Cerita cinta seorang duda dewasa dengan seorang gadis polos hingga ke akar-akarnya. Yang dibumbui dengan cerita komedi romantis yang siap memanjakan para pembaca semua 😘😘😘
Nismara Dewani Hayati, gadis berusia 20 tahun itu selalu mengalami hal-hal pelik dalam hidupnya. Setelah kepergian sang bunda, membuat kehidupannya semakin terasa seperti berada di dalam kerak neraka akibat sang ayah yang memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Tidak hanya di situ, lilitan hutang sang ayah yang sejak dulu memiliki hobi berjudi membuatnya semakin terpuruk dalam penderitaan itu.
Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan Mara dengan seorang duda tampan berusia 37 tahun yang membuat hari-harinya terasa jauh berwarna. Mungkinkah duda itu merupakan kebahagiaan yang selama ini Mara cari? Ataukah hanya sepenggal kisah yang bisa membuat Mara merasakan kebahagiaan meski hanya sesaat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rasti yulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TCSD 32 : Chemistry di Dalam Cotton Candy
Hoeekkkk... Hoooeeekkk.... Hoooeeekkk.....
Keluar sudah seluruh isi dalam perut Dewa. Setelah turun dari wahana kora-kora, dengan tergesa-gesa ia mencari kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi dalam perutnya. Namun kesialan seakan bertubi-tubi menghampiri hidup perjaka yang sedikit duda itu. Karena di tempat ini, tidak ada kamar mandi sama sekali. Pada akhirnya, di bawah pohon beringin, lelaki itu memutuskan untuk memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya.
"Mengapa Tuan tidak mengatakan jika Tuan itu takut ketinggian?" ucap Mara sambil memijat tengkuk Dewa dengan nada sedikit bersalah. Karena bagaimanapun juga dia lah yang memaksa Dewa untuk menaiki wahana kora-kora tadi.
Dewa mencoba untuk menghirup udara dalam-dalam. Berusaha mengisi rongga dadanya dengan oksigen yang hampir tidak bisa ia hirup maksimal di keramaian seperti ini. Ia kemudian berdiri dengan keadaan yang lemas.
"Tidak mungkin bukan jika aku memberitahumu bahwa aku ini takut ketinggian? Mau ditaruh mana wajahku ini?" ucap Dewa sembari berupaya mengatur nafasnya.
Mara berdecak. "Heeemmm Tuan ini ternyata memiliki gengsi yang tinggi. Seharusnya Tuan tidak malu untuk mengatakan hal itu di depanku."
Iya benar apa yang kamu ucapkan. Seharusnya aku tidak malu mengakui di hadapan mu karena bagaimanapun juga bukankah kita mulai saat ini mencoba untuk saling mengenal lebih dekat?
Dewa hanya menatap wajah Mara dengan tatapan yang sukar diartikan. "Memang kamu siapaku? Yang seharusnya aku tidak malu mengakui itu semua di hadapanmu?"
Mara terkesiap mendengarkan ucapan Dewa. Sorot mata gadis itu sangat sulit ditebak tentang apa yang ada di dalam hatinya.
Dasar lelaki plin-plan. Bukankah kemarin dia sendiri yang memintaku agar kita bisa saling mengenal? Namun mengapa seakan ia tidak mau untuk mengakui segala kelemahannya di hadapanku? Dasar laki-laki aneh.
"Y-Ya saya memang bukan siapa-siapa Tuan. Saya hanya gadis asing yang kebetulan akan menumpang mobil milik Tuan untuk ke kota Bogor nanti. Ya, hanya gadis asing. Jadi memang seharusnya tidak mengapa juga jika Tuan tidak memberitahuku bahwa Tuan takut ketinggian."
Rasa gugup dan sedikit kesal membuat Mara bicara panjang lebar layaknya kereta api. Entah apa yang dirasakan oleh gadis itu. Tatkala Dewa mempertanyakan posisinya sebagai apa, tiba-tiba hatinya sedikit tersentil. Ia paham jika ia hanyalah orang asing di dalam kehidupan Dewa yang tidak berhak tahu dengan semua yang menjadi kelebihan ataupun kekurangan Dewa.
Dewa mengulas sedikit senyumnya melihat perubahan ekspresi wajah gadis di hadapannya ini. Saat ini ia menundukkan wajahnya seperti seseorang yang sedang kehilangan uang receh di jalanan. Tanpa basa-basi Dewa menggenggam jemari tangan Mara dan menatapnya dengan intens. Mara mendongakkan kepalanya. Dan kini pandangan keduanya saling bertemu dan mengunci.
"Kamu adalah Mara, gadis asing yang selalu membuatku penasaran untuk bisa banyak tahu tentang siapa dirimu. Setelah ini, kita akan sama-sama memulai untuk bisa saling mengenal lebih dekat lagi."
"S-Saya..."
"Kamu tidak perlu menjawab apapun, karena kemarin kamu sudah menyetujuinya bukan?"
Hanya dijawab dengan anggukan kepala, mereka melanjutkan langkah kaki mengelilingi setiap sudut yang ada di pasar malam ini.
Selain menyediakan wahana-wahana permainan yang merakyat, di sini juga terlihat beberapa penjual yang mencoba menjemput rezeki mereka lewat pesta rakyat seperti ini. Mulai dari pedagang baju, sandal, selimut, sprei, sepatu, aksesoris dan untuk kulinernya seperti bakso, mie ayam, sate, martabak, dan yang menjadi ciri khas dari sebuah pasar malam adalah penjual Arum Manis atau yang sering disebut cotton candy.
"Tuan, saya mau itu?" ucap Mara sambil menunjuk ke arah penjual arum manis.
Dewa sedikit terkejut dengan apa yang ditunjuk oleh gadis di sampingnya ini. "Tidak, tidak. Makan itu bisa membuat gigi kamu berlubang. Terlebih lagi penjual itu mungkin menambahkan pemanis buatan yang akan membuatmu batuk-batuk."
Bibir Mara sedikit mencebik. Ternyata jalan-jalan bersama orang kaya itu sungguh sangat menyebalkan. Ada saja sesuatu yang menjadi larangan.
"Tapi Tuan... Sekali saja. Sudah sejak lama saya tidak memakan makanan itu. Boleh ya?"
Layaknya seorang anak kecil yang berusaha membujuk sang ayah, Mara memasang wajah memelasnya. Berharap agar Dewa mau membelikan cotton candy itu. Melihat wajah sang gadis yang sudah memelas itu membuat Dewa sedikit tidak tega. Pada akhirnya ia menganggukkan kepalanya.
"Baiklah. Tapi kamu harus janji. Beli satu saja dan yang berwarna putih. Paham?"
Mara mengangguk girang. Tanpa berpikir panjang, sekilas ia mengecup pipi Dewa. "Terimakasih banyak Tuan."
Gadis itu berlari kecil mendekat ke arah sang penjual arum manis. Sedangkan Dewa hanya bisa membelalakkan matanya tatkala tersadar jika baru saja gadis itu mencium pipinya. Jemari tangan Dewa memegang pipi bekas kecupan Mara dengan senyum yang tiada henti terlukis di bibirnya.
"Gadis itu mencium pipiku? Aaahhhhh... Rasa-rasanya aku tidak ingin mencuci muka agar bekas kecupan gadis itu tidak terhapus oleh air."
Dewa hanya berdiri terpaku di tempatnya sembari menyentuh pipinya dan memandang tubuh Mara yang sudah mengantre di lapak penjual arum manis. Gadis itu menunggu antrean yang cukup panjang karena memang di lapak penjual ini yang terlihat paling ramai. Mungkin karena rasanya lebih manis meskipun tanpa pemanis buatan..
"Ayo Nak, kita pulang!"
"Tapi aku membeli itu Bu!"
"Besok ya Nak, uang Ibu sudah habis, ini nanti untuk naik becak sampai rumah!"
"Iya Dek, besok saja kita beli, kasihan Ibu. Uang Ibu tinggal sedikit."
"Tapi aku pengen itu Kak, hiks.. hiks... hiks..."
Mara yang tanpa sengaja mendengar rengekkan anak kecil itu kemudian menoleh ke arah sumber suara. Terlihat ada ibu paruh baya yang sedang menggendong seorang anak yang berusia dua tahun, dan ditangannya ia menggandeng dua orang anak yang berusia empat tahun, mereka seperti anak kembar.
Mara menghampiri anak kecil itu. Ia sedikit menundukkan tubuhnya. "Sayang mau itu?" tanya Mara sambil menunjuk ke arah sang penjual arum manis.
Anak kecil yang tadi menangis mencoba menghentikan tangisnya. "I-iya Kak. Aku pengen itu!".
Mara tersenyum. "Tunggu sebentar ya, biar Kakak yang belikan!"
Sang ibu pun terperangah. "Jangan mbak, kami tidak ingin merepotkan!"
Mara menggeleng. "Tidak Bu, saya tidak merasa direpotkan."
Mara kembali menghampiri Dewa yang masih berdiri di tempatnya terdiam dan terpaku.
"Ada apa? Loh mana cotton candy nya?" tanya Dewa sedikit penasaran karena Mara kembali dengan tangan kosong.
"Tuan, saya minta uang lagi. Uang yang Tuan beri kurang."
Dewa terperangah. "Kok bisa kurang? Bukankah harga cotton candy itu hanya sepuluh ribu? Sedangkan aku ngasih uang kamu dua puluh ribu jadi seharusnya masih ada sisa sepuluh ribu bukan?"
Mara tersenyum simpul. "Saya ingin membeli empat cotton candy untuk mereka, Tuan," jawabnya sambil menunjuk ketiga anak kecil itu. Dewa melihat arah telunjuk Mara dan ia pun paham dengan maksud gadis itu.
Akhirnya satu lembar uang seratus ribuan Dewa berikan kepada Mara. Tak lama kemudian Mara kembali mengantre di lapak penjual arum manis.
"Nah, ini untuk kalian Sayang, sampai rumah langsung dihabiskan ya!" ucap Mara setelah tiga cotton candy berhasil ia dapatkan untuk anak-anak kecil itu.
Wajah anak kecil yang tadi menangis itu nampak berbinar. "Terima kasih Kakak."
Sang ibu seketika dipenuhi oleh perasaan haru. Ia tidak menyangka di keramaian seperti ini, ia bertemu dengan orang baik seperti wanita yang ada di hadapannya ini. "Terima kasih banyak Mbak, saya tidak tahu harus membalas dengan cara apa."
Mara tersenyum sambil mengusap lengan ibu itu. "Sama-sama Bu, kebetulan saya juga sedang mengantre untuk membeli arum manis ini, jadi sekalian saja saya belikan untuk adik-adik ini juga."
"Sekali lagi terima kasih banyak Mbak. Semoga Mbak cantik ini selalu mendapatkan kebahagiaan," ucap sang ibu paruh baya itu untuk Mara.
"Aamiinn... Terimakasih banyak untuk doanya Bu."
Dewa yang melihat apa yang tersaji di depan matanya ini hanya bisa terperangah. Apalagi tatkala anak-anak kecil itu memeluk tubuh Mara sebagai ungkapan rasa terima kasih.
Hatimu sungguh begitu mulia, Mara...
***
Mara terlihat begitu menikmati arum manis yang berada di dalam genggaman tangannya. Sedikit demi sedikit ia mencomot arum manis itu menggunakan tangan kemudian ia masukkan ke dalam mulutnya. Dewa yang melihat wajah sang gadis begitu sumringah menikmati arum manis itu hanya bisa tersenyum gemas. Ternyata hanya dengan hal-hal sederhana seperti ini, bisa membuatnya begitu bahagia.
"Apakah cotton candy ini begitu nikmat?" tanya Dewa yang melihat sang gadis begitu menikmati arum manis ditangannya.
Mara mengangguk. "Iya Tuan, ini enak sekali. Rasanya manis sekali. Tuan mau?"
Dewa mengangguk pelan dan sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Mara dan....
Cup...
Dewa mengecup pelan bibir Mara sambil menyesap sisa-sisa arum manis yang berada di bibir sang gadis. "Iya ternyata cotton candy ini manis, sama seperti bibir kamu!"
"Aaaaaaaaaa Tuaaaannnn.... Apa-apaan Tuan ini? Malu!" pekik Mara sambil memukul dada Dewa.
Benar saja perbuatan Dewa itu mengundang banyak tatapan mata yang ada di sekelilingnya. Dewa sepertinya lupa jika saat ini ia sedang duduk di salah satu kursi pengunjung yang memang di sediakan untuk pengunjung pasar malam ini yang berada di dekat pintu keluar.
"Cckkkcckkkckk bikin orang pengen saja!!" celetuk seseorang yang tanpa sengaja melihat adegan Dewa dan Mara.
Mara menundukkan wajahnya. Sedangkan Dewa hanya tersenyum sinis tak peduli. Ia kemudian menarik tubuh Mara dan membawa ke dalam pelukannya.
"Kalau kamu malu berciuman di keramaian seperti ini. Mari nanti kita ulangi lagi di dalam kamar!" ucap Dewa enteng tanpa dosa.
Mara terperangah. Ia mengurai tubuhnya dari dekapan Dewa dan mencubit perut tuan duda di hadapannya ini. "Dasar laki-laki!"
"Hahahaha..."
Sedangkan dua pasang mata yang sedari tadi mengawasi Mara dan Dewa sejak berada di pemakaman itu, kembali tersenyum puas.
"Akhirnya kita temukan gadis itu!"
.
.
. bersambung...
mengecewakan😡