.
Drrrt-drrrt..! Cincin Jihan bergetar.
Gwiiith..!! Jihan mengeluarkan ponselnya dari cincin hitam, sekali gesek hologram yang terpancar dari cincin dapat langsung dipegang.
Di kafe ada sekitar puluhan lusid dan mereka mengerubungi Jihan yang sedang bersandar di tepi meja.
"Terakhir sih Lena bilangnya gitu. Tapi gue tungguin, Hen Hen gak juga nongol. Yang ada si Bonin."
"Kayak gimana penampakannya, Han?"
"Karet gelang tapi bentuknya boneka. Garisnya putih. Gue ingetnya bekas posisi mayat di lantai tekape. Ya kayak gitulah."
"Gue ngiri sama si Fani. Bisa Zona Diri tanpa bimbingan."
Lalu yang lusid lain berkomentar. "Tetep aja kalo kita keganggu, fokus langsung ambyar Rul."
"Ya udah yuk ke kantin, Bray. Kita briefing langsung sama Lena."
"Ayo."
"Ya udah. Ayo, ayo.. Goes to canteen."
"Oke. Semuanya, ayo cabut. Kita long march ke Qobra empat puluh. Jangan ada yang path. Tetep kita ngirit ya."
"Makasih Han."
"Thanks, my teacher."
"Sampe ketemu ya Han, di open hour."
"Oh Guru. Gue lupa bayar."
Jihan langsung berkerut kening. Sedetik kemudian mengambil uang yang dikeluarkan pembeli.
"Minum apa lo, Bud?"
"Hehe.. Mensen."
"Kurang anjir."
"Guru. Gue tidak ada lagi."
"Oke. Gue catetin."
"Muah.."
Jihan senyum friendly membiarkan aksi muridnya tersebut yang mulai melangkah pergi tanpa melepas tatapan.
"Udah lo. Jalan Bud. Muka rehab juga."
"Nih lawak, yang bulu mulu sih liatnya."
"Nantang dia Han.. Haha. Mabok."
Ke tiga puluh sembilan Qobra berjalan satu-persatu menuju gang di sebelah bar, tepatnya berangsur ke dapur. Mereka meninggalkan Jihan dan tampaknya semua murid kelas telkin. Mereka dapat info baru mengenai Zona Diri yang mana bisa melihat mode stealth.
Mereka tampaknya satu ratu dengan Hen Hen, kompak mencari Lena dengan cara hemat, tidak teleport alias beraktifitas jadi manusia biasa.
Jihan masih belum dapat informasi tentang rencana mereka, sampai orang yang terakhir lewat, dia berhenti di depan Jihan.
"Bantu kami soal demo ini Han, ya. Bantu sampein ke panitia kalo kami mau ngedemo Hen Hen di jam latihan."
"Oh mau demo. Oke, Kom. Ntar gue omongin ke Mawar. Hadeh.. Akhirnya."
. . . TBC
ak mampir ya 😊