NovelToon NovelToon
Hamil Anak CEO

Hamil Anak CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Hamil di luar nikah / Duda / Romansa
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Dara yang baru saja berumur 25 tahun mendapati dirinya tengah hamil. Hidup sebatang kara di kota orang bukanlah hal yang mudah. Saat itu Dara yang berniat untuk membantu teman kerjanya mengantarkan pesanan malah terjebak bersama pria mabuk yang tidak dia ketahui asal usulnya.

"ya Tuhan, apa yang telah kau lakukan Dara."

setelah malam itu Dara memutuskan untuk pergi sebelum pria yang bersamanya itu terbangun, dia bergegas pergi dari sana sebelum masalahnya semakin memburuk.
Tapi hari-hari tidak pernah berjalan seperti biasanya setelah malam itu, apalagi saat mengetahui jika dia tengah mengandung. apakah dia harus meminta pertanggungjawaban pada lelaki itu atau membesarkan anak itu sendirinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25

Dara mencoba menerima takdirnya saat ini. Apalagi tiba-tiba hidup yang bisa dibilang cukup mewah membuatnya sedikit terkejut karena selama ini dia hanya bisa hidup pas-pasan. Uang gajinya habis untuk bayar kontrakan dan biaya untuk sehari-harinya.

Dara sudah cuti hampir seminggu, dia juga mengatakan kepada bosnya jika dia menambah libur karena urusannya belum selesai. Untungnya bosnya mengizinkannya. Dan hari ini dara akan kembali bekerja di shift pagi.

Pagi ini dia sudah membuatkan sarapan untuk suaminya dan juga Rafa.

"kamu mau kemana sepagi ini" tanya Arkan melihat data yang sudah rapi.

Dara yang sedang memoles wajahnya langsung menoleh " aku mau kerja mas"

“Kerja?” Arkan mengulang kata itu sambil mengernyit.

“Iya,” jawab Dara pelan, menatap bayangannya di cermin. “Aku udah izin ke bos, hari ini masuk lagi. Cuti kemarin kan udah hampir seminggu.”

" kamu belum bisa mengabulkan permintaanku yang kemarin"

"permintaan? Permintaan yang mana?"

" untuk kamu berhenti bekerja"

Dara terdiam sejenak " untuk saat ini mungkin aku belum bisa, aku juga nyaman kerja di sana dan aku juga belum siap kalau harus diam di rumah terus. Aku takut bosan.”

Bukan takut bosan, Dara hanya takut jika nanti dia bercerita dengan Arkan dia tidak punya kerjaan dan menjadi gelandangan. Mungkin pemikirannya terlalu jauh tapi pernikahan mereka ini hanyalah karena kesalahan semalam dan belum tau mau di bawa selanjutnya.

“Dara,” ucapnya pelan namun tegas. “Kamu sekarang bukan Dara yang dulu lagi. Kamu istri aku. Aku bisa kok penuhi semua kebutuhan kamu. Ngapain capek-capek kerja, apalagi di kafe? Aku cuma nggak mau kamu terlalu lelah.”

" atau mau aku yang bilang ke bos kamu, biar kamu berhenti bekerja"

Dara menoleh cepat, menatap suaminya langsung. “Jangan, Mas.”

“aku janji bakal jaga diri. Lagian aku cuma kerja shift pagi. Sore udah pulang, masih bisa masakin kamu sama Rafa.”

Arkan menghela napas panjang, lalu menatapnya lekat. “Kamu keras kepala banget, ya?”

Setelah beberapa detik hening, Arkan akhirnya mengangguk pelan. “Oke. Tapi ada satu syarat.”

“Syarat?” Dara menatapnya heran.

“Setiap kamu kerja, aku yang anter jemput kamu'

" Mas jangan aneh-aneh, nanti teman-temanku pada salah paham, Lagian mereka juga ngga tau kalo aku udah nikah"

“Biarin aja. Toh, kamu memang istriku.”

"ngga bisa aku ngga mau orang-orang tau kalo aku udah nikah, lebih baik aku naik ojol aja"

“Baiklah, terserah kamu. Tapi aku nggak janji bakal setuju terus kalau kamu terus ngelakuin hal yang bikin aku khawatir.”

Dara menunduk lagi, kali ini tak menjawab. Ia tahu Arkan marah, tapi juga tahu bahwa kalau ia terus menentang, suasananya akan makin buruk. Ia memilih diam, lalu beranjak dari meja rias dengan langkah pelan.

“Aku siapin Rafa dulu,” katanya singkat sebelum berlalu keluar kamar.

Arkan hanya menatap punggung Dara yang semakin menjauh, hingga akhirnya hilang di balik pintu. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Sementara itu di kamar sebelah, Dara menatap Rafa yang sedang duduk di pinggir tempat tidur sambil memeluk boneka dinosaurusnya. Bocah itu menatap ibunya sambil menguap lebar.

“Bunda, Rafa masih ngantuk…” katanya manja.

Dara tersenyum lembut, berjongkok di depannya sambil membetulkan kerah seragam sang anak. “Iya, Sayang, tapi harus bangun ya. Nanti Papa nganter kamu sekolah.”

Rafa memiringkan kepala. “Bunda juga nganterin Rafa ke sekolah?”

Pertanyaan polos itu sempat membuat Dara terdiam sejenak. Ia lalu tersenyum tipis sambil mengelus kepala Rafa. “Enggak, Sayang. Bunda nanti mau kerja. Ngga bisa nganter Rafa ke sekolah."

“Kenapa nggak bareng aja?” tanya Rafa.

Dara hanya tersenyum samar. “Nanti kalau Bunda udah sempat.Sekarang ayo, kita siap-siap dulu biar papa ngga nungguin "

Anak itu mengangguk dan mulai turun dari ranjang menuju kamar mandi.

Setelah sarapan selesai, suasana meja makan sempat hening sejenak. Hanya terdengar suara sendok dan gelas yang bersentuhan. Arkan menatap Dara yang sibuk merapikan piring, sementara Rafa sudah berlari kecil ke ruang tamu sambil memakai sepatunya.

Arkan bersandar di kursinya, lalu berkata pelan, “Jadi, kamu beneran mau berangkat sendiri?”

Dara berhenti sejenak, lalu menoleh. “Iya, Mas. Aku naik ojol aja. Lagian arah kantor kamu sama kafe beda, nanti malah ribet.”

Arkan mengerutkan kening. “Ribet nggak masalah, Ra. Aku lebih tenang kalau bisa nganter kamu sendiri.

Dara tersenyum tipis, menunduk sambil mengelap meja. “Mas, aku udah biasa kok. Dulu tiap hari juga naik ojol. Lagi pula, aku nggak mau teman-teman di kafe tahu aku udah nikah. Bisa heboh nanti.”

“Biarin aja,” sahut Arkan pelan tapi tegas. “Nggak ada yang salah dari seorang istri diantar suaminya.”

“Mas…” Dara menatapnya serius. “Aku nggak mau jadi bahan omongan. Lagian orang-orang tahunya aku single dan ngga dekat sama cowok manapun, dan tiba-tiba udah nikah dan di antar pake mobil apa nanti kata mereka,Tolong ngerti, ya?”

Arkan memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang. Ia tahu Dara keras kepala, tapi tetap saja ada rasa tidak tenang di dadanya. “Aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa"

Dara tersenyum lembut, berusaha menenangkan suasana. “Aku janji hati-hati, Mas. Aku kabarin kalau udah sampai.”

"bunda Rafa ke sekolah dulu yaa, nanti bunda yang jemput pah"

" ngga sayang nanti om Alex yang jemput yaa, nanti Rafa pulang nya ke kantor papa "

Rafa terlihat mengerucutkan bibirnya" ya udah deh"

" udah jangan sedih gitu, kapan-kapan bunda yang jemput"

" janji ya Bun, Rafa ngga suka kalo bunda ngga nempatin janji"

" iya sayang bunda janji" ucap dara mengelus kepala putranya itu.

"udah Salim sama bunda biar kita berangkat"

Setelah mobil Arkan melaju keluar parkiran, Dara menatap punggung kendaraan itu sampai menghilang di tikungan. Ia menunduk sebentar, menarik napas panjang, lalu bergegas masuk kembali ke kamar untuk mengambil tasnya.

Apa dia resign saja ya, melihat Rafa yang pulang ke kantornya arkan membuat hatinya sedih.

Begitu Dara tiba di kafe, Dara menatap sekeliling, merasa sedikit canggung entah karena seminggu tidak bekerja, atau karena hal lain.

“Daraaa!” seru Rani dari balik meja kasir, suaranya penuh semangat. Ia langsung menghampiri Dara dengan wajah sumringah. “Akhirnya muncul juga! Gue kira lo bakalan menetap di Surabaya"

Vivi yang sedang menata gelas di rak juga menoleh sambil tersenyum lebar. “Iya tuh, cutinya lama banget. Katanya cuma tiga hari, tapi molor seminggu. Cerita dong, gimana Surabaya? Urusannya udah kelar belum?”

Dara terkekeh kecil, berusaha menutupi rasa gugupnya. “Udah kok, semua beres. Maaf ya kemarin kelamaan. Tadinya cuma sebentar, tapi keluarga minta aku bantu ngurus beberapa hal juga, jadi molor deh.”

Sebenarnya tidak ada yang mengetahui jika dara adalah seorang anak yatim-piatu dan tidak memiliki keluarga lagi, karena menurut dara hak itu tak perlu orang lain ketahui.

Rani memiringkan kepala curiga. “Hmm… tumben lo ngurusin keluarga sampai seminggu. Jangan-jangan... lo kabur nikah?”

“Rani!” tegur Vivi cepat, meski ikut terkekeh. “Tapi serius sih, biasanya kalo orang tiba-tiba cuti lama, alasannya tuh… antara sakit, atau… "

Wajah Dara seketika memanas, tapi ia segera menutupi dengan tawa canggung. “Ih, apaan sih kalian. Nggak ada yang spesial kok. Aku beneran bantu keluarga di Surabaya. Lagian kalau aku nikah, pasti kalian aku undang, dong.”

“Hmm, gitu ya,” ujar Rani sambil melipat tangan di dada, pura-pura tidak percaya. “Tapi kenapa kulit lo glowing banget, sih? Terus senyumnya tuh beda. Nih orang pasti abis ketemu seseorang, ya kan, Viv?”

Vivi ikut tertawa. “Fix banget! Ini bukan aura Surabaya tapi aura bahagia!”

Dara langsung menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah. “Kalian tuh ya, mulutnya tajam banget. Udah ah, mending bantu aku nyapu aja daripada gosipin aku.”

Rani tertawa keras. “Ngeles banget! Tapi nggak apa-apa deh, asal lo balik, gue seneng. Eh, tapi lo nggak bawa oleh-oleh, Ra? Katanya janji"

Dara terdiam sepersekian detik, sebelum tersadar dan menepuk keningnya sendiri. “Aduh iya, aku lupa banget! Maaf ya, sumpah kelupaan. Tapi gini aja deh, biar adil, nanti aku traktir kalian berdua. Mau ya mau pasti maulah kan"

Rani dan Vivi langsung bersorak pelan. “Wah, tumben lo royal banget! Jangan-jangan lo abis dapat harta Karun"

“Ya… bisa dibilang gitu deh,” sahut Dara cepat, mencoba menutupi rasa gugup di balik senyumnya.

Dalam hati, Dara menarik napas panjang. Ia bersyukur Rani dan Vivi tidak menanyakan lebih jauh soal keluarga atau alasan pastinya. Kalau mereka tahu bahwa selama seminggu ini ia bukan ke Surabaya, tapi malah menikah dengan seorang duda kaya bernama Arkan, mungkin reaksi mereka akan jauh lebih heboh.

1
Holma Pakpahan
lanjut,Dara tetaplah menjadi ibu yg baik.
knovitriana
update
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!