Di dunia Bintang Biru, setiap manusia akan melalui ritual kebangkitan bakat. Mulai dari peringkat terendah Rank F hingga yang tertinggi Rank SSS, bakat inilah yang menentukan jalan hidup seseorang—apakah menjadi manusia biasa atau pahlawan yang mampu mengguncang alam semesta. Sejak lahir, Ye Chen dianggap tak memiliki masa depan. Bakatnya hanyalah elemen kayu dan aura rubah biasa. Namun, tak seorang pun tahu bahwa rubah di dalam dirinya adalah Rubah Ekor Sepuluh, eksistensi mitos yang melampaui seluruh makhluk sihir. Saat upacara kebangkitan dimulai, seluruh langit bergetar. Ye Chen justru memecahkan batas manusia dan memperoleh bakat misterius: Saitama—Fisik Tak Terbatas, kekuatan tubuh yang berkembang tanpa ujung hingga melampaui segala logika. Namun perjalanan Ye Chen tak sendiri. Kekasih masa kecilnya, seorang gadis berbakat yang selalu berada di sisinya, membangkitkan garis keturunan kuno Uchiha sejak kecil, lengkap dengan mata yang menyala bak api takdir. Tidak hanya itu, dia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daud Nikolas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
Juga, harga tahap pertama teknik itu cukup murah. Walaupun teknik kultivasi tersebut memiliki peringkat SSS dan kategori yang bahkan tidak jelas, total sembilan tahapnya jika dibeli penuh bisa mencapai harga 100 miliar poin pemburu. Namun, tahap pertama hanya seharga 2 juta poin pemburu. Dengan diskon 50 persen, harganya menjadi 1 juta poin saja.
Pembelian mereka berhasil, dan poin pemburu mereka kini tersisa 1,5 juta. Setelah memilih metode kultivasi, mereka beralih untuk memilih teknik bela diri atau kemampuan supranatural.
Ye Chen mulai mencari-cari teknik yang sesuai untuknya. Ia menatap layar, membaca satu per satu deskripsi kemampuan yang ditawarkan. Akhirnya, ia memilih Seni Tangan Buddha Agung, teknik level S yang cocok dengan elemen kayu miliknya.
Teknik ini memungkinkan pengguna membentuk tangan Buddha raksasa yang mengandung kekuatan suci, mampu menyegel maupun menyerang. Melalui wadah elemen kayu, Ye Chen bisa menciptakan ribuan bahkan miliaran telapak tangan Buddha dengan simbol swastika yang menyebarkan cahaya kebenaran, melenyapkan segala kejahatan. Satu telapak tangan mampu menekan miliaran iblis, mengguncang gunung dan sungai.
“Luar biasa…” gumam Ye Chen, matanya berbinar kagum.
Selain itu, ukuran telapak tangan bisa diatur sesuka hati—besar maupun kecil. Teknik ini juga cocok untuk mode kayu nya, karena dia bisa mengendalikan berbagai elemen serta kekuatan ruang dan waktu.
Selanjutnya, Ye Chen memilih Seni Kemampuan Ilahi Agung level SS cocok untuk mode kurama. Seni ini memiliki kemampuan mengendalikan berbagai elemen, ruang, dan waktu, diciptakan oleh seorang penyihir barat yang bangkit dengan tujuh elemen sekaligus. Seni ini dapat menyerang dengan kekuatan beragam elemen dan terus berkembang seiring penggunanya meningkat.
“Sungguh teknik yang luar biasa…” Ye Chen kembali bergumam.
Harga seni Tangan Buddha Agung adalah 1 juta poin pemburu, setelah diskon menjadi 500 ribu. Sedangkan Seni Kemampuan Ilahi Agung yang awalnya 2 juta poin, menjadi 1 juta setelah diskon. Dengan begitu, seluruh poin pemburu Ye Chen pun habis.
Di sisi lain, Lan Shuang juga memilih teknik dengan total harga yang sama. Teknik pertamanya adalah Seni Pengendalian Pedang level S, seharga 1 juta poin pemburu. Teknik ini memungkinkan pengguna membentuk energi pedang yang bisa menyerang tanpa henti selama masih ada qi di tubuh. Miliaran pedang bisa melesat menembus langit, bahkan mengguncang semesta.
Pedang-pedang itu dapat diperbesar atau diperkecil, juga bisa dikombinasikan dengan kekuatan lain. Teknik ini sangat cocok dengan kekuatan Sharingan Madara-nya yang mampu menciptakan banyak pedang energi dalam satu waktu.
Sementara itu, kemampuan supranatural yang ia pilih adalah Kemampuan Panah Ilahi level SS, seharga 2 juta poin pemburu dan mendapat diskon hingga menjadi 1,5 juta poin. Teknik ini cocok untuk Sharingan Sasuke-nya, yang dapat menciptakan anak panah berbagai elemen dengan kekuatan penghancur luar biasa.
Dengan begitu, Ye Chen dan Lan Shuang telah membeli semua yang mereka butuhkan untuk memperkuat diri.
Mereka pun mulai melatih teknik yang telah dibeli. Hari-hari berikutnya, Lan Shuang dan Ye Chen terus berlatih tanpa henti, mendalami setiap gerakan dan teknik hingga benar-benar menyatu dengan tubuh mereka.
Waktu berlalu begitu cepat. Dalam sekejap, satu tahun pun telah lewat. Kini mereka berdua berusia lima belas tahun. Di pagi yang cerah itu, Ye Chen dan Lan Shuang berdiri di depan pintu rumah, menunggu ayah dan ibu mereka.
Ye Chen mengenakan pakaian kasual yang rapi, wajah tampannya terlihat tenang dan penuh welas asih. Di sisi lain, Lan Shuang tampak menawan dengan gaun sederhana berwarna lembut, pedang tergantung di pinggangnya. Wajahnya secantik peri, begitu indah hingga membuat udara di sekitarnya terasa lebih lembut.
Namun, tatapan Lan Shuang kepada Ye Chen sedikit aneh. Ia tampak gugup dan canggung, takut sekaligus bingung. Dalam hatinya, ia khawatir—jangan-jangan Ye Chen benar-benar berubah menjadi biksu? Bagaimana nanti dia bisa menyatakan perasaan dan menikah dengannya?
“Ka… kakak,” ucap Lan Shuang dengan nada takut-takut, “jangan berlatih seni telapak Buddha terus, nanti kamu jadi biksu beneran.”
Ye Chen spontan tertawa kecil mendengar ucapan itu. Ia menatap Lan Shuang dengan senyum lembut, lalu menjawab, “Tenang saja, Shuang’er. Melatih seni Buddha bukan berarti aku akan jadi biksu.”
Sambil berkata begitu, Ye Chen mengusap rambut Lan Shuang yang halus seperti sutra. Sentuhan lembut itu membuat Lan Shuang menunduk malu, tapi dalam hatinya terasa hangat dan nyaman. Hanya Ye Chen dan kedua orang tuanya yang diizinkan menyentuh rambut indahnya itu—tidak ada orang lain.
Ye Chen pun menarik napas panjang, hatinya bergetar melihat adiknya yang semakin hari semakin cantik.
Setelah satu tahun penuh pelatihan, kemampuan keduanya berkembang luar biasa pesat. Jika sebelumnya kekuatan qi spiritual mereka sepuluh kali lipat dari biasa di alam pegunungan, kini telah meningkat menjadi seratus kali lipat.
Dalam ruang hampa milik Ye Chen, terbentang pegunungan luas sejauh puluhan ribu meter. Di langit, satu matahari besar bersinar terang, memancarkan vitalitas dan cahaya suci yang tak berujung. Itulah hasil dari tahap pertama Sutra Sembilan Matahari Agung—menciptakan dunia kecil yang penuh kehidupan.
Sementara itu, di ruang hampa milik Lan Shuang, tampak rembulan indah menggantung di atas pegunungan sunyi. Cahaya lembutnya menenangkan, namun qi spiritual yang terpancar mengandung daya penghancur luar biasa.
Matahari dan rembulan di dunia mereka berputar bersamaan, menyerap qi spiritual dari luar dengan kecepatan yang mengagumkan. Cadangan energi keduanya pun meningkat pesat—jika dulu hanya sebesar energi matahari, kini sebanyak tata surya. Dengan begitu, mereka tak lagi takut kehabisan energi di tengah pertempuran.
Dalam hal kemampuan, Ye Chen telah mampu menguasai Seni Tangan Buddha Agung hingga membentuk seratus tangan dengan simbol swastika suci. Setiap telapak tangannya mampu menghancurkan gunung dan sungai, bahkan bisa diperbesar hingga seratus meter. Jika ia menggunakan mode Senjutsu Pohon Suci, jumlah tangan itu bisa meningkat menjadi seribu.
Setiap kali Ye Chen menggunakan gaya kayu, kekuatannya meningkat drastis dan auranya dipenuhi cahaya emas suci, memancarkan keabadian dan ketenangan ilahi.
Di sisi lain, Lan Shuang telah mampu mengendalikan seratus pedang energi berwarna biru. Setiap pedang bisa diperbesar hingga seratus meter dan mengandung niat pedang yang tajam, dingin, dan mematikan. Aura dingin dari setiap tebasannya mampu membekukan udara di sekitarnya dan menghancurkan apapun yang dilewatinya.
Hari ini, kata ayah mereka, mereka akan pergi ke keluarga Xia di ibu kota pusat—tempat keluarga dari pihak ibu mereka berasal. Kakek mereka mengatakan bahwa ada universitas kuat yang akan merekrut para jenius muda dari seluruh bumi.
Universitas itu dikenal sebagai Universitas Langit Berbintang, dan hal itu membuat Ye Chen serta Lan Shuang sangat tertarik.
Selain itu, lima keluarga besar di ibu kota, juga keluarga dari negara-negara lain, akan mengirimkan jenius terbaik mereka ke pusat Kota Xia Agung. Dari seratus peserta seleksi di bumi, hanya dua puluh orang yang akan terpilih untuk melanjutkan ke seleksi berikutnya di planet lain. Persaingan ini begitu ketat.
Syaratnya pun luar biasa: harus memiliki bakat Rank SSS, alam kultivasi minimal di Alam Pegunungan, dan usia di bawah dua puluh tahun.
“Anak-anak, kalian sudah siap?” tanya Lan Batian ketika keluar dari ruangan.
Ia mengenakan jas hitam rapi, sementara Xia Yu tampil anggun dengan kebaya tradisional yang elegan.
“Sudah, Ayah,” jawab Ye Chen dan Lan Shuang serempak sambil mengangguk.
Mereka pun berangkat naik mobil mewah menuju bandara pribadi. Keluarga mereka cukup kaya untuk memiliki pesawat sendiri. Sementara itu, di negara-negara lain, banyak pemimpin dunia tengah menyiapkan para ahli muda mereka untuk ajang seleksi besar ini.
Di atas gunung Olympus, berdiri istana kuno megah milik bangsa barat. Di sana, seorang anak muda memancarkan aura petir menakutkan. Petir menyebar ke seluruh langit, menggetarkan awan hitam sejauh ribuan meter.
Di bawahnya, seorang pelayan berlutut menyampaikan pesan dengan hormat, “Tuan muda, sudah waktunya seleksi.”
Anak muda itu membuka matanya. Kilatan petir menyambar tajam dari matanya. “Baik,” ujarnya singkat.
Nama anak muda itu Zeus. Tubuhnya perlahan melayang, lalu sekejap menghilang diselimuti petir.
Sementara itu, jauh di wilayah Artik yang diselimuti salju abadi, seorang pemuda tampan tengah berdiri di puncak gunung es. Kekuatan dingin luar biasa mengalir dari tubuhnya, mengubah seluruh pegunungan menjadi es kristal.
“Vincent, seleksi universitas kuat itu akan segera dimulai. Bersiaplah,” suara seorang wanita tua bergema dari balik istana es.
Vincent mengangguk, “Baik, Nek.” Tubuhnya lalu berubah menjadi kabut dingin dan lenyap.