Mereka memanggilnya Reaper.
Sebuah nama yang dibisikkan dengan rasa takut di zona perang, pasar gelap, dan lingkaran dunia bawah.
Bagi dunia, dia adalah sosok bayangan—tentara bayaran tanpa wajah yang tidak meninggalkan jejak selain mayat di belakangnya.
Bagi musuh-musuhnya, dia adalah vonis mati.
Bagi saudara seperjuangannya di The Veil, dia adalah keluarga.
Namun bagi dirinya sendiri... dia hanyalah pria yang dihantui masa lalu, mencari kenangan yang dicuri oleh suara tembakan dan asap.
Setelah misi sempurna jauh di Provinsi Timur, Reaper kembali ke markas rahasia di tengah hutan yang telah ia sebut rumah selama enam belas tahun. Namun kemenangan itu tak berlangsung lama. Ayah angkatnya, sang komandan, memberikan perintah yang tak terduga:
“Itu adalah misi terakhirmu.”
Kini, Reaper—nama aslinya James Brooks—harus melangkah keluar dari bayang-bayang perang menuju dunia yang tak pernah ia kenal. Dipandu hanya oleh surat yang telah lusuh, sepotong ingatan yang memudar, dan sua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEDIAMAN REMINGTON
Aroma biji kopi panggang menggantung di udara saat James duduk sendirian di meja pojok sambil menyesap secangkir kopi hitam.
Di seberangnya, di meja terpisah dekat jendela, Alicia, Jenny, dan Grace duduk bersama dengan nampan makan siang yang hanya disentuh separuh.
Keramaian di kafetaria hari ini bukan tentang tugas atau rencana akhir pekan, semuanya tentang satu nama. "The Aethel Club."
"Kau dengar? Klub itu terbakar tadi malam."
"Aku sudah melihat fotonya di media, semuanya sudah menjadi abu."
"Katanya itu sengaja. Seperti… serangan beneran."
"Kau pikir ini ada hubungannya dengan kekerasan geng tahun lalu?"
Alicia diam-diam menyeruput jusnya, sesekali melirik ke arah James. Jenny mencondongkan tubuh dan berbisik, "Hey… bukannya ini klub yang kita datangi semalam?"
"Shhh—jangan ucapkan itu keras-keras," bisik Alicia balik.
Grace menyeringai. "Kau pikir mereka akan menebak kita terlibat?"
"Ya Tuhan, semoga tidak."
Bel pun akhirnya berbunyi, menandai berakhirnya satu kuliah lagi. Buku-buku ditutup, kursi berderit ringan, dan para mahasiswa mulai keluar dari kelas.
James berdiri perlahan, menyampirkan tasnya ke satu bahu. Alicia berjalan di sampingnya, merapikan tali tas tangannya saat mereka bergerak menyusuri lorong.
"Ayahmu ada di rumah hari ini?" tanya James.
Alicia mengangguk. "Ya. Dia biasanya tidak membuat jadwal ketat kecuali kalau ada yang mendesak. Sepertinya dia sengaja meluangkan waktu untukmu hari ini. Itu sebabnya dia memintaku mengajakmu."
James hanya mengangguk, saat mereka mencapai halaman depan kampus, Jenny dan Grace berlari kecil menghampiri dari belakang.
"Hey! Jangan lupakan kami dong!" seru Grace, memberi dorongan kecil ke bahu Alicia.
Jenny menyeringai, "Kabarin kalau ‘makan malam tamu misterius’ itu menjadi beneran."
James melambaikan tangan sedikit. "Sampai nanti."
Mereka saling berpamitan, lalu Alicia berbelok menuju mobilnya yang terparkir. James, di sisi lain, berjalan menuju halte bus terdekat.
~ ~ ~
Akhirnya James turun dari bus dekat sekolah dasar. Di depan gerbang sekolah, dua wajah langsung bersinar ketika melihatnya.
"Kakaaak!" Chloe berteriak sambil melambaikan tangan.
Felix menyusul di belakangnya, ransel kecilnya memantul-pantul. "Kau telat tepat tiga menit!"
James tertawa kecil, berlutut sejenak saat mereka berlari mendekat. "Maaf, Komandan Felix. Aku tertahan oleh ‘intel penting’."
Chloe terkekeh lalu memeluk lengannya. "Apakah kau membawa camilan?"
"Tidak," jawab James sambil berdiri, "tapi mungkin ada kue di rumah kalau kalian bersikap manis."
Setelah sampai di rumah, James menjatuhkan tasnya di dekat pintu dan langsung disergap oleh sebuah pesawat kertas. Benda itu menabrak pundaknya dan jatuh ke lantai.
"Tepat sasaran!" Felix berseru dari balik sofa, mengenakan kacamata goggles seperti ilmuwan kecil yang gila.
James tertawa dan mengambil pesawat itu. "Ini hampir tidak terbang."
"Itu pesawat tempur siluman," bantah Felix.
Chloe berlari masuk ke ruang tamu, memakai mahkota dari kertas emas di kepalanya. "Abaikan dia. Aku sudah mendeklarasikan diri sebagai ratu rumah ini saat kau pergi."
James mengangkat alis. "Dan apa perintah pertama ratu?"
Dia menyeringai. "Kau berutang tiga hari pajak gelitikan."
Belum sempat James bereaksi, kedua anak kembar itu langsung menyerangnya. Ruang tamu berubah menjadi medan perang penuh tawa, serangan bantal, dan perintah kerajaan yang konyol. Sophie muncul di ambang pintu, menyilangkan tangan sambil tersenyum.
Lalu ponselnya bergetar.
"Paula"
Dia bangkit, melangkah ke balkon, dan mengangkat teleponnya. "Ya, Paula. Ada kabar terbaru?"
Suara Paula terdengar tegang. "Bos, Akhirnya mereka membuka mulut… tapi dia hanya memberi satu nama—’Tuan Tua’.’"
James menyipitkan mata, berjalan perlahan di sepanjang pagar balkon. "Siapa?" tanyanya, suaranya tajam. "Aku belum pernah mendengar nama itu.”
"Tampaknya itu lebih seperti istilah internal," jawab Paula. "Tidak ada data konkret di database kami. Saat ini kami sedang membongkar seluruh komunikasi Kaiden—panggilan, pesan, server luar negeri, semuanya."
"Lanjutkan," katanya. "Bagaimana dengan vial yang kita temukan di brankas klub?"
Ada jeda singkat, lalu Paula berbicara. "Itu sangat rumit. Komposisi obat itu tidak aktif saat masuk ke tubuh. Disuntikkan, dan subjek tidak menunjukkan reaksi apa pun. Tapi..."
"Tapi?"
"Ada sesuatu yang memicunya nanti—mungkin sinyal, katalis kimia, atau bahkan frekuensi suara. Kami belum yakin. Laboratorium kami bekerja tanpa henti."
James menggertakkan gigi lalu menatap lantai. "Jadi seseorang bisa saja sudah diracuni dan tidak mengetahuinya..."
Dia menghela napas perlahan. "Kirimkan semua padaku begitu kau mendapat gambaran yang lebih jelas."
"Baik, Boss." Suara Paula memudar saat panggilan terputus.
Dia melirik jam. Sudah hampir waktunya bertemu Alexander. James berbalik, masuk kembali, dan memberi tahu Sophie bahwa dia ada urusan.
Dia pun mengangguk. Chloe dan Felix terlalu sibuk bertengkar soal remote TV untuk menyadarinya.
James mengambil mantelnya dan pergi.
~ ~ ~
Di pintu masuk, dua penjaga keamanan berseragam hitam rapi berdiri tegak. Yang lebih tua melangkah sedikit maju, memberi anggukan hormat. "Selamat datang, Tuan Brooks. Kami sudah menunggu Anda."
James mengangguk tanpa kata dan mengemudi masuk.
Kediaman itu menjulang di depan, terbuat dari batu pucat, tanaman ivy merambat rapi di pilar dan balkon lantai dua. Arsitekturnya adalah perpaduan gaya kuno dengan sentuhan modern, jendela-jendela besar berbingkai granit ukir, dan atap berkubah yang dilapisi ubin hitam berkilau. Teras depan lebar, dengan tangga marmer yang mengarah ke pintu ganda tinggi, dijaga dua patung singa.
Pintunya pun terbuka sebelum James sempat mengetuk.
"Masuklah, James," kata Alicia sambil tersenyum, saat ini Alicia mengenakan blus kasual biru muda dengan rambut diikat longgar.
James melangkah masuk dan melihat bagian dalam kediaman. Langit-langit tinggi melengkung di atas mereka, dicat krem dengan garis emas. Sebuah tangga melengkung ke kanan, pegangan tangganya diukir dengan motif tanaman. Sebuah lampu gantung besar berkilau di atas. Furnitur antik—lemari oak, kursi berlapis sutra, meja ukiran—ditata dengan rapi. Perapian menyala di ruang duduk samping, dan aroma samar buku tua dan lavender melayang di udara.
Namun kemudian James berhenti, sesuatu di dinding menarik perhatiannya—sebuah foto.
Foto itu besar, pria di dalamnya duduk di kursi tinggi, mengenakan jas hitam rapi, jam tangan emas terlihat di pergelangannya. Posturnya tegap namun tidak angkuh. Rambutnya mulai beruban dan tebal.
James melangkah lebih dekat pandangannya terkunci pada foto itu.
"Dia..." gumamnya pelan lalu tangannya mengepal tanpa sadar.
Alicia melihat reaksinya dan berhenti di sampingnya. "Itu kakekku... Ayah mengatakan dia pernah menjadi teman dekat kakekmu."
James tidak langsung bicara. Matanya tetap pada lukisan itu.
"Aku pernah melihat wajah itu sebelumnya..." bisiknya.
Catatan penulis: Maafkan pembaruan yang tidak teratur dan panjang bab yang bervariasi. Minggu ini sangat sibuk karena pekerjaan. Aku janji akan menebusnya akhir pekan ini.
kapan lanjutan sistem kekayaan itu author tiap hari saya liht tapi blm ada lanjutan
lanjutkan